Pemerintah menetapkan harga baru untuk bensin premium dan solar mulai 5 Januari 2016. Harga premium turun 2 persen dari Rp 7.400 per liter menjadi Rp 7.250 per liter yang berlaku untuk Jawa dan Madura. Harga di luar Jawa untuk primum lebih murah Rp 100 per liter sebagaimana sekarang. Harga solar diturunkan sebesar 11,2 persen, dari Rp 6.700 per liter menjadi Rp 5.950 per liter.
Bersamaan dengan pemberlakuan harga baru, pemerintah mengutip "dana ketahanan energi" (DKE) sebesar Rp 200 per liter untuk Premium dan Rp 300 untuk Solar. Harga eceran sudah termasuk Pajak Petambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen yang masuk ke pemerintah pusat dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) sebesar 5 persen yang merupakan pajak daerah (pemerintah provinsi).
Tanpa DKE, harga Premium adalah Rp 7.250 - Rp 200 = Rp 7.050. Jika unsur pajak dikeluarkan, maka harga premium Rp 6.130. Itulah harga yang di dalamnya sudah tidak lagiada subsidi.
Sulit melakukan perbandingan harga "duku-dengan-duku" dengan negara tetangga karena hanya Indonesia yang masih menggunakan RON 88 (bensin Premium). Malaysia misalnya, jangankan RON 88, RON 90 (setara Pertalite) dan RON 92 (setara Pertamax) saja sudah tidak dikonsumsi. Kualitas terendah yang mereka pakai ialah RON 95 (setara Pertamax Plus).
Pemerintah Malaysia telah menetapkan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berlaku mulai 1 Januari 2016. Semua jenis BBM turun dibandingkan dengan Desember 2015. Harga solar (deisel dengan kadar sulfur 0,25%) turun 15,8 persen. [Perlu dicatat, kadar sulfur dalam solar di Indonesia 0,35%.] Harga RON 95 turun sebesar 5,1 persen. Jadi, penurunannya lebih banyak ketimbang Indonesia.
Dengan harga premium yang baru nanti, kalau dibandingkan dengan Malaysia, konsumen seharusnya memperoleh bensin yang jauh lebih berkualitas, yaitu Pertamax Plus.
Alih-alih menurunkan harga lebih jauh, malahan pemerintah mengenakan DPE yang belum jelas duduk perkaranya.
---
Ilustrasi:Â AFP PHOTO / SONNY TUMBELAKA (Kompas.com)