Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Waspadai Manuver JK pada Megaproyek Listrik 35 Ribu Megawatt

23 Agustus 2015   11:08 Diperbarui: 23 Agustus 2015   12:18 1951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Manuver Rizal Ramli (RR) yang memulai debut kariernya di Kabinet Kerja Jokowi dengan upaya melakuan otokritik terhadap sejumlah program pemerintah rupanya masih berbuntut panjang. Jk menuntut Jokowi untuk memecat RR, jika tidak ingin 'cerai.' Hal ini tentu masih terkait langsung dengan tantangan frontal RR terhadap bos-nya, Wakil Presiden Yusuf Kalla untuk mengadakan debat terbuka tentang realistis tidaknya target pemerintahan JKW-JK untuk membangun pembangkit listrik sebesar 35.000 megawatt. Pasalnya, JK masih menyimpan amarah dan mengancam cerai dari Jokowi, jika Jokowi tidak memecat RR. Hal ini diungkapkan oleh pengamat politik senior dari Universitas Indonesia (UI), Prof. Tjipta Lesmana. Meskipun pihak istana belum memberikan klarifikasi terkait polemik ini, isu ancaman JK ini pantas untuk dikritisi. Jika omongan Prof Tjipta bisa dipercaya, pertanyaannya: mengapa JK masih ngotot agar RR harus dipecat, padahal terkait polemik ini RR sudah ditegur dan dikatakan bahwa persoalan sudah selesai? Apakah hanya persoalan etik dimana JK merasa tersinggung karena dikritik/ditantang bawahannya sendiri? Persoalannya mungkin tidak sesederhana itu. Sangat boleh jadi ada sesuatu yang lebih esensial dan substatif di balik ancaman JK untuk cerai dari JKW jika RR tidak dipecat. Apakah itu? Inilah yang akan kita telusuri melalui tulisan ini.

Di Balik Megaproyek Pembangkit Listrik 35.000 Megawatt

Untuk mengatasi kekuarangan kebutuhan listrik masyarakat Indonesia, JKW-JK memasukan ketersediaan listrik 35.000 Megawatt sebagai salah satu proyek unggulan jangka panjang (sampai 2019) dalam Nawacitanya. Hal ini berarti, mulai dari 2015-2019, pemerintah bersama PLN dan swasta akan membangun 109 pembangkit; masing-masing terdiri 35 proyek oleh PLN dengan total kapasitas 10.681 MW dan 74 proyek oleh swasta/Independent Power Producer (IPP) dengan total kapasitas 25.904 MW. Dan pada tahun 2015 PLN akan menandatangani kontrak pembangkit sebesar 10 ribu MW sebagai tahap I dari total keseluruhan 35 ribu MW (http://listrik.org/)

Karena itu, langkah-langkah konsolidasi ke arah realisasinya sudah mulai dilakukan Jokowi-JK. Bagi Jokowi, proyek ini sangat penting dan realistis. Presiden menegaskan bahwa “Target 35 ribu MW bukan target main-main, itu realistis. Jadi harus dicapai dengan kerja keras,” tandas Joko Widodo. “Listrik yang cukup, adalah kunci bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” imbuhnya.

Namun, di tengah upaya-upaya JKW-JK untuk mulai mewujudkan proyek ini, bak petir di siang bolong, RR yang baru bergabung dan seharusnya menjadi ujung tombak JKW-JK untuk turut merealisasikan proyek ini, malah melontarkan kritikan pedas bahwa proyek ini terlalu ambisius karena tidak realistis. Bahkan RR menuduh ketersediaan listrik 35 Megawatt sebagai salah satu proyek unggulan pemerintah merupakan ambisi JK. Sontak saja, apa yang dilontarkan RR menuai reaksi pihak istana. JK yang menjadi sasaran tembak RR langsung membantah tudingan RR.

Tentu RR tidak asal njeplak ketika dia berani secara terang-terangan menantang JK yang adalah atasannya untuk berdebat soal ini ketika JK memberikan tanggapannya. Ia berani menuding JK dan bersedia berdebat dengan JK pasti bukan tanpa dasr. Mengapa? Karena maksud RR sebetulnya baik. Ia hanya mau mengingatkan jangan sampai ambisi proyek PLTU 35.000 MW menjadi ajang korupsi berjamaah, padahal dibiayai oleh utang luar negeri yang sangat besar yakni lebih dari 1.127 triliun rupiahOmongan RR ini bagaikan pedang bermata dua: mengingatkan pemerintah untuk tidak 'bermain' dengan uang rakyat/utang dalam upaya merealisasikan proyek ini yang melibatkan pihak swasta (menjadi ajang bancakan!) dan memberi peringatan kepada masyarakat Indonesia untuk serius ikut serta mengawasi perealisasiannya.

Di Mana Letak Peluang KKN yang Disentil RR dalam Megaproyek ini?

Dengan total daya 35.000 Megawatt yang akan menyerap dana lebih dari 1.127 triliun rupiah, proyek ini tidak bisa ditangani sendiri oleh pihak PLN. Karena itu, keterlibatan pihak swasta/IPP yang akan membangun 10.681 MW mutlak dibutuhkan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberi lampu hijau kepada perusahaan listrik swasta atau independent power producer (IPP) untuk memperbesar ruang bisnisnya di sektor ketenagalistrikan. Tak hanya diizinkan membangun pembangkit listrik, IPP juga diperbolehkan membangun jaringan transmisi listrik. Lebih lanjut, Sudirman Said mengatakan izin tersebut diberikan demi mengurangi beban PT PLN (Persero) dalam mendanai penyediaan infrastruktur ketenagalistrikan. "Transmisi juga akan dikerjasamakan dengan sawasta. Jangan sampai pembangkit selesai, tapi transmisi tidak ada," kata Sudirman, di kantor Kementerian ESDM, Rabu (15/7) (CCN Indonesia).

Bahkan Sudirman Said mengungkapkan kepada CNN Indonesia bahwa perluasan izin kepada perusahaan swasta di sektor ketenagalistrikan merupakan arahan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Mantan bos PT Pindad (Persero) ini menegaskan, selain memberikan izin untuk membangun jaringan transmisi, JK juga meminta persoalan penyediaan lahan diselesaikan segera. "Kemarin 16 kabupaten ketemu untuk cari bottlenecek dan Mendagri hadir. Kami akan lakukan lagi bicara detail dengan kabupaten," tuturnya.

Masih kepada Media yang sama, Sudirman Said juga membeberkan bahwa JK telah mengurangi porsi tanggung jawab PLN yang sedianya akan membangun 10.000 Megawat menjadi 5000 Megawatt. Sudirman mengungkapkan, berkurangnya porsi PLN dalam proyek pembangkit 35 ribu MW tak lepas dari arahan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dengan demikian, perusahaan listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) diberi kesempatan untuk membangun pembangkit hingga 30 ribu MW.

Sepertinya, meskipun tudingan RR berusaha dibantah oleh Wapres JK. Dari informasi ini JK terlihat yang 'paling ngotot' untuk merealisasikan proyek ini secepatnya dengan cara semakin banyak memberikan porsi kepada pihak swasta yang bergerak di sektor energi khususnya yang bergerak di dalam bidang kelistrikan. Tentu hal ini bisa dipahami karena telah diatur di dalam sejumlah regulasi misalnya: UU 12/2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014, Peraturan Menter ESDM 1/2015 tentang Kerja Sama Penyediaan Tenaga Listrik Dan Pemanfaatan Bersama Jaringan Tenaga Listrik, Peraturan Menteri ESDM 3/2015 tentang tentang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik Dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik Dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMG, Dan PLTA Oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Melalui Pemilihan Langsung Dan Penunjukkan Langsung. Semua regulasi ini merupakan sarana yang disediakan pemerintah untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pihak swasta untuk ambil bagian dalam menyediakan listrik bagi negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun