Pada Tahun 2022 kenaikan harga minyak secara signifikan memberikan berdampak secara masif hingga terjadi kelangkaan minyak goreng selama beberapa pekan, pada periode awal kenaikan harga minyak curah mencapai 50,3% dari Rp. 12.475 mencapai Rp. 18,759 per April 2022, sementara itu harga minyak kemasan premium mencapai 73,2% dari Rp.15,103 mencapai Rp.26,170 kenaikan hingga 100% dalam setahun ini sangatlah berdampak pada semua sektor karena masyarakat sangat bergantung dengan komoditi tersebut, hingga mampu menggerus daya beli masyarakat. Menurut Dirjen Kemendag Oke Nurawan mengatakan hal ini disebabkan karena harga bahan baku dalam negeri yang di kontrol sepenuhnya oleh fluktuasi pasar dunia.
Kemudian pada tahun 2024 indonesia mengalami permasalahan kenaikan harga beras yang cukup menggemparkan, pasalnya pada tahun tersebut merupakan kenaikan harga tertinggi dalam sejarah, dan sangat tidak masuk akal karena Indonesia adalah negara agraris.
Masyarakat yang rela mengantri berjam-jam demi mendapatkan beras murah yang di gelar pemerintah dalam operasi pasar ini menunjukan seberapa sangat bergantungnya masyarakat terhadap beras.
Semula harga beras medium Rp9.000-Rp10.000 per kilogram. Harga naik pelan-pelan hingga menyentuh angka Rp13.000-Rp14.000 per kilogram. Sedangkan beras premium, sebelumnya berada di kisaran Rp12.000-Rp14.000 per kilogram.
Namun merangkak terus sampai di harga Rp17.000-Rp18.000 per kilogram, adapun untuk harga sekarung beras medium kini sudah Rp700.000 di pasar induk dan beras premium sekarungnya Rp800.000,
Mulanya kenaikan beras medium sekarung atau isi 50 kilogram itu Rp485.000, harga tertingginya yaitu Rp500.000.
Data ini berdasarkan pemaparan Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga saat diwawancarai BBC News.
Kenaikan harga beras ini diakibatkan oleh fenomena alam El Nino yang membuat musik panen menjadi mundur. Pemerintah dalam hal ini melakukan operasi pasar guna menjaga stabilitas harga bahan pokok, meskipun cara ini dinilai tidak efektif pemerintah tetap melakukannya, dan masyarakat pun masih rela antri berjam-jam demi mendapatkan beras murah dari pemerintah.
Kedua fenomena ini harusnya menjadi tamparan keras bagi pemerintah bila melihat kondisi geografis indonesia yang sangat potensial untuk mewujudkan kedaulatan pangan.
Masyarakat yang sangat bergantung pada bahan pokok tertentu saja, dan juga pemerintah yang selalu mengandalkan impor untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat, justru hanya menahan permasalahan dalam beberapa waktu saja, dan bisa saja terjadi kekacauan serupa jika tidak adanya kesadaran bersama akan ketergantungan yang tingakatannya sudah dapat dikatakan berlebihan.
Ketergantungan yang sudah melekat ini masih menjadi PR pemerintah untuk segera mewujudkan swasembada pangan atau kedaulatan pangan yang akan menjadi pekerjaan berat dalam proses upayanya, dalam memenuhi kebutuhan  281.603,8  jiwa.
Di Provinsi Banten sendiri produksi beras padi menurut data BPS sendiri mencapai 883.128 Ton per tahun 2024, dengan jumlah penduduk 12.431,39 jiwa. Dengan angka ini pun provinsi banten masih rentan terdampak ketidakstabilan harga, dalam hal ini Bulog banten pun masih perlu menerapkan program Stabilias pasokan dan harga pangan (SPHP) untuk menanggulangi kelangkaan dan kenaikan harga beras yang melejit.
Dalam penanganan stok minyak goreng pada tahun 2024 di Banten PJ Gubernur Al Muktabar pun sampai harus menyurat Bapanas untuk meminta tambahan supply minyak goreng demi menstabilkan harga di Banten.