Mohon tunggu...
Mohammad Fahrul Ilham
Mohammad Fahrul Ilham Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi 23107030060 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Seseorang yang memiliki minat besar di dunia olahraga dan entertainment-nya, serta bertekad kuat untuk berkarir sukses di bidang tersebut.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Eksistensi Jamu Tradisional di Pasar Beringharjo Yogyakarta

24 Mei 2024   23:15 Diperbarui: 25 Mei 2024   10:43 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerbang masuk utama Pasar Beringharjo Yogyakarta, (sumber: Dokumentasi Pribadi)

Terselip di Antara Keindahan Pakaian Pernikahan dan Keajaiban Kerajinan: Eksistensi Jamu Tradisional di Pasar Beringharjo Yogyakarta

Tak Jauh dari ramainya hiruk piruk wisatawan di Jalan Malioboro, terdapat sebuah tempat perbelanjaan tradisional yang sangat terkenal di masyarakat, yakni Pasar Beringharjo, pasar ini banyak memperjualbelikan beraneka macam barang dagangan mulai dari tekstil, batik, pakaian, kerajinan tangan, souvenir, rempah-rempah, makanan dan minuman tradisional, hingga barang-barang kebutuhan sehari-hari. 

Pasar Beringharjo sendiri memiliki dua bangunan yang terletak di sisi Timur dengan tiga lantai yang diperuntukkan untuk penjualan berbagai macam jenis kerajinan, souvenir, dan kebutuhan sehari-hari, seperti sandang dan pangan, dan sisi Barat dengan dua lantai yang dikhususkan untuk penjualan makanan dan minuman baik tradisional maupun kekinian. Untuk sisi Barat ini merupakan bangunan baru yang dibangun untuk merelokasi para penjual yang sebelumnya berjualan di palataran Jalan Malioboro.

Papan nama penanda lokasi lantai satu blok dua Pasar Beringharjo, (sumber: Dokumentasi pribadi)
Papan nama penanda lokasi lantai satu blok dua Pasar Beringharjo, (sumber: Dokumentasi pribadi)
Menulusi lebih mendalam Pasar Beringharjo sisi Timur, tepatnya di lantai satu blok dua, terdapat sekitar delapan Los yang memanjang di samping kiri dan kanan akses jalan yang banyak menjual pakaian dan perlengkapan pernikahan khas jawa, seperti berkap, blangkon, dan kebaya yang kerlap-kerlip. Selain itu, juga terdapat beberapa kios yang menjual pernak-pernik kerajinan dan souvenir, seperti gelang dan aksesoris rambut.

Penjual jamu, Tumi  berfoto dengan pembeli jamunya, (sumber: Dokumentasi Pribadi)
Penjual jamu, Tumi  berfoto dengan pembeli jamunya, (sumber: Dokumentasi Pribadi)
Menariknya, tepat di bagian depan tangga bawah lantai dua pada blok ini, terdapat seorang penjual yang menjual jamu. Hal ini cukup mencuri perhatian di mana di antara mewahnya pernak-pernik yang terpampang, terdapat kearifan lokal yang tetap dijaga. Penjual jamu tersebut bernama Tumi, seorang nenek berusia 62 tahun. Tumi sudah berjualan jamu selama 48 tahun, dimulai dari ketika dirinya berusia 14 tahun hingga saat ini. Di antara jamu yang ia jual, yakni kunyit asem atau kunir asem, beras kencur, jamu buat pegal-pegal (pegal linu), jamu yang berasa manis, dan jamu pahit yang berupa ramuan khusus.


Aneka macam jamu yang dijual Tumi, (sumber: Dokumentasi Pribadi)
Aneka macam jamu yang dijual Tumi, (sumber: Dokumentasi Pribadi)
"saya berjualan sudah sangat lama, sudah dari umur 14 (tahun) sekarang sudah 62 (tahun)", untuk jamunya, kunyit asem ada, pegal-pegal ada, yang manis juga ada, dan ada yang sangat pahit itu ramuan", ujar Tumi saat ditanya salah seorang pembeli.

Awal mula berjualan, Tumi menceritakan kalau sebelum berjualan jamu seperti sekarang ini, dulunya sempat berjualan mie ayam dan bakso di swalayan Mirota Kampus. Cuma, setelah anak-anaknya bekerja membuat dirinya tidak bisa selalu berdekatan dengan mereka dan sekarang di blok tersebut dirinya berjualan sendiri sehingga memilih untuk berjualan jamu.

"Saya itu dulu jualannya mie ayam dan bakso di Mirota Kampus Jalan Godean, sekarang kan karena anakku sudah lepas semua (bekerja semua), terus setelah di sini Saya hanya sendiri dan milih untuk jual jamu", tutur penjual jamu itu mengingat pertama kali berjualan.

Mengenai lama waktu berjualan, Tumi menjelaskan bahwa dirinya berangkat ke pasar dari jam 7 pagi dan pulang sekitar jam setengah 11 atau tepat 11 siang.  Dirinya pun mengklaim bahwa jamu ramuannya dapat bertahan hingga satu minggu bahkan 10 hari karena dijelaskan kalau bahan-bahan yang dipakai dalam pembuatan jamunya itu menggunakan bahan yang sudah matang, seperti kunyit dan asamnya.

"berangkatnya pagi jam 7, pulangnya jam 11.. setengah 11 udah, jamu Ini semua matang, ini asamnya matang, terus kunyitnya matang jadinya tahan lamanya satu minggu..10 hari", terang Tumi lagi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun