Mohon tunggu...
Fahmi Ramadhan Firdaus
Fahmi Ramadhan Firdaus Mohon Tunggu... -

Constitutional Law Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gunung Es Revisi UU KPK

5 Maret 2017   16:36 Diperbarui: 6 Maret 2017   02:00 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : jogja.tribunnews.com

Sudah lebih dari setahun tak terdengar gaungnya, apa kabar Revisi UU KPK di parlemen dan istana? Terakhir tanggal 22 Februari 2016, presiden dan pimpinan sepakat untuk menunda pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ada yang aneh memang karena pembahasannya ditunda, yang berarti bisa saja sewaktu – waktu pembahasan diadakan kembali hanya untuk menjatuhkan KPK.  

Sebagai lembaga dari anak reformasi yang tak diharapkan kelahirannya. KPK punya kewenangan luas yang benar – benar harus dijalankan secara total. Namun dengan ada revisi undang – undang ini, posisi KPK malah akan dilemahkan.

Revisi UU KPK sudah lama masuk dalam program legislasi DPR. Setidaknya ada empat poin yang dianggap melemahkan :

•KPK harus minta izin Dewan Pengawas dalam penyadapan;

•KPK nantinya akan diawasi oleh Dewan Pengawas;

•KPK dapat menghentikan perkara (SP3);

•KPK hanya diberi kewenangan menangani perkara korupsi di atas Rp 50 miliar.

Terkait masalah penyadapan, sebenarnya Mahkamah Konstitusi sudah memberikan wewenang penyadapan kepada KPK, hal ini didasari karena kepentingan yang jauh lebih besar. Yaitu kepentingan negara. Alasan Hak Asasi Manusia sudah tidak bisa lagi dijadikan dasar untuk mengebiri kewenangan penyedapan, yah karena kepentingan nasional yang dilindungi. Penyadapan ibarat taringnya KPK, jika kewenangan ini dibatasi maka kekuatan lembaga ini hampir hilang separuh. KPK juga tak main-main dalam membuntuti seseorang yang diduka melakukan tindak pidana korupsi, tidak 1 – 2 hari bahkan bisa sampai setahun lebih.

Pemberian SP3 juga tidak ada urgensinya. Dalam setiap menangani kasus, KPK selalu berhati-hati melakukan penyelidikan. Adalah wewenang hakim yang memutuskan di pengadilan.

Adapun dengan dewan penasehat, ini bisa membahayakan posisi KPK dalam setiap penanganan kasus tindak pidana korupsi. Tidak ada dasar filosofis kalau selalu ada izin dalam menindak korupsi. Karena apabila dewan pengawas masuk substansi ini bisa berbahya. Padahal sejak awal berdiri KPK sudah punya independensi dan bebas dari intervensi dalam menangani kasus korupsi. Jika ada pengawas tak ada lagi kemandirian, harus lapor sana sini.

Lalu siapa yang menolak dan mendukung Revisi UU KPK ini? Penting untuk mengetahui karena ini berkaitan erat dengan spirit perlawanan terhadap korupsi, toh apakah kita mau diwakili oleh partai yang tidak pro pemberantasan korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun