Mohon tunggu...
fayruuzalsya
fayruuzalsya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Alazhar Indonesia

MC

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Menyelesaikan Konflik Sibling Rivalry dengan Pendekatan Bimbingan Konseling Islam

30 Januari 2024   00:49 Diperbarui: 30 Januari 2024   00:53 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Dalam kehidupan sehari-hari, keluarga menjadi pondasi penting dalam membentuk karakter dan nilai-nilai anak-anak. Namun, seringkali kita dihadapkan pada dinamika yang kompleks, salah satunya adalah sibling rivalry atau persaingan antar-saudara. Fenomena ini tidak jarang menimbulkan ketegangan di dalam rumah tangga, mempertanyakan keharmonisan keluarga.
Banyak orangtua yang merasa kebingungan dan kewalahan ketika dihadapkan pada konflik antar-saudara. Hal ini menjadi semakin menarik untuk ditelusuri, mengingat perlunya pendekatan yang bijak dalam menanggapi dinamika keluarga. Dalam konteks ini, bimbingan konseling Islam muncul sebagai pencerahan, menawarkan kerangka kerja yang memadukan nilai-nilai keislaman dengan solusi kontemporer.

Tantangan terletak pada pemahaman mendalam tentang bagaimana bimbingan konseling Islam dapat menjadi kunci untuk meredakan ketegangan dalam sibling rivalry. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana integrasi nilai-nilai Islam dapat membentuk fondasi yang kuat dalam mengatasi konflik antar-saudara, serta memberikan arahan praktis bagi orangtua dan konselor.

Melalui langkah-langkah konkrit dan pencerahan dari prinsip-prinsip keislaman, diharapkan artikel ini dapat memberikan pandangan baru tentang cara mengelola persaingan antar-saudara secara positif. Dengan demikian, kita dapat membangun keluarga yang kokoh, berakar pada nilai-nilai spiritual, dan mampu menciptakan lingkungan harmonis untuk perkembangan anak-anak dengan penuh kasih sayang.

PEMBAHASAN
Keluarga adalah suatu unit yang terkecil dari masyarakat, terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang hidup terkumpul dan tinggal di sebuah tempat serta satu atap dalam keadaan saling ketergantungan satu sama lain, mulai dari anak bergantung kepada ayah, ibu, kakak, abang ataupun sebaliknya dan semua saling membutuhkan. Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi seorang anak, sehingga kedudukan sebuah keluarga dalam perkembangan psikologis seorang anak sangatlah dominan (Andriyani, 2016).

Keluarga, sebagai lembaga yang mendasari kehidupan sosial, memegang peran sentral dalam membentuk karakter, memberikan dukungan emosional, dan memfasilitasi pertumbuhan individu. Hubungan keluarga yang harmonis merupakan dambaan setiap para pasangan suami istri yang memulai kehidupan untuk berkeluarga, Namun seiring berjalannya waktu dan salah satu anjuran menikah yaitu mendapatkan keturunan sesuai dengan dalil Al-Qur'an surah Al-Furqan ayat 74
 

Artinya : Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami, pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Furqan: 74).

Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu tujuan menikah yaitu untuk mendapatkan keturunan. Dengan hal tersebut terciptalah sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.  Ada pepatah mengatakan "Banyak anak banyak rezeki" membuat para sepasang suami istri menerapkan hal tersebut dan terciptalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, kakak dan adik.
Banyak hal yang tentunya berubah dalam suatu keluarga, penyesuaian kondisi setelah menikah dan menjadi sepasang suami istri, lalu beradaptasi dengan memiliki satu orang anak dan menyesuaikan diri setelah dikaruniai anak kedua. Namun akan hal tersebut tentunya menjadi faktor terganggunya keharmonisan keluarga yang diciptakan dari anak sepasang suami istri tersebut.

Contoh Seorang kakak yang merasa cemburu terhadap  adiknya dan menganggap adik sebagai penyebab hilangnya beberapa perhatian dan kasih sayang yang selama ini ia terima dari orang tua. Kecemburuan sang kakak pada adik ini, merupakan suatu hal yang dapat menyebabkan konflik pertengkaraan dan persaingan yang negatif antar saudara (sibling rivalry).

Menurut Cholid (2004),  sibling rivalry adalah perasaan permusuhan, kecemburuan, dan kemarahan antar saudara kandung, kakak atau adik bukan sebagai teman berbagi tapi sebagai saingan. Sibling rivalry atau persaingan antar saudara kandung merupakan suatu persaingan atau kompetisi berupa perasaan permusuhan, kecemburuan, kemarahan, dan kebencian antara saudara kandung, kakak atau adik, dalam memperebutkan kasih sayang dan perhatian orang tua. Sibling rivalry sangat umum terjadi pada orang tua yang mempunyai dua anak atau lebih yang dirasakan sejak anak usia tiga tahun.
Dampak sibling rivalry terhadap saudara yang pertama yaitu agresi. Hurlock (1989 : 211) mengemukakan dampak sibling rivalry pada anak yaitu serangan agresi pada saudara dan merusak barang milik saudara yang dapat dikategorikan agresi. Yang kedua yaitu tidak mau berbagi dengan saudara. Apabila anak memiliki perasaan iri atau bersaing dengan saudaranya maka ia akan cenderung lebih memikirkan diri sendiri dan enggan untuk berbagi dengan saudaranya. Yang ketiga yaitu tidak mau membantu saudara. Perasaan bersaing dengan saudara biasanya diwujudkan dengan tidak mau saling membantu dan bekerja sama dengan saudaranya. Yang keempat yaitu mengadukan saudara. Saling mengadukan kesalahan yang diperbuat oleh saudaranya merupakan sikap yang ditunjukkan supaya anak dapat dilihat lebih hebat dan menjadi pemenang.

Penanganan Sibling Rivalry dalam Bimbingan Konseling Menggunakan Teori Kontemporer & Islam
Albert Ellis mengembangkan Pendekatan Konseling Rational Emotive Behavior pada tahun 1962, didasari oleh filsafat eksistensialisme yang bertujuan memahami manusia dalam keadaannya yang sebenarnya. Menurut Willis (2004:75), aliran ini menolak pandangan psikoanalisis yang menyatakan bahwa gangguan emosional disebabkan oleh peristiwa atau pengalaman individu. Ellis berpendapat bahwa emosi tidak dipicu oleh peristiwa eksternal, melainkan tergantung pada interpretasi yang diberikan terhadap peristiwa tersebut. Dalam Kamus Istilah Konseling dan Terapi, Rational Emotive Behavior dijelaskan sebagai rancangan terapeutik yang menekankan berpikir rasional sebagai tujuan utama. Pendekatan ini mencoba memodifikasi keyakinan irasional yang dapat merugikan dalam konsekuensi emosional dan perilaku. Secara singkat, klien didorong untuk menggantikan ide tidak-rasional dengan yang lebih rasional, serta mengembangkan pemecahan masalah dalam kehidupan (Mappiare, 2006:276).

Pandangan pendekatan Rational Emotive Behavior dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis, yaitu ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu dikenal dengan konsep atau teori A -- B -- C. A (Antecedent event) adalah keberadaan fakta, suatu peristiwa, tingkah laku atau sikap seseorang. A merupakan segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap individu lain. B (belief) yaitu keyakinan individu tentang A yang merupakan keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (belief rational atau Br) dan keyakinan yang tidak rasional (belief irational atau Bir). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau sistem keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi produktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan atau sistem berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan karena itu tidak produktif. C (consequence) adalah konsekuensi atau reaksi emosional seseorang; bisa positif dan bisa pula negatif. C merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecedent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variabel dalam bentuk keyakinan (B).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun