Mohon tunggu...
Faizatunnisa Gonibala
Faizatunnisa Gonibala Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Hanya seseorang yang ingin belajar.

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Bahaya di Tengah Pengguna E-Commerce

1 Januari 2022   14:23 Diperbarui: 1 Januari 2022   14:30 1073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
E-commerce yang dapat diakses kapan saja dan di mana saja memudahkan masyarakat (foto : UMY/Faizatunnisa Gonibala).

Teknologi informasi dan komunikasi saat ini terus berkembang dan tak henti-hentinya mengalami inovasi. Salah satu dari sekian banyak produk inovasi teknologi ini adalah perdagangan elektronik atau electronic commerce (e-commerce).  E-commerce merupakan penggunaan internet dan komputer dengan browser Web untuk membeli dan menjual produk (McLeod Pearson 2008 : 59). 

Aplikasi layanan e-commerce juga terus bermunculan dan sangat mempengaruhi kebiasaan hidup manusia, tak terkecuali, masyarakat Indonesia. Menurut survey We Are Social pada April 2021, tercatat bahwa sebanyak 88,1% pengguna internet di Indonesia memakai e-commerce. Faktanya, angka ini merupakan yang tertinggi di dunia.

Tidak bisa kita pungkiri bahwa adanya e-commerce membuat hidup menjadi lebih mudah. Sebelumnya jika ingin membeli sepatu, kita harus merepotkan diri dengan keluar rumah dan menuju toko sepatu yang mustahil jika hanya mengunjungi satu toko saja. Tentunya sangat melelahkan untuk sekedar belanja dan cuci mata. Hal ini berbeda dengan keadaan sekarang. Jika menginginkan sepatu baru, kita hanya perlu membuka aplikasi e-commerce di smartphone atau PC, mengetik kata kunci, menggulir layar dari atas sampai bawah, dan voila! sepatu yang sesuai dengan selera dengan mudahnya kita dapatkan sambil duduk dan menyeruput teh hangat di pagi hari di teras rumah.

Dari semua kemudahan yang didapatkan, tentunya ada bayaran yang harus kita keluarkan. Dengan perkembangan e-commerce saat ini, timbul bahaya yang mengintai terkait dengan data pribadi pengguna. Pada prinsipnya, transaksi e-commerce dapat dikatakan seperti transaksi jual beli yang ada pada umumnya, tetapi hal yang membedakan yaitu kalau transaksi ini menggunakan media online sehingga keamanan dalam transaksi e-commerce sering menjadi masalah utama (Kurnia dan Martinelli : 2021).

Bahaya yang mengintai dibalik kemudahan e-commerce ini adalah penipuan dan pencurian data. Dalam menggunakan layanan e-commerce tentunya kita perlu memberikan data pribadi seperti nama lengkap, nomor telepon, alamat, dan sebagainya. Hal-hal tersebut sebenarnya bertujuan untuk memudahkan proses transaksi dari pembayaran hingga pengantaran barang/produk sampai ke alamat pembeli. Akan tetapi, data pribadi tersebut ternyata dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.

 Seperti yang kita ketahui, beberapa waktu lalu Indonesia sempat digegerkan dengan berita bahwa data pengguna salah satu e-commerce terbesar di Indonesia mengalami kebocoran. Walaupun pihak perusahaan e-commerce tersebut mengklaim bahwa data penting seperti kata sandi dan data pembayaran tetap aman, namun tetap saja, data-data seperti nama lengkap, alamat, dan identitas pribadi lainnya berhasil dicuri. Terlihat sepele, namun kita harus memahami apa saja kemungkinan bahaya yang harus kita hadapi saat data pribadi kita bocor tanpa sepengetahuan kita.

Masih banyak masyarakat yang terkesan tidak peduli dengan kebocoran identitas pribadi ini. Mereka beranggapan bahwa data diri mereka tidak terlalu penting dan tak ada yang perlu dikhawatirkan secara berlebih. Namun, tahukah anda bahwa data tersebut dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu? Kasus-kasus pencurian data orang lain untuk transaksi pinjaman online seharusnya sudah cukup untuk mengingatkan kita semua. Belum lagi seandainya ada oknum-oknum tertentu yang berniat buruk kepada kita, mereka dapat dengan mudah menemukan kita berdasarkan alamat yang diperoleh dari data diri yang dicuri tersebut.

Selain itu, dalam proses transaksi online tentunya kita tidak berhadapan langsung dengan penjual. Kita tidak akan melihat bentuk fisik produk maupun toko yang ada di e-commerce. 

Hal ini akan memudahkan oknum yang tidak bertanggungjawab untuk melakukan penipuan. Dilansir dari artikel CNN Indonesia sepanjang tahun 2021, Kementerian Kominfo menerima laporan aduan penipuan transaksi online sebanyak 115.756 laporan. Banyaknya masyarakat yang belum teredukasi tentang penggunaan transaksi online dengan baik dan benar menyebabkan hal ini terus terjadi. Pengguna yang belum teredukasi ini cenderung melakukan transaksi tanpa memperhatikan keamanannya.

Berbagai modus penipuan dilakukan oleh oknum-oknum tertentu di dunia siber. Modus-modus tersebut sebenarnya dapat diketahui dengan mudah jika pengguna sudah memahami proses transaksi di e-commerce. Menurut artikel dari Liputan6.com berikut ciri-ciri penipuan di e-commerce :

  • Harga barang jauh lebih murah
  • Akun medsos baru dibuat
  • Tolak bayar di tempat (COD)
  • Toko tak mau didatangi
  • Tolak kirim foto/video plus nama calon pembeli
  • Tak mau video call 
  • Informasi produk minim
  • Kalau tertipu, alasan barang tertahan Bea Cukai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun