Mohon tunggu...
Muhammad Faiq Haqqoni
Muhammad Faiq Haqqoni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pencari Ilmu sepanjang ruh masih di badan

Tafakur, Tadabbur, Tasyakur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembuktian Isra Mi'raj Dalam Dimensi Sains

1 Maret 2022   20:11 Diperbarui: 1 Maret 2022   20:13 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

haqqoni.id

"Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat." [QS. Al-Isra : 1]

Kebenaran Islam sering dipertanyakan dari sudut pandang ilmiah, dan metode ilmiah yang digunakan saat ini adalah metode ilmiah Barat yang sekuler. Inilah sebabnya mengapa bias sering muncul. Untuk melihat Islam secara ilmiah, perspektif harus dibangun dari perspektif Islam.

Dalam Islam, ada dua pendekatan yang dapat digunakan, yaitu pendekatan rasional-spekulatif-idealistis dan pendekatan rasional-empiris. Metode pertama adalah metode filosofis, yaitu metode yang digunakan untuk teks-teks yang berkaitan dengan persoalan metafisika, dalam hal ini termasuk peristiwa mi'raj Nabi Muhammad. Dari Masjidil Aqsha hingga Sidrat al-Muntaha, tidak perlu jawaban empiris karena keterbatasan porsi manusia; yang kedua adalah metode ilmiah, metode nash yang berkaitan dengan sunnatullah (ayat kauniyah), nash hukum yang bersifat perintah dan larangan dan sejarah masa lalu umat manusia.

Terjadi nya peristiwa Isra Mi'raj dari Masjidil Haram-Masjidil Aqsha (jarak 1.239km) kemudian dilanjutkan ke Sidratul Muntaha dalam waktu semalam pada tanggal 27 Rajab. Merupakan peristiwa yang maha dahsyat sehingga mengundang terjadinya pertentangan besar kaum kafir quraisy saat itu bahkan sampai dengan detik ini. Ada yang mengatakan bahwa itu hanya sekedar mimpi nya dan bualan Nabi saw, ada yang mengatakan itu hanya ruh nya saja tanpa jasad Nabi, dan bantahan-batahan lainnya.

Bahkan tidak sedikit pula orang-orang yang mengatakan bahwa mereka lebih percaya dengan sains ketimbang agama. Karna sains merupakan fenomena alam (desceription of nature) yang mengakui segala yang sudah diteliti secara mutlak (absolute) yang berlandasan akal (ratio) dan panca indra (empiris) semata yang mana daya jelajah dan penelaahnya berada pada jangkauan akal pikiran manusia dan ini yang baru dianggap benar. Maka segala sesuatu yang tidak bisa di buktikan secara ratio-empiris semua tertolak dalam kacamata sainstifik modern (barat), padahal peristiwa isra mi'raj ini merupakan peristiwa yang sublim.

Dalam ilmu filsafat Islam, selain mengakui kebenaran secara ratio-empiris, ilmu pengetahuan Islam juga mengakui sumber lain, yaitu berita shadiq (benar), wahyu, dan pernyataan otoritas keilmuan. Satu hal lagi, intuisi (kebanaran). Oleh karena itu, Islam memiliki 4 nalar pengetahuan: akal, panca indera, berita shadiq dan intuisi.

Namun jika dilihat dari perspektif keilmuan Islam, masalahnya berbeda, masih ilmiah dan benar, karena dalam konsepsi Islam, sains selain memiliki paradigma deduktif-induktif, juga mengakui paradigma transendental, yaitu Mengakui kebenaran dari Tuhan. Mengakui bahwa hal-hal metafisik (seperti keberadaan Tuhan, malaikat, kebangkitan, surga, neraka, dll.) adalah kebenaran agama yang tidak memerlukan bukti empiris, tetapi pertanyaan metafisik adalah nyata. Ini semua adalah Kebesaran dan Keagungan-Nya dan merupakan suatu mukjizat untuk hamba-hamba pilihan-Nya. kita sebagai seorang muslim apabila dipertemukan dengan kondisi diluar nalar manusia, namun telah lengkap standar 4 nalar pengetahuan cukup kita sami'na wa ato'na. Dan inilah nama nya iman, karna iman tempat meyakini ketika akal pikiran manusia tidak mampu untuk melaahnya.

Inilah yang menyebabkan Abu Bakar mendapatkan gelar As-Shidiq (yang membenarkan), tatkala para kafir quraisy tidak mempercayai Nabi saw, mereka bertanya kepada para sahabat nabi dengan tujuan untuk mengoyangkan keimanan dan keislaman mereka, ada beberapa sahabat yang sudah mulai goyang akan cerita dari Nabi, karna memang kejadian yang dahsyat ini tidak pernah bisa terpikirkan oleh mereka dimasa itu. Akhirnya mereka bertanya kepada Abu Bakar yang saat itu menjadi orang yang disegani dengan maksud untuk semakin menyudutkan kaum muslimin. Namun siapa sangka ternyata Abu Bakar menjawab dengan kepercayaan yang amat tinggi "Jika Ia berkata demikian, maka itu adalah benar". Abu Bakar tidak pernah berfikir bagaimana Nabi bisa selamat dari daya tarik bumi, terhindar dari gesekan panas di lapisan bumi, bisa bernafas di atas langit, serta pikiran metafisika lainnya. Inilah yang kemudian Allah abadikan dua manusia terbaik dalam Az-Zumat ayat 33:

"Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan orang yang membenarkannya, mereka itulah orang yang bertakwa."

Suatu ketika Amr bin Ash bertanya kepada Nabi Saw. "Siapa orang yang kau cintai?. Rasulullah menjawab: 'Aisyah'. Aku bertanya lagi: 'Kalau laki-laki?'. Beliau menjawab: 'Ayahnya Aisyah' (yaitu Abu Bakar)" (HR. Muslim)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun