c. Tindak pidana korupsi
Tindak pidana korupsi yang sangat erat kaitannya dengan kajahatan jabatan ini, karena rumusan pada pasal 415 pasal penggelapan dalam KUHP diadopsi oleh UU No. 31 tahun 1999 yang kemudian diperbaiki oleh UU No. 20 tahun 2001, yang dimuat dalam pasal 8.
Pungutan liar memang merupakan penyakit korup dalam birokrasi Indonesia yang sudah membudaya dan sulit disembuhkan. Berbagai macam pola pemberantasan sudah diterapkan, tapi maling selalu satu langkah lebih maju sehingga hingga sampai detik ini pungli masih marak terutama di sektor pelayanan publik.
Ironisnya, perilaku tercela tersebut dipraktikkan secara terbuka, seperti yang dilakukan sejumlah pejabat-pejabat di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan. Dalam sebuah operasi tangkap tangan di dua ruangan di kementerian tersebut, polisi menemukan barang bukti uang tunai yang diduga merupakan setoran dari praktik pungli perizinan. Uang sebanyak Rp 95 juta ditemukan di dua lokasi berbeda di Kantor Kementerian Perhubungan.
Dalam penggerebekan beberapa waktu lalu, polisi juga menyita sejumlah buku tabungan dengan nominal mencapai Rp1 miliar. Hal ini menyita perhatian presiden sampai sampai ia turun langsung melakukan pemantauan peristiwa pungli ini. Pungli banyak terjadi dalam pelayanan publik terutama dalam bidang perizinan dan pembuatan dokumen.
Perlu kita pahami bahwa pemberantasan pungli bukan tak semudah membalikan tangan. Apalagi, penyakit birokrasi itu sudah menjadi kebiasaan sejak era kolonial. Akan tetapi, membiarkan praktik itu malah akan membuat keadaan semakin rumit. Yang harus pula didengar ialah pandangan dari sebagian kalangan masyarakat yang pesimistis bahwa Tim Operasi Pemberantasan Pungli hanya akan menindak pelaku-pelaku kelas teri belaka.
Menindak tegas pelaku pungli kelas atas, juga merupakan komitmen penuh dan instruksi langsung Presiden. Operasi Pemberantasan Pungli ialah kebijakan untuk memperkuat efek jera bagi koruptor dan calon koruptor dalam cakupan yang luas. Kebijakan tersebut sejalan dengan tujuan utama Komisi Pemberantasan Korupsi untuk membuat negeri ini lebih bersih dari kejahatan korupsi. Membiasakan yang salah dan menjadikannya budaya akan membawa segala dampak buruk bagi masa depan Indonesia. Generasi penerus hanya akan menerima beban berat untuk memperbaiki apa yang “pendahulu korup” mereka lakukan.
*) Fahmi Ramadhan Firdaus
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember