Mohon tunggu...
Fahmi Latif
Fahmi Latif Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis untuk belajar dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kreativitas Tanpa Batas

9 November 2017   10:16 Diperbarui: 9 November 2017   10:48 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah hampir dua tahun lamanya saya tidak pernah bersua dengannya, akhirnya di tahun 2011 saya dipertemukan kembali dengan sosoknya yang penuh canda tawa dan selalu menebar senyum kebahagiaan. Pertemuan kembali saat itu menjadi momen yang indah dan sulit untuk dilupakan karena kebersamaan itu berlangsung tidak satu dua jam atau satu dua hari tetapi selama lima belas hari. Ya, dua minggu lebih saya menikmati saat-saat kebersamaan dengannya dalam kegiatan Diklat Pra Jabatan. Dia adalah Pak Nunuk, begitu sapaan akrabnya.

Pertemuan pertama sekaligus perkenalan saya dengan Pria yang bernama lengkap Nunuk Riza Puji ini terjadi di tahun 2009 saat bermain futsal. Dan tak disangka tak dinyana, ternyata kita senasib, sama-sama mendapat peruntungan lolos Seleksi CPNS Kabupaten Pekalongan tahun 2010. Tetapi perbedaan formasi yang diambil membuat saya terpisah dengannya. 

Saat itu saya memilih Guru TIK SMA dan Pak Nunuk memilih Guru TIK SMK. Saat-saat kebersamaan dalam kegiatan Diklat Pra Jabatan itulah yang membuat saya semakin mengenal Sosok Pak Nunuk, kebetulan juga kami tergabung dalam kelas  dan kelompok yang sama...(Kalo sudah Jodoh memang takkan pergi kemana,hehehe).

Singkat Cerita, setelah kegiatan Diklat Pra Jabatan itu berakhir, hampir 6 tahun lamanya saya hilang kontak dengannya karena kesibukan masing-masing. Saya dikejutkan dengan kemunculannya dalam sebuah pemberitaan koran TEMPO. Ternyata saat ini Pak Nunuk ditugaskan di SMA Petungkriyono Kabupaten Pekalongan. Sebuah daerah pelosok, terpencil nan jauh disana. Tetapi dari sanalah Dia menjadi sosok yang lebih dikenal daripada sebelumnya. 

Beliau merupakan salah satu penggerak Komunitas Guru Belajar Pekalongan, dan melalui KGB inilah banyak Guru-Guru di Pekalongan yang belajar dari Beliau. Berikut adalah salah satu cerita pengalaman yang beliau bagikan kepada saya dan teman-teman Komunitas Guru Belajar di Pekalongan, juga dalam ajang Temu Pendidik Nasional KGB di Jakarta. Semoga bisa menjadi salah salah satu inspirasi semua guru di negeri ini.

"Saya akan awali dengan cerita kondisi sekolah dimana saya mengajar saat ini, SMA Negeri 1 Petungkriyono. Terletak di 1.300 Mdpl, di tengah-tengah hutan yang saat ini merupakan satu-satunya hutan alam yang tersisa di pulau jawa. Jumlah seluruh siswa di sekolah kami ada 115 orang dan jumlah guru ada 12 orang.

Ketika berbicara masalah tantangan pendidikan (saya lebih suka menyebutnya "tantangan" bukan "masalah"), dibanding daerah-daerah lain di Kabupaten Pekalongan, wilayah kecamatan Petungkriyono adalah salah satu kandidat juaranya. Mulai dari tantangan alam, seperti tanah longsor yang menjadi bencana langganan, pohon tumbang yang menghalangi jalan menuju sekolah, hujan yang datang hampir setiap hari, jalur jalan yang naik-turun-berkelok dan aspalnya rusak pula (bahkan ada juga yang belum beraspal), ditambah kalau kita beruntung bisa juga "ketemuan" sama owa jawa, lutung, atau babi hutan waktu berangkat/pulang sekolah hehehehe..

Setidaknya ada 2 hal yang menjadi tantangan saya ketika akan bekerjasama dengan siswa dalam rangka menggali potensi siswa di "sekolah atas awan", begitu saya menyebut SMAN 1 Petungkriyono, yaitu terbatasnya prasarana dan lemahnya semangat belajar Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Jika melihat gambaran sekolah seperti yang saya ceritakan diatas, terbayang kan bagaimana sarana dan prasarana (sarpras) yang ada di SMA yang siswanya hanya 115 orang dan gurunya 12 orang. Kami punya lab IPA tapi isinya hanya meja, kursi dan mikroskop saja. Kami punya lab komputer tapi isinya hanya ruangan kosong. 

Kami punya 2 ruang kelas yang tidak digunakan, karena minat belajar masyarkat yang masih minim sehingga enggan untuk menyekolahkan anaknya, akibatnya jumlah siswa kami tahun ini menurun. Salah satu ruang kami pakai untuk musholla karena sekolah belum bisa membangun musholla. Internet? Ada, tapi sudah 2 bulan mati karena alatnya tersambar petir.

Sarpras adalah salah satu objek yang sangat vital dalam mendukung tercapainya tujuan pembelajaran, kira-kira selama ini seperti itulah pemahaman guru tentang sarpras pembelajaran. Apalagi guru TIK seperti saya, agar pembelajaran lebih efektif dan efisien pasti butuh lab komputer yang lengkap dengan pendingin ruangan, perangkat komputer yang mencukupi sesuai dengan jumlah siswa, jaringan LAN, internet, dll. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun