Mohon tunggu...
Fahmi Ramadhan Firdaus
Fahmi Ramadhan Firdaus Mohon Tunggu... -

Constitutional Law Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kenapa Bawaslu Bisa Loloskan Mantan Koruptor?

2 September 2018   21:25 Diperbarui: 2 September 2018   21:31 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jember - Menjelang Pemilu 2019, terjadi banyak dinamika yang mewarnainya. Diantaranya, disahkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menjadi pro kontra dengan diaturnya Presidential Threshold dimana Gabungan partai politik harus mengantongi 20 persen kursi atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu 2014 lalu untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres. Selanjutnya diundangkannya Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 yang diawal menimbulkan pro kontra, karena mantan Koruptor tidak boleh mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.

Perdebatan kembali terjadi, Bawaslu tidak setuju dengan aturan ini karena dianggap bertentangan dengan UU Pemilu dimana tak diatur eks koruptor mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Harus kita pahami pembentukan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 didasari untuk menciptakan pemilu yang bersih dimana masyarakat memilih wakil mereka yang tidak pernah berkhianat kepada rakyat alias mantan koruptor.

Seperti kita ketahui, Bawaslu baru saja meloloskan lima orang mantan koruptor untuk menjadi bakal caleg di 2019. Mereka berasal dari Toraja Utara, Aceh, Sulawesi Utara, Rembang, Bulukumba, dan Pare Pare. Sebelumnya pada masa pendaftaran bacaleg, lima orang mantan koruptor tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh KPU karena merupakan eks koruptor.

Para pihak yang tidak terima dengan keputusan KPU tersebut akhirnya mengajukan sengketa pendaftaran ke Bawaslu. Dasar Bawaslu meloloskan kelima calon itu karena Bawaslu berpedoman pada Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 bukan PKPU Nomor 20 Tahun 2018. Sampai saat ini ada 11 gugatan sengketa pendaftaran yang diajukan, masih ada 6 sengketa yang belum diputuskan dan diprediksi akan bertambah banyak yang akan mengajukan gugatan, bisa saja yang diloloskan oleh KPU akan semakin banyak pula.

Banyak pihak yang menyayangkan keputusan Bawaslu karena dinilai mencederai semangat untuk menciptakan pemilu yang bersih. Sebenarnya ada cara yang lebih fair yang bisa dilakukan Bawaslu apabila tidak setuju dengan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yaitu dengan mengajukan uji materi terhadap PKPU ke Mahkamah Agung. Bawaslu hanya perlu menunggu karena sesungguhnya Mahkamah Agung sedang proses uji materi PKPU yang diajukan oleh Mantan Koruptor yang ingin menjadi wakil rakyat.

Polemik yang ditimbulkan oleh kedua lembaga negara ini menimbulkan kebingungan masyarakat, dikhawatirkan hal ini akan membuat pesimistis publik terhadap pemilu 2019 karena dianggap penyelenggara pemilu belum beres dengan urusan mereka sendiri. KPU sendiri harus menunda putusan Bawaslu sampai adanya putusan uji materi PKPU di Mahkamah Agung.

Sudah seharusnya sebagai masyarakat yang menginginkan pemilu ini menghasilkan wakil-wakil rakyat yang bersih dan berintegritas, mendukung PKPU Nomor 20 Tahun 2018 karena ini adalah upaya yang belum pernah dilaksanakan sebelumnya yang memberi jaminan koruptor tak akan menjadi wakil rakyat kembali. Beberapa kali negara ini melaksanakan pemilu, selalu saja kecolongan dengan terpilihnya kembali mantan koruptor.

*) Fahmi Ramadhan Firdaus
Asisten Peneliti Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) Fakultas Hukum Universitas Jember

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun