Mohon tunggu...
Fahri Ali Ashofi
Fahri Ali Ashofi Mohon Tunggu... Lainnya - Anak masa lalu

Fahrialiashofi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kisruh Politik: Demokrat Bukan yang Pertama dan Terakhir

8 Maret 2021   03:03 Diperbarui: 8 Maret 2021   06:44 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keberhasilan mendaratkan trah Soekarno membawa efek yang baik untuk partai PDI di pemilu 1987, PDI berhasil menaikkan elektabilitas dengan memperoleh 10 persen suara atau setara 40 kursi. Lalu, di masa Pemilu 1992, PDI mendapatkan 14 persen dukungan yang setara 56 kursi di pemilu 1987. 

Kehadiran trah Soekarno ke dalam tubuh PDI dirasa mampu mengobati kerinduan simpatisan dengan Soekarno. Sehingga di akhir cerita, keberadaan Megawati di lingkaran PDI meresahkan pemerintah periode Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto. 

Pada 21 Juli 1993, Kongres IV PDI di Medan memilih Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI. Namun, jabatan ini tidak disetujui oleh beberapa pihak. Alasannya, Soerjadi terlibat dalam aksi penculikan kader sebelum kongres berlangsung, tujuh saksi menuding Soerjadi sebagai dalang penculikan dan penganiayaan kader PDI bernama Edi Sukirman dan Agung Imam Sumanto.

Efek dari situasi itu berimbas kepada suara Soerjadi sebagai ketua umum dan mendapatkan penolakan sebagian besar kader PDI. Dan pada akhirnya pada bulan Agustus 1993, Menkopolhukam Soesilo Sudarman pada saat itu mengatakan Kongres Medan tidak sah dan memutuskan menggelar kongres luar biasa (KLB) PDI di Surabaya (selanjutnya KLB Surabaya).

Kegagalan Kongres IV PDI di Medan, memunculkan nama Megawatai Soekarnoputri yang didukung warga PDI untuk menjadi ketua umum karena dianggap sanggup menjadi tokoh pemersatu PDI. Hal tersebut, membuat pemerintah merasa khawatir dengan fenomena itu. Pemerintah mengadang langkah Megawati dengan menerbitkan larangan mendukung pencalonan Megawati dalam Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar pada 2-6 Desember 1993 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur.

Namun hasil yang diperoleh adalah sebaliknya, keinginan sebagian besar peserta KLB untuk menjadikan Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDI tidak dapat dihalangi. Megawati pun dinyatakan sebagai Ketua Umum DPP PDI periode 1993-1998 secara de facto. Pada Musyawarah Nasional (Munas) 22-23 Desember 1993 di Jakarta, secara de jure Megawati Soekarnoputri dikukuhkan sebagai Ketua Umum DPP PDI.

Konflik internal PDI tetap terjadi setelah berakhirnya Munas. Kelompok Yusuf Merukh melawan Fatimah Achmad yang mendapatkan dukungan pemerintah masa Orde Baru. Dukungan yang diberikan oleh pemerintah Orba melancarkan dilaksanakannya menyelenggarakan Kongres pada 22-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan, dan menetapkan  kepemimpinan Soerjadi dan Buttu Hutapea. 

Pasukan Megawati melayangkan protes kepada pemerintah, demonstrasi pendukung Megawati pun sulit dihindarkan, hingga lahirlah tragedi 27 Juli 1996 bernama peristiwa Akronim dari Kerusuhan dua puluh tujuh Juli  disingkat kudatuli. 

Setelah peristiwa bersejarah itu, Megawati dan pasukan setianya melakukan aktivitas sebagai pengurus DPP PDI walaupun berpindah dari satu tempat ketempat yang lain. Selain itu, Megawati mengambil sikap dengan tidak melakukan kampanye nasional atas nama PDI pada tahun 1997 dan imbasnya suara PDI di bawah kepemimpinan Soerjadi melorot tajam dengan memperoleh suara 11 kursi di DPR. 

Tak lama setelah pemilu 1997 terjadilah peristiwa reformasi tahun 1998 untuk melengserkan Soeharto dari kursi Presiden yang telah di embannya 32 tahun. Peristiwa itu membawa angin segar untuk Megawati untuk melambungkan namanya dan partai PDI. 

Namun, lagi-lagi sikap pemerintah tetap konsisten mendukung kepengurusan DPP PDI Soerjadi dan sekjennya. Megawati pun mengubah nama PDI menjadi PDI perjuangan pada tanggal 1 Februari 1999 supaya dapat mengikuti Pemilu 1999. Nama ini disahkan oleh Notaris Rakhmat Syamsul Rizal dan kemudian dideklarasikan pada 14 Februari 1999 di Istora Senayan, Jakarta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun