Mohon tunggu...
Faisol  rizal
Faisol rizal Mohon Tunggu... Freelancer - akademisi, penulis lepas

Berbahagia dengan Membaca, Berbagi dengan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Teori Migrasi: Tilik Ramainya Tempat Wisata di Tengah Pandemi, Wisatawan Tak Takut Mati?

4 September 2020   20:55 Diperbarui: 4 September 2020   23:51 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak bulan April 2020, pemerintah daerah di berbagai wilayah di Indonesia mulai menerapkan peraturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal tersebut merupakan respon pemerintah untuk menanggulangi penyebaran COVID 19 atau Corona di Indonesia setelah pada tanggal 11 Maret 2020, WHO mengumumkan Corona sebagai pandemi global. 

Dengan diterapkannya peraturan tersebut mulai lah berbagai penyesuaian-penyesuain kegiatan masyarakat seperti ditutupnya perkantoran diganti dengan bekerja dari rumah (Work From Home), dihentikannya kegiatan belajar mengajar di sekolah diganti dengan pembelajaran online dari rumah, himbauan pelaksanaan kegiatan-kegiatan keagamaan untuk dilakukan di rumah masing-masing, ditutupnya pusat perbelanjaan seperti pasar dan mall, sampai dengan pemberlakuan lockdown di berbagai daerah. 

Semua upaya tersebut dilakukan tidak lain bertujuan untuk menekan persebaran Corona di Indonesia.

Dampak pemberlakuan PSBB yang bertujuan untuk menekan persebaran Corona tersebut, mau tidak mau membuat masyarakat harus terbatas dalam hal mobilitas. Pergerakan masyarakat semakin minimal serta dituntut untuk berada di rumah dalam waktu yang cukup lama. 

Masyarakat harus mampu beradaptasi dengan kebiasaan baru berupa aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan di rumah. Sejak pemberlakuan PSBB tersebut rumah adalah kantor bagi para pekerja dan gedung sekolah bagi pelajar.

Setelah sebulan lebih pemberlakuan PSBB tersebut, pada bulan Juni 2020 pemerintah mulai melonggarkan pemberlakuan PSBB dengan dimulainya era New Normal atau Kenormalan Baru. 

Kenormalan baru merupakan langkah percepatan penanganan COVID 19 dalam bidang kesehatan, sosial dan ekonomi. Tetapi dengan himbauan bahwa kenormalan baru tersebut harus mempertimbangkan kesiapan daerah dan hasil riset Epidemiologis di wilayah terkait. 

Dengan dimulainya kenormalan baru tersebut, berarti masyarakat memasuki pola hidup baru atau "berdamai" dengan Corona dengan diperbolehkannya melakukan aktivitas-aktivitas di luar rumah lagi tetapi dengan tetap mematuhi protokol kesehatan yang ada. 

Pemerintah pusat melalui kementrian kesehatan juga terus melakukan sosialisasi secara masif mengenai protokol beradaptasi dengan tatanan kenormalan baru. Tak hanya sampai disitu, penerapan pola kenormalan baru tersebut juga disertai dengan pendisiplinan protokol kesehatan yang dikawal oleh jajaran Polri dan TNI. 

Semua itu dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan kasus positif Corona di era kenormalan baru. Dengan dimulainya era kenormalan baru tersebut, masyarakat bisa melakukan aktivitas-aktivitas yang tidak bisa dilakukan sebelumnya di masa PSBB, seperti para pegawai yang sudah bisa memulai bekerja di kantor kembali serta sudah mulai beroprasi kembalinya pusat-pusat perbelanjaan seperti pasar dan mall.

 Geliat Wisatawan 

Merespon era kenormalan baru tersebut, tak hanya perkantoran dan pusat perbelanjaan yang dibuka. Berbagai tempat wisata juga turut dibuka kembali meskipun memunculkan kekhawatiran munculnya klaster baru dari sektor wisata.

Faktanya, hal itu tak membuat berbagai tempat wisata sepi pengunjung. Beberapa tempat wisata di berbagai daerah justru malah dipadati oleh wisatawan baik wisatawan lokal maupun wisatawan yang datang dari luar daerah. 

Fenomena ini sangat menarik untuk dicermati karena era kenormalan baru bukan berarti bahwa pandemi COVID 19 telah selesai. Melainkan langkah percepatan penanganan COVID 19 dalam bidang Kesehatan, Sosial, dan Ekonomi. 

Era kenormalan baru  juga merupakan langkah lanjutan untuk memulihkan ekonomi dan menyelamtakan Indonesia dari ancaman resesi. Termasuk memulihkan kembali geliat perekonomian dari sektor wisata yang hampir sempat lesu dihantam wabah pandemi COVID 19. 

Dengan belum menurunnya tren kasus positif COVID 19 di Indonesia sampai dengan bulan Agustus, lantas faktor apa yang membuat berbagai tempat wisata ramai dengan pengunjung di tengah tren kasus positif COVID 19 yang masih tinggi?

Migrasi: Dari di rumah saja ke tempat wisata

Untuk memahami fenomena ramainya berbagai tempat wisata tersebut, ada satu sudut pandang yang bisa dipakai, yaitu mengenai Migrasi. Migrasi bisa diartikan sebagai bentuk perpindahan penduduk dengan tujuan menetap dari satu tempat ke tempat lain. 

Konsep mengenai migrasi ini semakin hari semakin berkembang tidak hanya untuk memahami peristiwa perpindahan penduduk dalam lingkup tempat menetap, tetapi juga mulai diaplikasikan untuk memahami fenomena-fenomena lain seperti fenomena prilaku perpindahan konsumen dari satu produk ke produk lainnya dalam bidang pemasaran.

Fenomena ramainya tempat wisata di era kenormalan baru juga bisa kita cermati dengan menggunakan konsep migrasi. Terlebih dengan konsep migrasi yang telah diperbarui seperti Push-Pull-Mooring (PPM) Theory yang dikembangakan oleh Everet S. Lee (1996), Bogue (1997), dan Moon (1995). 

Dalam teori PPM, terdapat tiga faktor yang bisa menjelaskan mengenai perpindahan, yaitu faktor dorong, faktor tarik, dan faktor tambat. 

Faktor dorong merupakan faktor negatif yang mendorong seseorang untuk meninggalkan suatu tempat, faktor tarik merupakan faktor positif yang menarik seseorang untuk mengunjungi suatu tempat, sedangkan faktor tambat merupakan faktor yang bisa memperkuat tekad seseorang untuk mengunjungi suatu tempat.

Dari teori PPM, kita bisa memahami mengenai fenomena ramainya tempat wisata saat ini. Masa PSBB selama beberapa bulan yang membatasi aktivitas dan menuntut masyarakat untuk tetap tinggal di rumah saja cukup membuat jenuh dan stres karena kegiatan yang sangat terbatas di rumah. 

Ketika memasuki era kenormalan baru, berbagai tempat wisata mulai disiapkan berbagai fasilitasnya serta dipercantik kembali untuk menarik wisatawan. Kemudian, media sosial juga dibanjiri dengan berbagai informasi menarik dibuka kembalinya berbagai tempat wisata di berbagai daerah. 

Selain itu, tak sedikit juga teman-teman di lingkup media sosial yang membagikan foto dan cerita menarik mereka setelah mengunjungi tempat-tempat wisata di era kenormalan baru.

Kejenuhan dan stres masyarakat yang dialami selama masa PSBB bisa dipahami sebagai faktor dorong, kejenuhan dan stres tersebut lah yang setidaknya memunculkan keinginan dan harapan masyarakat agar masa PSBB segera berakhir. 

Sedangkan semakin teratur dan cantiknya berbagai tempat wisata menyambut era kenormalan baru merupakan faktor tarik. Hal ini lah yang memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk datang ke tempat wisata. 

Tak cukup sampai disitu, banjirnya media sosial dengan berbagai foto destinasi wisata atau cerita pengalaman wisata dari lingkup teman di media sosial juga merupakan faktor tambat yang membuat masyarakat semakin kuat keinginannya untuk mengunjungi tempat wisata di era kenormalan baru. 

Pada akhirnya, kita bisa sedikit memahami bahwa ramainya tempat wisata di tengah tren kasus positif COVID 19 yang masih tinggi bukan karena masyarakat tidak takut mati. 

Oleh sebab itu, Peran pemerintah untuk selalu menghimbau masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan, serta kesadaran masyarakat untuk taat kepada protokol kesehatan sangat penting di tengah fenomena ramainya tempat wisata saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun