Mohon tunggu...
Fahmi FathurRahman
Fahmi FathurRahman Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Indonesia

Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pidato Australia dan Thailand: Seruan Perdamaian di Sidang Umum PBB

14 Oktober 2025   02:52 Diperbarui: 14 Oktober 2025   09:43 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: UN General Assembly (UNGA)

Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNGA) ke-80 di New York tahun ini menjadi panggung penting bagi para pemimpin dunia untuk menegaskan posisi moral dan politik negaranya di tengah ketegangan global, termasuk tragedi kemanusiaan di Gaza. Dua di antara pidato yang mencuri perhatian datang dari Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dan Menteri Luar Negeri Thailand Sihasak Phuangketkeow, yang sama-sama menyerukan perdamaian namun berangkat dari landasan politik dan visi diplomasi yang berbeda.

Australia menempatkan dirinya dalam kerangka demokrasi liberal dan tatanan dunia berbasis aturan (rules-based international order), sedangkan Thailand menonjolkan multilateralisme, solidaritas kemanusiaan, dan peran regional ASEAN. Perbedaan tersebut mencerminkan karakter kebijakan luar negeri dua negara menengah di Asia-Pasifik yang sama-sama berupaya memainkan peran moral di tengah sistem internasional yang semakin terpolarisasi.

Dalam pidatonya, Anthony Albanese menegaskan komitmen Australia terhadap prinsip demokrasi, perdamaian, dan supremasi hukum internasional. Ia mengawali pernyataannya dengan ajakan kepada dunia untuk “bekerja bersama membangun perdamaian sejati, bukan sekadar menahan perang.” Albanese menekankan bahwa Australia akan terus memperkuat diplomasi, pertahanan, dan kemitraan strategis di kawasan Indo-Pasifik, terutama menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, ketegangan geopolitik, dan konflik bersenjata. Ia juga menyoroti perang di Ukraina dan situasi kemanusiaan di Gaza sebagai ujian bagi sistem internasional.

Terkait Gaza, Albanese menyampaikan bahwa Australia menyerukan gencatan senjata, pembebasan segera para sandera, dan penyaluran bantuan kemanusiaan bagi mereka yang membutuhkan. Namun, menurutnya, para teroris Hamas tidak boleh memiliki peran dalam masa depan Gaza. Pernyataan tersebut menggambarkan posisi hati-hati Australia: menolak kekerasan dan mendukung upaya kemanusiaan, namun tetap selaras dengan kebijakan sekutunya, terutama Amerika Serikat dan Inggris.

Pidato Perdana Menteri Australia. Sumber: UN Photo/Laura Jarriel
Pidato Perdana Menteri Australia. Sumber: UN Photo/Laura Jarriel

Di sisi lain, beberapa negara Eropa seperti Prancis, Inggris, dan Spanyol, telah mengambil langkah dengan mengakui negara Palestina dengan Two State Solution, meski dalam bentuk simbolik atau terbatas. Pengakuan ini menunjukkan bahwa komunitas internasional memiliki spektrum kebijakan yang berbeda terkait konflik Israel-Palestina, dari posisi berhati-hati dan koalisi pro-Barat seperti Australia, hingga posisi yang lebih menekankan legitimasi politik Palestina. Perbedaan sikap ini menegaskan kompleksitas diplomasi global dan tantangan bagi negara-negara menengah dalam menyeimbangkan nilai kemanusiaan, keamanan, dan aliansi strategis.

Pidato Albanese ini memperlihatkan wajah khas middle power diplomacy: tidak konfrontatif seperti negara besar, namun cukup tegas dalam menegaskan nilai-nilai universal. Dalam kasus Gaza, Australia berusaha menyeimbangkan antara tekanan moral publik internasional dan kepentingan strategisnya sebagai sekutu dekat Amerika Serikat.

Berbeda dengan nada politik Australia, pidato Menteri Luar Negeri Thailand Sihasak Phuangketkeow tampil lebih reflektif dan berorientasi pada kemanusiaan. Ia menegaskan bahwa dunia kini berada di “persimpangan sejarah” dan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa tetap menjadi wadah penting untuk menghadapi krisis global bersama. “Tidak diragukan lagi dunia masih membutuhkan PBB, dan PBB membutuhkan kita semua,” ujarnya dengan nada optimistis, sembari menekankan pentingnya kerja sama dan solidaritas antarnegara.

Menteri Luar Negeri Thailand berpidato dalam Sidang Umum PBB. Sumber: MFA
Menteri Luar Negeri Thailand berpidato dalam Sidang Umum PBB. Sumber: MFA

Sihasak menyoroti komitmen Thailand terhadap multilateralisme, kerja sama regional, dan peran masyarakat global yang inklusif. Ia menegaskan pentingnya kesetaraan, partisipasi perempuan dalam perdamaian, serta penguatan hak asasi manusia. Saat menyinggung konflik di Gaza, Sihasak menyatakan bahwa penderitaan warga sipil, terutama anak-anak, menjadi pengingat pahit bagi nurani kolektif dunia. Tanpa menyebut Israel maupun Hamas secara langsung, Thailand menempatkan isu Gaza sebagai tragedi kemanusiaan yang harus diselesaikan melalui dialog dan kerja sama internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun