Mohon tunggu...
fahri
fahri Mohon Tunggu... Mahasiswa

coba coba

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Konflik Lahan dan Perkebunan di Kalimantan Timur: Antara perusahaan dan Hak Masyarakat Lokal

7 Oktober 2025   21:40 Diperbarui: 7 Oktober 2025   20:52 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kalimantan Timur dikenal sebagai salah satu wilayah dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah di Indonesia. Hutan tropisnya menyimpan potensi besar bagi industri kehutanan, pertambangan, dan perkebunan kelapa sawit. Namun di balik pesatnya ekspansi perusahaan tersebut, muncul berbagai konflik lahan antara perusahaan, masyarakat adat, dan pemerintah. Konflik ini menjadi salah satu isu sosial-lingkungan paling serius di Kalimantan Timur dalam dua dekade terakhir.

Konflik lahan di Kalimantan Timur berakar pada tumpang tindihnya penguasaan tanah antara masyarakat lokal, dengan izin usaha yang diberikan pemerintah kepada perusahaan besar.

Banyak perusahaan perkebunan sawit, hutan tanaman industri (HTI), serta tambang batu bara memperoleh izin konsesi di lahan yang telah lama dihuni atau digarap masyarakat. Akibatnya, masyarakat kehilangan akses terhadap lahan pertanian, sumber air, dan hutan adat yang selama ini menjadi sumber kehidupan mereka.

Penyebab Utama Konflik

1. Tumpang Tindih Izin dan Lemahnya Tata Ruang

Pemberian izin usaha sering tidak memperhatikan keberadaan pemukiman atau tanah adat. Peta tata ruang daerah yang tidak sinkron dengan peta izin usaha menimbulkan tumpang tindih kepemilikan lahan.

2. Tidak Diakuinya Hak Masyarakat Adat

Banyak komunitas adat belum memiliki sertifikat atau pengakuan hukum atas tanah mereka, sehingga mudah digusur dengan dasar legalitas izin perusahaan.

3. Kepentingan Ekonomi dan Politik

Investasi besar di sektor perkebunan sering didorong oleh kepentingan ekonomi elit lokal dan nasional, sehingga aspirasi masyarakat sering diabaikan.

4. Kurangnya Pengawasan dan Penegakan Hukum

Meski ada regulasi seperti UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, implementasinya sering lemah. Banyak kasus penggusuran tidak ditindak tegas.

Kesimpulan

Konflik lahan dan perkebunan di Kalimantan Timur mencerminkan tantangan besar antara kepentingan perusahaan dan hak-hak sosial masyarakat. Jika tidak ditangani dengan adil dan berkelanjutan, konflik ini akan terus memperdalam ketimpangan sosial dan kerusakan lingkungan. Solusi terbaik terletak pada tegasnya pemerintah dalam memberi izin usaha dan meningkatkan pengawasan serta penegakan hukum yang jelas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun