"Sorgum sebagai bahan pangan dengan nilai gizi tinggi menjadi penting untuk membantu pemerintah dalam mencegah peningkatan stunting di daerah pedesaan," tulis Fotina di dalam jurnalnya. Ini hanyalah satu contoh peralihan alternatif bahan pokok yang mungkin dapat di terapkan di indonesia.
Memanfaatkan pangan lokal  untuk kebutuhan utama bisa menggantikan ketergantungan terhadap pangan impor. Ketergantungan dan persepsi masyarakat bahwa beras adalah satu-satunya sumber utama pangan lokal adalah salah besar.
Hal ini membuat Indonesia mengimpor beras dari luar negeri, dengan jumlah impor sebesar 3,48 juta ton beras sepanjang tahun 2024, sudah menjadi lampu merah bagi ketahanan pangan di Indonesia sendiri.
Tanaman lokal yang terdiri dari biji-bijian, umbi-umbian, rempah-rempahan, sayur-mayur, buah-buahan bahkan protein hewani, sangat sebanding untuk menggantika peran beras untuk di konsumsi sebagai sumber pangan utama, agar masyarakat tidak terlalu bergantung pada sumber pangan yang itu-itu saja.
Pada era presiden Jokowi, pemerintah pernah mencoba untuk megkampanyekan Porang untuk di jadikan sumber pangan utama.
Jokowi juga meyakini bahwa porang akan menjadi makanan sehat di masa mendatang, mengingat porang memiliki kandungan yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia. Mulai dari rendah kalori hingga bebas gula. Presiden pun berharap komoditas porang ini dapat diekspor tidak hanya dalam bentuk mentahan dan barang setengah jadi, namun sudah dalam bentuk beras porang. Spesifikasi porang yang dianggap lebih menyehatkan ini tetap saja belum mampu menggeser domonasi beras padi.
Pada Tahun 2020 Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banten bersama dengan stakeholder melakukan penanaman perdana pengembangan perhutanan sosial (PS) kolaboratif berbasis agroforestry budidaya porang dengan skema pembiayaan dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) BNI.
Lokasi penanaman porang berada di petak 38 Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Kerta, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Malingping, Hak Pangkuan Desa Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Giri Mukti, Desa Bulakan, Kecamatan Gunung Kencana, Kabupaten Lebak, keseriusan pemprov Banten ini belum di barengi dengan konsistensi para kolaborator, sebab permintaan pasar untuk porang tidak sebanyak beras padi.
Maka dalam hal ini sejatinya permasalahan dalam bidang ketahanan pangan di indonesia sejatinya sangatlah kompleks, dan dapat dikategorikan pelik. Persoalan yang bermula dari akar rumpur (Grasroot) hingga di permukaan belum juga di selesaikan, karena selama ini pemerintah hanya menyelesaikan persoalan di permukaan untuk sementara saja.
Demikian persoalan distribusi pangan yang tak kunjung menemukan solusi tepat, dalam upaya menjaga stabilitas harga, sebenarnya tidak cukup dengan impor, ataupun memperluas lahan persawahan padi saja, sebab permintaan akan kebutuhan pangan yang terus meningkat baik beras padi hingga minyak goreng, masyarakat terlalu bergantung pada beberapa komoditas saja.
Perlu adanya kampanye yang menyeluruh kepada masyarakat, bahwa sumber gizi dan karbohidrat tidak hanya beras padi saja, namun masih banyak produk pangan lainnya yang mungkin lebih menyehatkan dibanding beras padi. Walaupun beras padi sudah menjadi budaya yang melekat di masyarakat, bukan berarti pemerintah tidak punya kesempatan untuk membuat kebiasaan baru masyarakat. Sebab persoalan ini bukan saja terjadi di Provinsi Banten, namun juga masalah nasional, yang membutuhkan banyak keterlibatan beberapa pihak guna mencapai tujuan yang diharapkan yaitu kedaulatan pangan atau swasembada pangan.