Mohon tunggu...
Fahmy Radhi
Fahmy Radhi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pemerhati Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dilema Ekspor Minerba

9 Januari 2014   01:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:00 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Oleh Fahmy Radhi

Sejak zaman penjajahan Belanda hingga kini, ekspor Indonesia masih saja didominasi oleh komoditi natural resources dan sumber daya alam (SDA), tanpa diolah lebih lanjut di dalam negeri. Tidak mengherankan kalau hasil ekspor komoditi tersebut tidak memberikan nilai tambah yang signifikan bagi negeri ini.

Alihalih hasil SDA itu bisa memberikan kemakmuran sebesar-besarnya bagi rakyat, justru kepunahan SDA dan kerusakan lingkungan alamlah yang harus ditanggung oleh bangsa Indonesia. Indonesia pernah memiliki hutan yang terluas di dunia, namun kini hasil hutan tersebut tidak dapat dinikmati lagi lantaran hutannya sudah punah. Kepunahantersebutdisebabkanselama puluhan tahun hutan dieksploitasi secara besar-besaran, yang hasilnya diekspor dalam bentuk kayu gelondongan.

Menjelang kepunahan hutan Indonesia, pemerintahbaruberinisiatif untuk melarang ekspor kayu gelondongan dan mewajibkan untuk diolah di dalam negeri sebelumdiekspor. Namun, larangan tersebut sudah sangat terlambat, akibatnya komoditi olahan hasil hutan tidak dapat lagi diandalkan sebagaikomoditiekspor. Kondisi hampir serupa juga menimpa pada komoditi mineral dan batu bara (minerba). Menjelang kepunahan tambang minerba, pemerintah baru akan memberlakukan pelarangan ekspor minerba mentah.

Melalui UU No 4/2009 tentang Minerba, perusahaan pertambangan dilarang mengekspor ,inerba mentah tanpa diolah dan dimurnikan dalam kadar tertentu di smelterdalam negeri. Memang menjadi dilema pelarangan ekspor minerba mentah. Di satu sisi, pelarangan ekspor diharapkan akan mempercepat proses hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah terhadap hasil Minerba di Indonesia.

Namun di sisi lain juga, berpotensitidakhanyapenurunan produksi yang berdampak pada pemutusan hubungankerja (PHK) karyawan, tetapi juga dikhawatirkan menurunkan nilai ekspor Minerba yang akan memperbesar defisit neraca perdagangan Indonesia. Haruskah pemerintah menunda atau membatalkan pelarangan ekspor minerba mentah?

Penolakan Larangan Ekspor Minerba

Di tengah dilema itu, muncul penolakan masif terhadap larangan ekspor minerba mentah dari berbagai kalangan. Mulai perusahaan pertambangan, Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA), kepala daerah, hingga bank dunia. Freeport dan Newmont secara tegas menolak larangan ekspor sembari mengancam akan menghentikan produksi dan melakukan PHK puluhan ribu karyawannya.

Penolakan itu sepenuhnya didukung oleh IMA yang menilai tidak realistis pelarangan ekspor diberlakukan pada 12 Januari 2014, lantaran hanya sebagian kecil perusahaan pertambangan yang mengolah tambang di dalam negeri. Bahkan, ribuan pekerja perusahaan pertambangan juga melakukan aksi demo besar-besar untuk menolak larangan ekspor minerba mentah karena adanya ancaman PHK. Beberapa perusahaan pertambangan asing mengancam akan menggugat larangan ekspor ke tingkat Arbitrase Internasional.

Seakantidakmauketinggalan dalam membela kepentingan asing, Bank Dunia pun ikut bersuara keras meneriakkan penolakan larangan ekspor minerba. Menurut Bank Dunia, larangan ekspor minerba harus dibatalkan karena akan menurunkan volume ekspor hingga mencapai USD5 miliar, sekaligus menaikkanimpormesinyangdibutuhkan untuk pembangunan smelter, yang dikhawatirkan semakin memperburuk defisit neraca perdagangan Indonesia. Ironisnya, di tengah penolakan larangan ekspor minerba yang masif, sikap pemerintah justru tidak solid dan terkesan saling bertentangan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan bahwa implementasi UU No 4/2009 Minerba tidak akan diundur. Pasalnya, selain untuk mempercepat proses hilirisasi, juga terkait dengan proses renegosiasi kontrak antara pemerintah dan perusahaan pemegang kontrak karya dalam meningkatkan nilai tambah hasil tambang. Namun, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan terkesan tidak mendukung penerapan UU No 4 Tahun 2009.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun