Mohon tunggu...
Faisal yamin
Faisal yamin Mohon Tunggu... Nelayan - Belajar menulis

Seorang gelandangan pikir yang hobi baca tulisan orang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ide Itu Ada, Hanya Perlu Keberanian Mengeksekusinya

3 Juli 2021   03:42 Diperbarui: 3 Juli 2021   03:52 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menulis. Dok/Tempo Institute/Ijar Karim

Setiap kita punya bakat, punya kreativitas. Gali dan temukan lalu mulailah mencintai bakat dan kreativitas itu. Jika bakat dan kreativitas anda pelukis maka cintai dan mulai prosesnya.

Begitu juga dengan menulis, mulai prosesnya dengan sabar, tekun dan selalu semangat. Sekali menulis itu gampang susah tapi saya yakin jika kita mencintainya maka kita akan merasa mudah saja dalam menjalaninya. Satu hal penting bahwa kita harus berani melakukan.

                               ***

Siang itu, di atas trotowar depan kampus saya dan beberapa teman duduk. Kami bercerita lepas dan banyak hal yang kami bahas. Mulai dari tanya kabar sampai pada tema-tema yang serius. Mereka adalah Akbar, Ahmad dan Irma, rekan saya waktu masih menjadi mahasiswa dulu. Lama tidak bertemu, sejak saya menyelesaikan studi dan memelih balik ke kampung menghabiskan banyak waktu di sana. Hari itu kami dipertemukan kembali.

Mereka yang juga junior saya itu kini tampil gaga dengan cakrawala pemikiran yang luas. Setiap pembahasana baik itu Ekonomi, sosial politik juga pendidikan sangat di kuasai oleh mereka.  Melihat kemajuan mereka tentu saya bersyukur, bagi saya ini adalah anugera ketika mereka yang dulu diabaikan karena terkesan lamban menyerap materi yang di sampaikan. Kini tampil dengan kepercayaan diri juga dengan kerendahan hati.  

Satu hal yang saya yakini, bahwa Tuhan selalu membuka hati bagi siapa saja yang ingin berusaha. Dan ketiga teman saya itu adalah jawaban dari keyakinan itu. Diskusi kami lancar dengan gagasan brilian dari mereka yang mengalir bak air sungai bergerak cepat tanpa hampatan menuju hilir. Ketika membahas pendidikan, saya sesekali mengkontekskan realitas yang saya temui. Dimana konsepsi yang tidak searah dengan realitas. Lebih-lebih pada tujuan pendidikan yang lebih bermuara pada kongnitif.

Pembahasan itu semakin jauh dan terlampau jauh. Menakar pemikiran yang tidak selaras dengan keadaan tentu banyak kritik yang keluar dari kepala mereka. Pembahasan demi pembahasan kami lalui, sampai pada pembahasa tentang dunia kepenulisan. Disini lagi-lagi sikap pesimisme diri masing-masing mereka muncul.

Ahmad bilang, hal yang tersulit bagi dia sampai saat ini adalah ketidakmampuan dia mengkonversi gagasan di kepalanya menjadi sebuah tulisan. Tatkala mendapat ide yang muncul dan hendak memilih menulis, dia seakan gagap seketika. Hal yang sama juga di keluhkan oleh Irma bahwa ide liar berserabutan di kepala, hanya saja cara eksekusinya yang belum.

"Saya bingung harus nulis dari mana. Sekali saya hendak menulis, seketika itu gagap menghujami." Ucap Akbar.

Mendengar keluhan mereka, tentu saya paham betul. Hal yang mereka alami persis seperti yang saya alami dulu. Awalnya juga buntuh, kaku dan entah dari mana memulainya. Beruntung saya punya guru yang selalu memotivasi saya dan bisa keluar dari titik itu dan mulai menulis. Sekali saya sudah lebih dulu mengembar di dunia tulis menulis, namun disini  saya tidak pernah menganggap diri saya sebagi seorang penulis. Saya masih terus belajar dan terus membaca karya dan tulisan para penulis.

Saya lalu bilang ke mereka, yang mereka alami itu sama seperti saya dulu. Gagap buntuh dan entah mulai dari mana. Namun satu hal yang saya yakini, jika kita punya keinginan dan mau berusaha pasti ada jalan. Berbicara itu seperti menulis, bedanya menulis itu menggunakan kata berbicara menggunakan lisan. Jadi kita bisa menulis berangkat dari pengalaman kita sehari-hari.

Saya mengandaikan, ketika kita mengunjugi suatu pulau yang sangat indah. Tentu ada banyak kesan dan pengalaman yang kita dapatkan. Dari situ kita punya kisah untuk nanti di ceritakan ke teman-teman dan keluarga kita. Andai kita adalah seorang yang gemar menulis maka opsi yang pilih untuk menceritakan kisah itu dengan bahasa tulis. Sebaliknya, jika seseorang pembicara maka opsi yang dia tempuh menceritakan kisahnya dengan bahasa lisan.

Baik berbicara atau menulis, keduanya sama-sama menceritakan. Bedanya hanya lisan dan tulisan. Jadi tidak ada alasan untuk bilang kita tidak bisa menulis. Semua itu hanya keberanian dalam mengeksekusi. Semantara jika melihat jangkauan menulis dan berbicara, saya bisa bilang menulis punya jangkauan lebih luas dari berbicara.

Betapa tidak, orang tidak akan tahu dengan cepat siapa itu Pramoednya, Jk Rowling, Goenawan Mohamad jika karya-karya mereka itu di kemas dalam betuk berbicara. Karena karya itu di kemas dalam bentuk tulisan, sekali sudah puluhan tahun kita masih bisa menikmatinya sekarang.

Tidak heran ketika Pramoedya berkata bahwa," Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." Menulis adala kerja keabadian. Dia selalu di lihat, dinikmati dan dikenang dalam waktu yang lama.

Jadi mari mulailah berani menulis dari hal-hal sederhana yang kita temui di sekelilingi kita. Sebagaimana yang disarankan JK Rowling si penulis Harry Potter, "mulailah menulis dengan hal-hal yang kamu ketahui. Tulislah tentang pengalaman dan perasaamu sendiri." Jika kalian merasa malas dan susah, disini saya menceritakan sedikit tentang kisa si penulis Harry Potter itu.

JK Rowling itu satu dari sekian banyak penulis besar dunia. Dia adalah penulis yang menggugah semangat. Dia sukses dengan dunia Harry Potter yang di buatnya. Siapa sangkah, dunia yang dia bangun itu penuh kesusahan dan butuh waktu lama. Dia menyelesaikan bukunya Herry Potter itu dalam kondisi depresi. Dia menulis sambil mengurusi anaknya seorang diri. Tidak sampai situ, penderitaannya masih berlanjut ketika tulisannya selesai. Dia banyak mendapat penolakan dari penerbit terhadap bukunya.

Andai saja dia memilih diam dan tidak menulis seperti kita, mungkin Herry Potter itu tidak ada. Namun dia tetap punya kepercayaan diri, punya kegigihan dan semangat yang meluap-luap. Dia tidak berhenti dan tetap berusaha hingga membuakan hasil. Buku yang di tulisnya paling laris sepanjang masa, dan kini telah diterjemahkan ke dalam 73 bahasa.

Benar apa yang di katakan oleh Paramoedya bahwa "Semua harus ditulis, apa pun. Jangan takut tidak dibaca atau tidak diterima penerbit. Yang penting, tulis, tulis, dan tulis. Suatu saat pasti berguna." Jadi JK Rowling saja bisa kenapa tidak kita bisa seperti dia. Kenapa kita tidak berani untuk bisa melahirkan karya besar. Ide itu ada tinggal perlu keberanian kita mengeksekusinya. Buang jau-jauh baik dan buruk, tugas penulis itu mengungkapkan, dan menceritakkan. Bagus dan tidak selebihnya urusan pembaca.

Mendegar kata-kata saya, mereka bertiga mengaguk pelan. Saya memilih untuk memotivasi, tidak menujukan formulasi menulis. Maklum saya bukan penulis profesional dan masih terus belajar bersama mereka. Bagi saya formulasi akan di dapat, terpenting adalah bagaimana merawat keinginan dan kecintaan pada menulis. "Nulis saja, jangan pikir macam-macam. Nulis dan baca karya orang, suatu saat kau akan temukan ciri dan gaya tulisanmu." Kata guru saya.

Saya juga berpesan kepada mereka bahwa menulis dan membaca itu ibarat mata koin yang tidak bisa dipisahkan. Kita tidak mampu menulis jika kita belum membaca. Dengan membaca, kita mampu memperbanyak kosakata dikepala. Sebagaimana Goenawan Mohamad berpesan, "bahwa penulis itu temanya adalah membaca dan menulis." Jadi membaca dan membaca, dengan begitu proses menulismu akan lebih muda.

"Ide itu seperti bola, dia datang dari mana saja. Tinggal kita yang mengolanya dengan baik dan cerdik. Lalu melihat peluang kapan kita bisa mengeksekusinya menjadi tulisan." Ucap saya sebelum mengakhiri pertemuan kami.
                                ***
Beberapa waktu kemudian Akbar menghubungi saya lewat via watsapp. Dia bilang sekarang dia suda menulis beberapa tulisan yang telah dia muat dalam blok pribadi miliknya. Menyusul Irma yang memberi tahu dia mengikuti sebuah pelatihan menulis cerpen anak.

Dia dan beberapa temanya juga sudah merencanakan untuk menggarap beberapa cerpen anak. Saya sangat senang, bisa berbagi dan mereka bisa memulainya. Setelah beberapa hari informasi saya terima dari mereka. Ahmad pun mengirim pesan singkat.

"Kak, saya coba menulis puisi tapi tidak jadi. Cerpen juga demikian. Mohon bagi formulanya."

Ah, saya juga sampai kini masih mencari formula terbaik untuk cerpen dan puisi saya.

Ternate, 3 Juli 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun