Mohon tunggu...
Asywida Fahmi
Asywida Fahmi Mohon Tunggu... Freelancer - Engineer Freelance

Orang bodoh yang biasa belajar agar terlihat lebih bodoh

Selanjutnya

Tutup

Diary

Pentingnya Sebuah Prasangka

28 September 2021   18:31 Diperbarui: 28 September 2021   18:32 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bisa dibayangkan menganggur 2 bulan tanpa pekerjaan dan bodohnya saya menggantungkan pekerjaan hanya sebagai kuli proyek tanpa memiliki usaha lain. Belum lagi menghidupi seorang istri dan satu anak bayi perempuan.

Ketika itu rohani saya dilumuri rasa melankolis. Semua kemungkinan saya rasa hanya premis. Pikiran hutang, cicilan, paylater dan segalanya membuat saya semakin meringis. Plagmatis.

Tiba waktu Ashar, seperti biasanya saya ambil wudlu dan melakukan sholat dengan hati yang masih berprasangka jelek kepada Allah. Namun keanehan terjadi saat saya mengadahkan tangan untuk berdoa. Saya tiba tiba teringat dengan surat Al-Insyiroh yang saya baca di rakaat kedua tadi. 'Sesungguhnya di dalam kesulitan ada kemudahan'. 

Kemudian diulang kembali di ayat 6 'Maka sesungguhnya di dalam kesulitan ada kemudahan'. Jika Allah mengulang kalam-Nya dua kali, berarti manusia harus lebih intens untuk menggunakan akal dan pikirannya dalam menelaah ini. Perlahan hati saya seakan berbicara 'Jika saya pindah dari proyek yang ruwet ini, saya mungkin tidak mendapatkan apapun, namun jika saya membantu seorang yang dalam kesusahan (dalam hal ini PT EDM) mungkin kemudahan akan datang pada saya'.

Sontak saya kaget, ya Tuhanku aku terlalu berprasangka bodoh kepada-Mu. Bisa-bisanya saya mengucilkan kuasa-Mu. Padahal janji-Mu dalam kitab-Mu selalu nyata. 

Layaknya Wade Wilson di film 'Deadpool 2' ketika dia sadar jika dia takkan pernah bisa bersama Vanessa ke dimensinya sebelum menyelamatkan si Firefist dari percobaan pembunuhan kepada kepala sekolah mutan.

Kawan saya sebelumnya mengantuk kemudian menatap mataku dengan tajam. 'Apakah kamu Abu Nawas atau Musailamah Al Kadzab??'. Retorika tersebut saya jawab dengan renyah 'Saya Rumi, bukan yang ulama, tapi anaknya Ahmad Dhani'. Kami tertawa dan berkelakar satu sama lain. Diskusi asyik yang jarang sekali saya dapatkan belakangan ini dalam kesibukan bekerja dan berkeluarga.

-END-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun