Mohon tunggu...
Fahrizal Muhammad
Fahrizal Muhammad Mohon Tunggu... Dosen - Faculty Member Universitas Prasetiya Mulya

Energi Satu Titik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

PJJ, Social Distancing, dan Kehangatan Keluarga

23 Maret 2020   12:18 Diperbarui: 23 Maret 2020   12:22 1939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi fahrizal muhammad

Kedua, jarak personal (personal distance). Inilah wilayah kerabat, sahabat, dan teman dekat. Jarak fisik yang dicatat dan ditawarkan Hall antara 45-75 cm (jarak terdekat) dan 75-120 cm untuk jarak terjauh. Hall yakin, inilah jarak ternyaman berbicara dengan mereka.

Ketiga, jarak sosial (Social Distance). Ini jarak psikologis. Kita biasanya cemas ketika melanggar batasnya. Mengapa begitu? Jarak sosial ini sebenarnya memberikan “kesepakatan” kepada kita tentang batasan sebuah kelompok. 

Oleh karena itu, rentang terdekat jarak ini (1,2-2,1 meter) cocok ketika kita  bertemu seorang kenalan, orang yang belum terlalu dikenal dan belum akrab. Sedangkan jarak terjauh (2,1-3,6 meter) umumnya terjadi pada pertemuan di kantor dengan jumlah orang lebih besar. Perkembangan teknologi komunikasi memungkinkan kita memperluas jarak sosial dengan handphone dan media sosial.

Inilah jarak yang tengah ngehit sejak Covid-19 menyerang. Orang kembali diingatkan kembali akan konsep jarak sosial tersebut. Tentu, social distancing ini lebih “serius” daripada yang ditawarkan Hall. Mengapa? Bila pelanggar batas pada konsep Hall “hanya” berisiko tidak diakui kehadirannya oleh orang atau kelompok yang didatangi; Pelanggar social distancing era Covid-19 berisiko tertular atau menularkan virus yang belum ditemukan obatnya. Ini penuh risiko. 

Konsep social distancing ala Hall hanya tawaran dan kajian intelektual, tetapi sosial distancing Covid-19 adalah sebuah keharusan kemanusiaan. Mengapa? Ini menyangkut nyawa banyak orang. Hall mencatat, jarak sosial bisa berbeda di setiap kebudayaan. Namun, untuk kasus Covid-19, nampaknya semua sepakat, jarak terdekat kita dengan orang lain seharusnya seperti yang ditawarkan Hall. Bila semua orang berusaha sekuat tenaga untuk mematuhinya, diasumsikan penyebaran Covid-19 dapat ditekan.

Keempat, jarak publik (public distance). Inilah jarak dalam rentang antara 3,6-7.5 meter (terdekat) dan 7,5 meter lebih untuk jarak terjauh. Jarak ini mengingatkan kita pada jenis komunikasi massa. Jarak ini sangat bertolak belakang dengan jarak intim. 

Bila pada jarak intim bahasa verbal nyaris tidak diperlukan, justru pada jarak publik (di fase terdekat saja) bahasa yang digunakan lebih formal dan suara yang lebih keras. Wajarlah, bila semakin dekat jarak sosial kita dengan seseorang, maka bahasa kita semakin tidak formal bahkan tidak lagi verbal. Sebaliknya, semakin jauh jarak sosial kita dengan seseorang, maka bahasa kita semakin formal dan baku.

Pembelajaran Jarak Jauh

Salah satu konsekuensi logis dari diterapkannya social distancing adalah semua pranata sosial masyarakat harus menghentikan aktivitasnya. Yang paling dulu menyambut dan membuat kebijakan itu adalah sekolah, kampus, dan pesantren. Mereka memilih untuk melakukan kegiatan belajar mengajar dari rumah. Pembelajaran jarah jauh pun akhirnya menjadi lumrah.

Ada sejumlah hal menarik. Pertama, hilangnya kesempatan bertatap muka dan kenikmatan berproses bersama. Ruang kelas kehilangan ruh dan penghuninya. Tidak ada lagi keriuhan para siswa, santri, dan mahasiswa ketika belajar.  Akhirnya, teknologi komunikasi menggantikan itu semua.

Yang mampu diselenggarakan oleh pembelajaran jarak jauh adalah proses pengajaran, sedangkan proses pendidikan nyaris hilang. Kebersamaan, kepemimpinan, belajar tanggung jawab, penumbuhan sikap empati, dan sejumlah nilai karakter lainnya tak ada lagi. Yang ada hanya tugas dan pemenuhan target kurikulum. Saya khawatir, pola komunikasi yang terbangun pun menjadi transaksional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun