Mohon tunggu...
Faiz Nur
Faiz Nur Mohon Tunggu... Wiraswasta - pelajar, tetap pelajar, dan selalu belajar

Mahasiswa, tertarik menulis (sastra dan ilmiah) dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pantulan Kaca yang Tak Sempurna

10 November 2017   02:52 Diperbarui: 10 November 2017   04:42 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

matahari mengintip di arah timur, disambut suara ayam yang berkokok gagah dari segala arah, juga hewan-hewan ternak yang berteriak dengan suara  yang beragam. memaksa mata ini terbuka dan kembali dari alam mimpi menuju kehidupan nyata. Mata sudah terbuka sangat lebar, rasa kantuk sudah hilang sepenuhnya, namun tubuh ini enggan bangkit dari tempat tidur ini. Entah mengapa, begitu berat untuk bangun dan menjalani aktivitas.

sampai panas matahari mulai terasa panas, aku tetap tidak beranjak dari tempat tidurku. Suara pintu yang terketuk seketika membangkitkanku dari tempat tidur untuk segera membuka pintu yang kunci dari dalam. Dari balik pintu derlihat ibu yang sedang membawa dua piring, tanda masakan sudah siap untuk pagi ini. beberapa ini aku lebih banyak berdiam di dalam rumah, ibu pun tak pernah menegur sikapku yang mengurung diri bahkan tak lagi pergi kesekolah, meskipun sebentar lagi aku harus mengikuti ujian nasional tingkat SLTA.

Apa yang saat ii kulahkukan bukan tanpa alasan. Sebelumnya aku jarang berada dirumah, waktuku lebih banyak kuhabiskan bermain diluar bersama teman-teman. Dan semua mulai berubah ketika suatu malam terdengar suara mobil berhenti didepan rumah, kemudian terdengar suara sepatu berjalan cepat dan disusul bunyi ketukan keras pada pintu depan. rasa penasaran membuatku bangun dan cepat-cepat membuka pintu, disusul kedua orang tuaku dari belakang, dan seketika seluruh tubuhku gemetar, melihat banyak prajurit bersenjata lengkap berada didepanku dan langsung masuk menghadap kedua orang tuaku, aku sudah tak bisa mendengar suara apapun dengan jelas, hanya bisa berdiri dengan setengah sadar. Tiba-biba ayahku dibawa keluar dengan paksa tanpa sepatah kata pun diucapkan padaku. Dan dengan cepat prajurit dan kendaraannya pergi dan menghilang di kejauhan, ayahku yang terbawa pun juga ikut menghilang, ibuku menunduk dalam tangisan semu. Aku tak berani bertanya apapun melihat apa yang terjadi, dan hanya bisa bertanya-tanya dalam hati hingga pagi dan entah sampai kapan.

Pagi setengah gelap aku masih duduk diruang tamu tanpa cahaya, baru setelah ibu menyalakan lampu dan melihat aku, dia mendekat dan duduk disampingku dia bicara beberapa kata saya "ayahmu dituduh menyelewengkan dana. namun aku tidak yakin, sebab aku tau ayahmu adalah orang yang amanah" setelah itu dia bangkit san beraktivitas seperti biasa. Aku yakin ayahku tidak salah, tapi berita tentang kejadian malam itu menyebar keseluruh kelurahan hingga teman sepermainanku pun ikut memperbincangkan. Sejak itu aku dihina dan dicap sebagai anak pencuri, aku tak bisa membantah walau aku yakin itu tuduhan salah. Aku hanya memilih menyendiri atau mengurung diri dirumah.

 Memang anak adalah cerminan dari orang tua, namun tidak semua terpantul persis seperti orang tua. Ada banyak hal yang bisa menciptakan perbedaan antara anak dan orang tua misal pendidikan, lingkungan dan pengalaman. Itulah yang aku jadikan dasar untuk menguatkan diri dan mencoba bangkit dari tekanan ini, "ayahku tidak salah, dan aku juga tidak perlu malu, walau pun jika memang salah kan tidak semua kaca maemantulkan bayangan yang serupa" ucapku dalam hati, dan sejak itu aku beranikan diri keluar menghadapi cacian dan hinaan apapun.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun