Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengungkap Sosok Penguasa Dunia yang Diramalkan Sang Buddha

25 Januari 2020   22:40 Diperbarui: 29 Januari 2020   13:13 5878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: Hintha/wikimedia.org

Sebuah ramalan yang diucapkan Buddha Sakyamuni (Siddhartha Gautama) mengatakan bahwa akan hadir seorang penguasa dunia atau Chakravartin perempuan yang akan memerintah Jambudvipa sebagai reinkarnasi Vimalaprabha. Ramalan tersebut terekam dalam Mahameghasutra (di Cina dikenal sebagai "Dayun jing", dan oleh sejarawan hari ini dikenal dengan sebutan "The Great Cloud Sutra").

Dalam agama di India, sebutan chakravartin diperuntukkan bagi seorang penakluk dan penguasa dunia ideal, yang memerintah secara etis dan penuh belas kasihan atas seluruh dunia.

Sang Buddha meramalkan bahwa chakravartin tersebut adalah reinkarnasi Devi Vimalaprabha (yakni salah satu murid perempuan Buddha), dikenal dengan nama lain Devi Jingguang atau juga Yueguang tongzi.

Terkait hal ini, sebuah interpolasi apokrif dalam ratnameghasutra, mengatakan bahwa Yueguang dinubuatkan akan dilahirkan kembali di negara China sebagai penguasa wanita yang kuat, yang akan memberkati rakyatnya dengan kebijaksanaan dan kebaikannya, dan membuat Agama Buddha berkembang baik secara spiritual maupun material. Setelah pemerintahan yang panjang dan damai dia akan dilahirkan kembali di surga Tusita dan bergabung dengan Maitreya.

Perikop kitab suci Tiongkok yang dianggap paling awal membahas tentang Bodhisatvva Yueguang Tongzi, yang secara eksplisit menyebutkan bahwa sang Bodhisatvva akan hadir di Cina, dikutip dalam buku "Leyden Studies in Sinology" berikut ini kutipan tersebut...

Dicapture dari buku "Leyden Studies in Sinology" edited by W. L. Idema, hlm. 46-47 (Dokumen pribadi)
Dicapture dari buku "Leyden Studies in Sinology" edited by W. L. Idema, hlm. 46-47 (Dokumen pribadi)
Sang Buddha mengatakan kepada Ananda bahwa: "Seribu tahun setelah Parinirvana (kematian) saya, ketika ajaran suci segera akan terputus, saat itulah Yueguang tongzi akan muncul di Cina untuk menjadi penguasa suci. Dia akan memperoleh Doktrin kanonik saya dan dengan hebat menghidupkan kembali transformasi keagamaan. Penduduk China serta negara-negara perbatasannya - yaitu penduduk Lob Nor, Udyana, Kucha, Kashgar, Ferghana dan Khotan, dan bahkan para Qiang caitiff dan kaum barbar Yi dan Di - semua akan memuliakan Sang Buddha dan mematuhi Ajarannya, dan di mana - mana (orang) akan menjadi bhiksu"

Interpolasi kedua yang ditemukan dalam versi Narendrayasas (diperkirakan ditulis sekitar tahun 583), bahkan lebih spesifik:

"Di masa yang akan datang, di era akhir Ajaran, di negara Sui (Great Sui) di benua Jambudvpa, ia akan menjadi raja besar Daxing, yang akan mampu membuat semua makhluk di negara Sui memiliki keyakinan pada Ajaran Buddha dan menanam semua akar kebaikan. 

Pada saat itu raja Daxing, melalui kekuatan agung dari keyakinannya, akan memuliakan mangkuk sedekah saya. Pada tahun-tahun itu mangkuk sedekah saya akan tiba di Kashgar, dan dari sana akan bergerak secara bertahap ke negara Sui Besar, di mana raja Daxing akan memuliakannya dengan persembahan dalam skala besar. 

Dia akan dapat mempertahankan semua (bagian) dari Ajaran Buddha, dan dia juga akan menyebabkan tulisan suci Mahayana luas ditulis dalam jutaan salinan yang tak terhitung jumlahnya, dan akan menempatkan ini ke dalam pusat Buddhis bernama "tempat suci Dharma" ...

Adapun saat kedatangan Bodhisatvva sekaligus Cakravartin wanita ini, jika merujuk pada ucapan sang Buddha bahwa hal itu akan terjadi seribu tahun setelah masa kematiannya (Parinirvana), maka bisa diperkirakan masa itu ada di sekitar abad ke 6 masehi.

Oleh karena kisaran tahun kematian Buddha menurut negara-negara Theravada adalah 544 atau 545 SM. Lalu dalam tradisi Buddhis Burma, tanggal kematian Buddha adalah 13 Mei 544 SM, sedangkan dalam tradisi Thailand adalah 11 Maret 545 SM. (Eade, JC: The Calendrical Systems of Mainland South-East Asia, 1995) 

Klaim permaisuri Wu Zetian terhadap ramalan 

Wu Zhao atau Wu Zetian (624 - 705) adalah wanita pertama dalam sejarah Tiongkok, yang menyatakan dirinya sebagai huangdi (kaisar Cina).

Ia dianggap menimbulkan preseden dalam sejarah Tiongkok ketika dia mendirikan dinastinya sendiri pada tahun 690, yaitu dinasti Zhou (sejarawan menganggap hal ini sebagai bentuk gangguan terhadap Dinasti Tang). Dinasti Zhou buatan Wu Zetian, berdiri dan berakhir di masa Wu Zetian sendiri, yaitu antara tahun 690 hingga 705.

Langkah politis Wu Zetian yang paling disoroti hingga hari ini adalah upayanya untuk membenarkan dirinya sebagai kaisar wanita dengan menggunakan ide-ide Buddha. Untuk tujuan tersebut ia menjadikan Buddha sebagai agama negara, karena adalah fakta bahwa dalam doktrin Konfusianisme asli, perempuan tidak memiliki tempat dalam kehidupan politik.

Dengan memasukkan doktrin-doktrin Buddhis ke dalam ideologi politiknya, Wu berusaha membuktikan bahwa perempuan memiliki klaim yang sah untuk mengambil bagian dalam memerintah kekaisaran.

Teks Buddhis yang digunakan Wu Zetian adalah "Mahameghasutra" (di Cina dikenal sebagai "Dayun jing"), di mana Sang Buddha bernubuat bahwa seorang wanita akan menjadi chakravartin. Terhadap hal inilah Wu Zetian mengidentifikasikan dirinya. 

Dalam menjalankan agendanya tersebut, Wu Zetian dibantu biksu Buddha Huaiyi yang merupakan salah satu penasihat terdekatnya, serta banyak biksu senior buddha lainnya, termasuk Biksu Yijing yang pada tahun 671 M mengunjungi nusantara.

Selama waktu ini upaya lain untuk menghubungkan permaisuri dengan Maitreya dilakukan oleh pendeta Budha. Sebuah komentar Buddhis yang disebut "Dayun jing Shenhuang shouji yi shu" ("Komentar tentang Makna Nubuat tentang Shenhuang [Kaisar Ilahi, yaitu Wu Zeitan]") disajikan pada tahun 691. 

Inti dari "Komentar" tersebut adalah ramalan mengenai reinkarnasi Devi Jingguang (Vimalaprabha), salah satu murid perempuan Buddha, sebagai chakravartyn penguasa.

Dalam ramalan, yang diambil dari teks kanonik "Dayun jing", Sang Buddha meramalkan bahwa Devi Vimalaprabha akan terlahir kembali menjadi penguasa Buddha yang kuat, penuh kasih, dan saleh dari seluruh Jambudvipa. 

Para penulis "Komentar" menggunakan ramalan ini untuk menyatakan bahwa Wu Zeitan pada kenyataannya adalah wanita yang dimaksudkan sebagai chakravartin yang akan datang Jambudvipa. 

Bahkan ketika menghadirkan "Komentar" ke sidang istana, salah satu penulisnya secara terbuka menyatakan bahwa Wu Zeitan adalah inkarnasi Maitreya di Bumi dan penguasa seluruh Jambudvipa.

Singkatnya, "Komentar" dan penulisnya menggambarkan Wu Zeitan sebagai inkarnasi wanita dan Maitreya yang menjelma, dilahirkan kembali untuk memerintah semua kerajaan di Jambudvipa. 

Lima tahun setelah peredaran "Komentar", Wu Zeitan secara resmi menambahkan nama Maitreya (Cishi) ke gelarnya. Sementara itu, upaya untuk melegitimasi dinasti Chou barunya melalui ramalan Buddha lainnya terus berlanjut. 

Pada tahun 693, biksu Bodhiruci dari India menghasilkan teks yang disebut "Baoyu jing" (Ratnamegha sutra), yang berisi petikan-petikan yang diinterpolasi, yang meramalkan kehadiran seorang bodhisattva--perempuan chakravartin--penguasa Jambudvipa di Cina. Yang menarik karena dalam teks ini Wu Zeitan dikaitkan dengan Bodhisattva Chandraprabha, dan bukan Maitreya. 

Profesor Antonino Forte (1940-2006), seorang cendekiawan besar dalam hal sejarah Buddha Cina dan Jepang , mengatakan bahwa biksu Bodhiruci telah datang ke Tiongkok atas permintaan pribadi Wu Zeitan. Antonino Forte berpendapat bahwa selama masa ini, penggunaan politis motif dan atribut Buddhis memberikan stimulus luar biasa bagi pertukaran Tiongkok-India selama dua dekade terakhir abad ketujuh.

Untuk menggambarkan Wu Zeitan sebagai penguasa yang sah tidak hanya di Cina, tetapi seluruh benua Jambudvpa, pendeta Budha Tiongkok yang bekerja atas nama permaisuri tampaknya telah meminta bantuan dari biksu Buddha Cina dan India. 

Bukti kehadiran dan keterlibatan biksu India dalam propaganda politik Wu Zeitan berasal dari sebuah colophon yang ditemukan pada naskah Dunghuang "Ratnamegha sutra". Kolofon mencatat nama, fungsi, dan gelar orang yang berpartisipasi dalam terjemahan sutra di bawah pengawasan biksu Huaiyi. Dari tiga puluh orang yang terdaftar di colophon, sembilan adalah biksu India. 

Bisa dikatakan pemerintahan Wu Zeitan adalah salah satu periode paling menguntungkan bagi komunitas Buddhis di Cina. (Tansen Sen, 2003: p. 98)

Namun demikian, Track record Wu Zeitan dipenuhi intrik dan tindakan-tindakan keji selama hidupnya. Cerita tradisional tentang dirinya cenderung menggambarkan Wu sebagai wanita yang haus kekuasaan tanpa peduli dengan siapa dia terluka atau apa yang dia lakukan.

Teori yang paling populer adalah bahwa Wu membunuh anaknya sendiri sesaat setelah ia lahirkan, lalu menuduh permaisuri Wang (Permaisuri utama) sebagai pelakunya.

Pada masa Kaisar Gaozong Wu berhasil menyingkirkan Permaisuri Wang dan Permaisuri Xiao. Tuduhan Wu bahwa keduanya menggunakan sihir terhadap Kaisar Gaozong, menyebabkan Kaisar Gaozong menurunkan Permaisuri Wang dan Permaisuri Xiao menjadi pangkat biasa dan menahan mereka pada tahun 655. Setelah Wu naik menggantikan Permaisuri Wang, Wu lalu memerintahkan Permaisuri Wang dan Permaisuri Xiao untuk dieksekusi.

Atas alasan-alasan tersebut, saya pikir sangat tidak mungkin untuk menganggap Wu Zetian sebagai sosok Chakravartin sekaligus Bodhisattva yang dimaksudkan Buddha Sakyamuni.

Karena Bodhisattva sesungguhnya adalah seorang yang suci. Dikenal memiliki sifat welas asih dan sifat tidak mementingkan diri sendiri dan rela berkorban. Ia mendedikasikan dirinya demi kebahagiaan makhluk selain dirinya di alam semesta. Ia dapat juga diartikan "calon Buddha". 

Lalu jika bukan Permaisuri Wu, lalu siapakah sosok Chakravartin syang dimaksudkan Buddha Sakyamuni dalam ramalannya?

Di masa itu, sesungguhnya ada sosok wanita yang memimpin tidak kalah hebatnya. Dia adalah Ratu Sima dari kerajaan Holing, yang dinobatkan menjadi Ratu pada tahun 674 M. Oleh sejarawan, Ratu Sima dianggap sebagai cikal bakal berdirinya dinasti Sailendra, yang menguasainya Nusantara hingga sebagian wilayah Indocina. 

Pemerintahan Ratu Sima yang terkenal sangat keras akan tetapi adil. Hal ini sebagaimana yang digambarkan dalam sebuah kronik Cina bahwa Barang-barang yang terjatuh di jalan tidak ada yang berani menyentuhnya. 

Dikisahkan, bahwa pada waktu raja orang-orang Ta-shih mendengar berita semacam itu, ia mengirim pundi-pundi berisi emas untuk diletakkan di jalan di negeri ratu Hsi-mo. Setiap orang yang melewatinya menyingkir; sampai tiga tahun pundi-pundi itu tidak ada yang menyentuhnya. 

Pada suatu hari putra mahkota yang lewat di situ tanpa sengaja telah menginjaknya. Ratu sangat marah, dan akan memerintahkan hukuman mati terhadap putra mahkota. 

Para menteri mohon pengampunan baginya. Akan tetapi, ratu mengatakan bahwa karena yang bersalah adalah kakinya, kaki itu harus dipotong. Sekali lagi para menteri mohon pengampunan; akhirnya ratu memerintahkan agar jari-jari kaki putra mahkota itu yang dipotong, sebagai peringatan bagi penduduk seluruh kerajaan. Mendengar hal itu raja Ta-shih takut dan mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan ratu Hsi-mo.

Demikianlah, Riwayat ini rasanya lebih menggambarkan Ratu Sima sebagai sosok Chakravartin sekaligus Bodhisattva yang dimaksudkan Buddha Sakyamuni dalam ramalannya.

Tapi bagaimana dengan ramalan bahwa sosok Chakravartin sekaligus Bodhisattva itu akan terlahir di Negeri Cina? Jawaban hal ini akan saya bahas pada tulisan berikutnya. Akan saya ungkap beberapa bukti jika Ratu Sima memang sesungguhnya berasal atau terlahir di Negeri Cina.

Demikian ulasan ini, semoga bermanfaat. Salam
Bagi yang berminat membaca tulisan saya lainnya, bisa melihatnya di sini: kompasiana.com/fadlyandipa
Fadly Bahari, Pare-Kediri, 25 Januari 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun