Mohon tunggu...
Fajar Nugroho
Fajar Nugroho Mohon Tunggu... -

migunani tumraping lian

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Serial Detektif, Episode 3. Bobolnya UGM

3 April 2011   13:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:10 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Serial Detektif

Sri dari Kali Code

Episode 3.

Bobolnya UGM

Di suatu hari jumat yang panasnya minta ampun. Jam tanganku tepat menunjuk di pukul 13 lebih semenit ketika Pak Johan menelponku. Dia minta aku dan Sri datang ke kantor Satuan Keamanan Kampus (SKK) Universitas Gadjah Mada (UGM).

Untungnya kami berdua pas tidak ada acara. Langsung saja kami berangkat.

- - -

Sesampainya di sana, kami langsung diantar ke sebuah ruangan. Disana sudah ada tiga orang SKK, dua polisi, dan lima orang non UGM.

Ternyata kasus pencurian motor! Di UGM, kog bisa?

Salah satu dari kelima orang non UGM itu kehilangan motornya.

Kejadian pencurian terjadi sekitar pukul 11.30 hingga 12.30 di parkiran Fakultas Teknologi Pertanian UGM.

Oleh polisi, korban diminta menceritakan segala aktivitasnya hari ini. Aku sempat bertanya kepada Sri kenapa interogasi tidak dilakukan terpisah, dia bilang bahwa polisi yakin kalau teman-temannya itu tidak bersalah karena selalu bersama korban.

Korban memperkenalkan diri. Ia bernama Sakti (24), bekerja di sebuah lembaga konsultan internet, kantornya berada di utara UGM, atau kurang lebih 300 meter dari Selokan Mataram. Ia sendiri adalah freshgraduate UGM dari Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM.

Tidak seperti biasa, hari ini Sakti sampai kantor sekitar jam 06.30 pagi. Dia dan teman sekantornya, Mirza (29) dan Satria (30), akan mengikuti seminar singkat bertema SEO dan Internet Marketing, yang diadakan oleh Unit Perpustakaan Terpadu (UPT) 1 UGM bekerjasama dengan sebuah NGO asing. Seminar akan dilaksanakan jam 07.30 – 11.00.

Sakti menunggu dua temannya itu dan akhirnya mereka berangkat dari kantor jam 07.10. Sampai di parkiran FTP pukul 07.15. Ternyata Arif (35) dan Yudha (33) telah menunggu disana. Arif dan Yudha juga menjadi konsultan internet di sebuah LSM di Bantul, DI.Yogyakarta. Sebelumnya memang Sakti sudah meminta merika berempat agar memarkir motornya di FTP UGM, karena belum dikenakan biaya parkir bagi orang luar UGM. Cukup menunjukkan STNK, mereka sudah bebas keluar masuk parkiran itu. Beberapa fakultas seperti Pertanian, FTP dan Kehutanan memang belum menerapkan biaya parkir bagi yang belum memiliki KIK (Kartu Identitas Kendaraan) dari UGM.

Kelima orang ini sangatlah akrab. Mereka saling kenal pertama kali saat mengikuti pelatihan pemograman web dua tahun yang lalu. Ujung-ujungnya, yang tiga mendirikan konsultasi internet di dekat UGM, dan yang dua lainnya di Bantul seperti sekarang ini.

Korban menjelaskan bahwa selama ia meninggalkan sepeda motor hingga masuk ruang seminar, tidak ada yang aneh. Ia juga yakin telah mengunci motornya itu. Tipe lubang kunci motornya pun tak seperti motor jadul, yang ini memiliki pengaman berupa penutup katup lubang kunci untuk mencegah praktek kriminal kunci letter T. Kebetulan waktu itu ia menggunakan pengaman itu, padahal biasanya ia jarang memakainya.

Begitu seminar selesai pukul 11.02, mereka berlima langsung menuju ke Masjid FTP, karena Sakti ingin kesana. Sakti sudah kangen sholat disana. Sampai ditempat wudlu, Sakti dan Mirza nitip tas ke Arif karena mereka akan mengambil kopyah di bak motornya.

Sehabis mengambil kopyah itu, Sakti masih yakin telah mengunci motornya kembali. Tapi kali ini dia tidak yakin mengunci katup lubang kunci dengan pengaman.

Waktu sampai kembali, Sakti dan Mirza telah mendapati ketiga temannya berjejer dalam satu barisan. Keduanya segera duduk menyatu dengan mereka karena kebetulan barisan mereka masih kosong. Begitu sholat selesai, mereka pun meluncur ke parkiran untuk segera kembali ke kantor masing-masing.

Seakan disambar petir ketika Sakti mendapati motornya telah tidak ada di posisinya. Mereka cari ke seluruh sudut parkiran tapi tidak ketemu juga. Motor dengan tipe xxx yang baru dibeli sebulan ini ternyata raib!

Sempat heboh waktu itu. Sakti bertanya ke penjaga pintu yang terdiri dari beberapa SKK dan juru parkir, namun jawaban mereka terlalu normatis dengan mengatakan banyak motor jenis tersebut yang telah keluar masuk tadi.

Karena di TKP tidak ditemukan bukti apapun akhirnya merka berlima diminta datang ke kantor SKK UGM.

Itulah cerita dari Sakti. Keempat temannya membenarkan cerita tersebut.

Pak Johan lalu mengajak Sri dan aku berbicara di luar. Sri mengatakan memang belum cukup bukti. Akhirnya Pak Johan dan satu orang SKK mendatangi TKP. Disana memang tidak ditemukan bukti lagi, disamping karena memang TKP tidak diberi garis polisi sehingga sudah ditempati motor lain.

Tiba-tiba Sri meminta berbicara secara pribadi denga korban. Pak Johan setuju,sekalian menawarkan kepada keempat teman Sakti, kalau ingin pulang silakan. Sri sedikit bereaksi saat mendengar kata-kata terakhir Pak Johan ini. Seperti tidak setuju gitu.

Untungnya Yudha menunjukkan kesetiakawanannya untuk tetap menemani Sakti. Ketiga teman lainnya pun mengikuti sikap Yudha.

- - -

Berempat di sebuah ruangan.

”Kalian seperti wayang pandawa lima ya Pak, kompak banget.” kata Sri.

”Ya begitulah Dik. Seperti tadi itu contohnya, saling setia kawan. Kalau satu tertimpa musibah yang lain membantu tanpa pamrih.”

”Hebat banget!” tambah Sri dengan wajah penuh perhatian. Wah ini jurus pendekatan sepertinya. Pak Johan juga mengangguk-angguk.

”Sebelum seminar ini pernah main bersama juga Pak?”

”Mmmm, kalau kongkow kaya anak muda sepertimu ga sih, cuma tiga hari yang lalu kami berlima kumpul di kantorku. Kami ngobrol rame seperti biasa. Bicara tentang perkembangan bisnis, teknologi, internet, ya seputar itu lah.”

”Diantara mereka yang paling perhatian sama Pak Sakti siapa?”

”Semua sama kog. Semua saling peduli dan setia kawan, ya begitulah.”

”Pasti ada yang paling kan?”

”Mmm yang paling ya? mungkin Pak Yudha.” jawab Satria sambil meminum air putih.”Pas kumpul-kumpul itu Pak Yudha kebetulan baru saja membeli sebuah CD musik yang sangat aku sukai. Begitu dia tahu kalau aku suka, dia langsung memberikan CD itu. Aku bilang terima kasih, tapi karena ga enak dapat gratisan terus dari teman, akhirnya aku bilang akan mengcopy saja CD itu. Kebetulan stok CD Blank di kantor sudah habis, jadi aku harus beli keluar.

Baru saja akan berangkat, penyakit klasikku kambuh, lupa naruh kunci motor! Sampai sore loh kami nyari kunci itu di dalam kantor dan warung sebelah karena siangnya aku makan di sana. Untungnya aku bawa kunci cadangan.”

”Wuah untung ya Pak.”

”Iya Dik untung ajah. Nah waktu itu karena capek banget aku minta tolong sama Mirza buat beli CD sekalian bikin kunci cadangan. Berangkatlah dia mengajak Satria pake motorku. Mereka berangkat tanpa mengeluh sedikitpun loh.

Pernah juga kami iseng-iseng. Biasalah, sahabat pasti kompak kalau iseng. Si Mirza kan pinter design grafis, pinter juga membuat alat-alat palsu seperti ATM, biar dikira punya banyak duit gitu.

Waktu itu saya dibuatin sebuah KIK palsu dan mirip banget. Nah saya coba keluar masuk dan keluar UGM pakai kartu itu. Sangat berhasil, karena penjaga tak pernah melihat kartu dengan detail. Saya kalau ingat itu pasti tertawa, tapi karena sekarang motor saya hilang saya ga mampu tertawa seperti itu.”

”Saya paham Pak. Wah, persahabatan yang keren. Iya kan Pak Johan.”

Pak Johan mengangguk-angguk sambil mengisap rokoknya.

”Sudah Pak Johan. Sekarang kita butuh bicara pribadi dengan Satria.” bisik Sri ke Pak Johan. Dia pun mengangguk saja.

”Ok, terima kasih Pak Sakti. Silakan bila ingin ngisis di luar,”

”Loh saya belum ditanyai kan Pak?”

”Sudah cukup kog Pak.” kata Pak Johan sambil memberi acungan jempol. Pak Sakti pun keluar dengan muka agak bingung.

Eh Pak Satria, saya minta tolong nggih, saya ingin bicara dengan Pak Satria.”

Pak Satria paham dengan anggukannya.

- - -

Berempat lagi, tapi sekarang dengan Satria.

”Ada apa Pak, kok saya dipanggil?”

”Saya ingin bertanya beberapa hal Pak, tapi uhuk uhuk” Pak Johan batuk .”saya sedang tidak enak badan, nanti asisten saya yang menanyai Bapak”

Satria tampak siap, meskipun saat melihat Sri, ia agak ragu. Sri kembali mendekat dengan wajah sok imutnya. Setelah memberi beberapa ucapan sapaan sebagai pembuka, ia lalu masuk ke maksud intinya.

”Maaf Pak Satria, Hari Selasa kemarin bapak diminta membeli CD kosong sekalian membuat kunci cadangan motor Pak Sakti ya?”

”Iya Dik eh Mba. Kog kamu tahu?”

”Tadi Pak Sakti yang bilang. Oh iya, bisa diceritakan Pak, alur dari berangkat sampai pulang kembali ke kantor? Kalau bisa yang detail ya Pak.”

Pak Satria agak bingung, namun setelah Pak Johan mempersilakan, ia pun menjawab.

”Ya biasa lah. Kami berangkat, dia driver karena dia yang tahu kios tukang kunci yang bisa duplikat motor seperti. Begitu sampai di tukang kunci, kami masuk, trus saya minta tukang kunci membuat satu kunci duplikat. Kami lalu pergi sebentar ke toko diseberang jalan untuk membeli CD blank. Begitu sampai ke kembali kios, kunci telah selesai dibuat. Seperti kebiasaan, saya minta nota pembelian. Lalu kami pulang ke kantor. Ya sudah, begitu saja.”

Sri lalu berbisik kepada Pak Johan, ”Pak, ada baiknya sekarang kita ke tukang kunci itu sambil mengajak bapak ini. Tapi teman yang lain jangan sampai tau kita akan kesana.”

”Kamu pasti menduga...”

Sri mengangguk.

Kami berempat akhirnya berangkat bersama.

”Maaf Pak Polisi, kenapa kita kesini, trus kenapa saya tidak boleh bilang ke teman-teman kalau kita kesini?”

”Semoga ada kebenaran di sini Pak.” jawab Sri.

”Kebenaran?”

Sri belum menjawab lagi. Kami langsung masuk ke kios kecil itu.

”Selamat Sore Pak. Maaf kalau mengganggu. Saya Johan dari kepolisian resort Sleman. Dengan bapak siapa?” tanya Pak Johan kepada Santo (31), tukang kunci, sekaligus menerangkan tujuan kedatangan kami.

”Bapak masih ingat dengan bapak ini?”

”Oh iya Pak, bapak ini yang beberapa hari lalu pernah kesini.”

”Maaf Pak, waktu bapak ini kesini, dia pesan berapa kunci?” tanya Sri cepat.

”Dua Pak.”

Pak Satria kaget, ”Ah ga mungkin, wong kemarin saya yang pesan langsung kog. Yang ngambil kan juga saya, ada bukti notanya lagi.” kata Satria agak tegang.

”Tenang Pak, anda tidak bersalah.” kata Sri,”Lalu yang satu dimana?”

”Bapak ini memang pesan satu, tapi yang satunya pesan satu lagi Pak. Dia ngambilnya Hari Rabu pagi.”

”Ada buktinya Pak?” tanya Sri.

”Bukti?” Pak Santo mungkin agak bingung dengan bahasa penyelidikan, namun begitu ia berpikir sejenak. ”Oh iya, ada! Sebentar Pak.”

”Saya memang melihat ada yang aneh dengan bapak itu Pak, begitu ia memberi saya kertas ini.

Bikin satu kunci lagi tapi jangan bilang temenku ini!

Besok pagi kuambil

Ini duitnya kuselipkan

Saya tambah curiga dengannya karena paginya dia boncengan dengan teman saya,”

”Siapa teman Bapak itu?” tanya Pak Johan.

”Maaf Pak.” Dia minta bicara pribadi di ruangan dalam. Saya dianggap polisi jadi saya diijinkan menemani Pak Johan, sedangkan Sri dan Satri tinggal di luar.

”Saya sedang dalam dilema sekarang. Saya tahu bila saya tidak bilang, saya akan dituding menyembunyikan hal yang jahat dan ujung-ujungnya saya dipersulit hidup. Tapi ini teman gank. Tau sendiri kan Pak, sesama teman gank harus saling membela. Dulu pernah ada yang berkhianat sama temen sendiri akhirnya dipukuli sampai cacat.”

Pak Johan lalu memberikan penjelasan sekaligus jaminan baginya. Tentunya dengan bahasa-bahasa berbau preman khas polisi reserse. Tak sulit baginya meyakinkan Santo agar mau bicara.

- - -

Seperti formasi semula, enam aparat berwenang, aku dan Sri, serta kelima orang tadi, berada di ruangan awal. Pak Johan mengawali pembicaraan dengan penjelasan bahwa pertemuan hari ini cukup karena dokumentasi telah selesai dilakukan.

Aku tahu Pak Johan baru akan memasuki pembicaraan inti, bukan mengakhiri. Ia lalu melanjutkan dengan obrolan santai yang membuat suasana cair. Ia menyinggung tentang persahabatan mereka dan akhirnya ia mengorek cerita tentang pembuatan kunci itu dengan bahasa ringan.

”Iya Pak, waktu itu kami membuat satu kunci cadangan karena Mas Sakti ini sering lupa begitu Pak.” kata Mirza.

Sedari tadi ruangan tampak dipenuhi oleh muka-muka rileks, kecuali Sakti dan Satria. Sebelum masuk ruangan tadi, Pak Johan sudah menceritakan kejadian sebenarnya. Namun ia berharap kepada kedua orang itu agar tetap tenang sampai semua fakta benar-benar terungkap.

”Pak Mirza,” ucap Pak Johan sambil menatapnya tajam.”Saya minta tolong Pak, tolong tuliskan alamat lengkap kantor Bapak di kertas ini, maklum saya bukan asli Jogja, jadi kurang tahu daerah sini. Siapa tahu saya kapan-kapan akan konsultasi internet”

”Oh boleh boleh.” Pak Mirza lalu menuliskan alamat lengkap kantornya.

”Oh iya Pak, tentang cerita tadi, Bapak yakin dulu pesan kunci satu?”

”Maksud Bapak?”

Pak Johan membaca tulisan alamat itu. Sri juga membacanya dan dia mengangguk-angguk.

”Pak Mirza, dimana kunci yang satunya lagi Pak?”

”Satu lagi? Yang cadangan? Sudah dibawa Pak Sakti lah Pak.”

”Jujur saja Rif!” tiba-tiba Sakti menyela dengan suara berat. Mereka saling pandang.

Mirza tersenyum,”Maksud semua ini apa? Kamu menuduh aku mencuri motormu?”

Mata Sakti masih mengarah padanya dengan tatapan serius.

”Ah ayolah, jangan bercanda Rif.”

”Kami tadi ke tukang kunci dan menemukan ini.” Pak Johan menyodorkan secarik kertas.

”Ya ampun Pak. Ini salah! Sudahlah, kita jangan bercanda lagi, teman saya sedang kena musibah Pak.” Pak Mirza lalu meminum air tehnya yang telah dingin. ”Bisa jadi itu tulisan siapa saja Pak.”

Pak Johan lalu menyandingkan kertas itu dengan kertas yang ditulis Mirza barusan. Ternyata gaya tulisannya mirip! Pak Johan juga mengungkapkan semua pembicaraan di kios tukang kunci tadi. Termasuk tentang pertemanan Mirza dengan seorang penjahat jaringan spesialis pencuri motor.

Tak satupun kata terucap kembali dari mulut Mirza.

”Yang namanya kejahatan cepat atau lambat pasti akan terungkap. Kebohongan tak akan selamanya bertahan.” kata Sri pelan tapi dalam artinya.

”Tega sekali kamu Rif!” kata Mas Yudha

Tiba-tiba Mirza meloncat ke arah Sakti dan bersimpuh. Ia meminta maaf sampai suaranya terdengar sampai luar ruangan. Ia melakukan ini karena harus menutup biaya pengobatan ibunya yang harus cuci darah seminggu sekali. Ia berulang kali berucap tentang kekhilafannya itu.

Sri lalu mencoba menggambarkan proses pencurian.

”Pak Mirza ini telah bekerja sama dengan spesialis pencuri motor. Sebenarnya ia sudah berenca mencuri motor tersebut selama seminar berlangsung, tapi karena pagi harinya ia melihat katup lubang kunci tertutup, ia lalu mengurungkan niatnya. Namun ketika Mirza tahu bahwa Sakti tidak menutup katup itu setelah mengambil kopyah, ia lalu melanjutkan rencananya.

Dengan SMS saja saya kira mudah untuk menjalankan suatu rencana jahat. Temannya lalu datang dengan kunci cadangan tersebut lalu ia juga dibekali dengan KIK palsu buatan Pak Mirza. Ia keluar dari parkiran FTP dengan mudahnya karena petugas umumnya hanya melihat sepintas KIK itu. Dengan helm tertutup, ia sudah bebas lepas.”

Pak Mirza membenarkan penjelasan Sri itu.

- - -

Saat perjalan pulang, aku bertanya kepada Sri, kenapa dari awal ia sudah curiga kepada Mirza. Ia lalu menjelaskan tentang gerak-gerik Mirza yang janggal, mulai dari yang grogilah, nyampar kursi, pegang gelas teh gemetaran, meminum teh terburu-buru walau ngerti kalau panas, jaket tidak dilepas meski cuaca gerahnya minta ampun, berulang kali melihat jam dan dari tatapan serta nada bicaranya.

Sangat disayangkan. Persahabatan mesti terkoyak karena belum ada komunikasi yang baik. Bila komunikasi baik, tentu segala permasalahan akan dapat terselesaikan.

.::.

-cerita ini gabungan fiksi dan fakta2 lapangan

-semua nama hanya fiksi

-jangan dipraktekkan aksi curinya!

-harap bila dibaca pihak UGM, segera dibenahi keamanan kampusnya.

^^

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun