Mohon tunggu...
Fahri Ardiansyah
Fahri Ardiansyah Mohon Tunggu... Penulis -

Menulis adalah cara terbaik mengabadikan peradaban

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Menakar Kekuatan Politik Pilgub Sulsel 2018

12 April 2018   09:38 Diperbarui: 12 April 2018   09:48 1181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source : merdeka.com

Pasangan NH-Aziz, secara geopolitik diprediksi memiliki basis kuat di wilayah Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, dan luwu raya yang terdiri dari 4 kabupaten. Nurdin Halid yang diketahui merupakan keturunan Bone dan juga berdarah Wajo, praktis menempatkan dirinya sebagai unggulan teratas di daerah ini. Begitu halnya dengan figur Aziz di Luwu raya serta partai pengusung yang pada beberapa teritori ini, bisa dikatakan cukup kuat.

Sedangkan pasangan Agus-Tanribali ditelaah memiliki basis tradisionalnya masing-masing. Apalagi posisi Agus sebagai incumbent wakil gubernur yang tentu saja memiliki basis loyalis yang tak sedikit. Begitu halnya dengan Tanribali yang memiliki backgroound militer yang secara praktis menjadi kekuatan tersendiri dalam hal popularitas. Secara geopolitik, Agus mewakili Ajatapareng, sedangkan Tanribali dikenal memilki basis massa di Bone sebagai tanah kelahirannya. Selain itu, Tanribali juga dikenal sebagai putra mantan Gubernur Sulawesi Selatan Achmad Lamo dan ia pun pernah menjabat sebagai plt Gubernur Sulawesi Selatan tahun 2008. Tentu kolaborasi keduanya akan saling melengkapi dan diprediksi banyak pihak akan memberikan perlawanan di perhelatan politik Sulsel.

Untuk pasangan NA-AAS, jika merujuk pada geopolitik, diduga memiliki basis dukungan di daerah Bantaeng, Bone, Soppeng, pare-pare, pangkep, dan kabupaten tetangga bagian selatan seperti jeneponto, Bulukumba, dan Kepulauan Selayar. Nurdin Abdullah memiliki garis keturunan Bone, Bantaeng dan Soppeng. Setidaknya memberikan modal tersendiri untuk meningkatkan popularitas dan akseptabilitasnya dengan cepat di wilayah tersebut. Begitu juga dengan Pare-Pare, daerah dimana Nurdin sempat menghabiskan masa sekolahnya bersama keluarga. Andi Sudirman Sulaeman menjadi figur tepat karena mempunyai basis keluarga yang kuat di wilayah Bone yang merupakan tempat tinggalnya.

Figur lainnya, berasal dari pasangan IYL-Cakka. Loyalis klan Yasin Limpo yang terkenal mengakar di masyarakat Sulawesi Selatan tentu menjadi aspek yang mewakili betapa kuatnya representasi pemetaan geopolitik milik Ichsan Yasin Limpo. IYL memiliki basis kuat di daerah Gowa, Takalar, Jeneponto, Makassar, Tana Toraja, dan Toraja Utara. Sedangkan Andi Muzakkar mewakili kekuatan pemilih di daerah Luwu Raya dan yang terkuat di kabupaten Luwu atas dedikasi pengabdian sebagai bupati dua periode.

Meskipun di tanah Gowa sempat mengalami perpecahan sebab ihwal pilkada Gowa sebelumnya dan beberapa kebijakan yang dianggap bersinggungan dengan potensi konflik kerajaan Gowa. Namun, interaksi kedaerahan masih tetap kuat membudaya di daerah berjuluk kota bersejarah ini. Hasil ini dipengaruhi pula oleh kekuatan simpul massa dari gubernur SYL yang dikenal mempunyai karakter kuat di masyarakat, tidak hanya di Gowa tetapi di berbagai daerah di Sulawesi Selatan.

Patron-Klien

Identitas geopolitik bukanlah satu-satunya faktor berpengaruh dalam politik Sulsel. Memahami dan menjelaskan fenomena demokrasi dan perpolitikan kini rasanya tidak mungkin dilakukan tanpa dengan memahami budaya dan relasi-relasi sosial yang sebenarnya sudah lebih dulu hadir di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan.

Relasi-relasi sosial apa yang sudah terlebih dahulu hadir di Sulawesi Selatan akan mendasari sistem kekerabatan yang terjadi. Hubungan sosial-budaya pada tradisi masyarakat Sulawesi Selatan umumnya lebih mementingkan kekerabatan daripada ideologi partai atau ideologi organisasi. Apalagi konteks demokrasi dalam politik masih merupakan persoalan baru yang mengisi kehidupan mereka sehari-hari.

Dari berbagai sumber penelitian, hubungan patron-klien atau patronase (patronage) di Sulawesi Selatan masih menunjukkan gejala keberadaanya, terutama di wilayah pedesaan. Literatur ilmiah di akhir abad 19 yang ditulis P.J.Kooreman (pegawai kolonial Belanda) dalam jurnal Indische Gids mengistilah keadaan faktual patronase sebagai volgelingzijn (kepengikutan). Oleh Scoot (1972) didefinisikan sebagai pertukaran antara individu yang lebih tinggi kedudukannya secara ekonomi dan sosial, dengan individu yang lebih rendah kedudukannya ini merupakan hubungan yang harus dibina oleh kedua belah pihak.

Demikian halnya Pelras di tahun 1980an, Ahimsa-Putra di tahun 1990an, dan juga Lampe yang melakukan penelitian di kalangan nelayan masyarakat Sulawesi Selatan yang masih menemukan pola hubungan patron-klien yang sama. Oleh karena itu, peta persaingan pilgub Sulsel tidak hanya melibatkan cerita di atas permukaan atau sekedar potret deretan baliho, stiker, dan sorak media cetak atau elektronik semata. Tapi lebih dalam, ia akan mengungkit peran dari hubungan sosial masyarakat yang ada di Sulawesi Selatan berdasarkan hubungan kekerabatan.

Relasi patron klien politik Sulsel dapat dianggap sebagai model dominasi. Kandidat yang memiliki dominasi atas modal, pekerja, mesin, tanah, perdagangan, jasa, otoritas elit birokrasi/desa, dan sebagainya yang dianggap sebagai alat kontrol hubungan menjelang pemilihan Gubernur Sulsel. Hal yang bisa membuat jaminan subsistensi menjadi dasar ketergantungan yang turut memperbudaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun