Mohon tunggu...
Fadli Dason
Fadli Dason Mohon Tunggu... Penulis

membaca buku terkadang membuat saya bingung seolah-olah pandangan-pandangan muncul atau hadir seketika dihadapanku. ada burung yang berputar-putar namun membuka pikiran untuk mengeksplorasi lebih lanjut pikiran sendiri dalam melihat objek-objek.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kontiunitas Kepribadiaan Zarathustra dalam Metempsikosis Jung

4 Mei 2025   20:23 Diperbarui: 4 Mei 2025   20:40 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persoalan kelahiran kembali oleh Jung dalam bukunya tersebut menyangkut pada apakah kelahiran kembali itu adalah Psikologi individu personal atau Psikologi sosial tapi impersonal. Dimaksud personal karena seseorang dapat mempengaruhi sosial disekitarnya, misalnya mengandaikan adanya sebuah aturan, memulai suatu kebiasaan yang berdampak kolektif, bahkan budaya. Impersonal karena kehidupan sosial yang telah ada membentuk dan mempengaruhi seseorang mencapai metempsikosis, seperti pendidikan, tata krama, budaya, namun ia berasal pada yang laten.

tetapi sesuatu yang laten ini, dalam metempsikosis, belum jelas sumbernya darimana, bisa saja kerpibadiaan tapi kepribadian seringkali dipengaruhi oleh lingkungan, kita selalu melihatnya saling kait-mengait, lalu tidak tahu sumber murni-nya darimana. Dalam Psikoanalisis, yang laten kemudian direpresi, ditekan oleh ego, lalu menjadikannya "superego" (Freud), dari tatanan the imaginary lalu berubah jadi "The Symbolic" (Lacan). Pada metempsikosis yang laten ini adalah hasrat-nya Deleuze. Zarathustra tidak memberikan kesempatan hasrat-nya ditekan oleh apapun.

Kontiunitas kepribadian yang berkembang karena hasrat menyebabkan Zarathustra-nya Nietzsche lari ke goa dan lebih memilih menyendiri dan berdialog dengan hewan-hewan, yang membuat nya memilih hidup sederhana, dan mencari kebijaksanaan sepanjang waktu. Ia menjaga Id-nya tetap menyala, merawat the real-nya untuk terus mengembara. Apa jadinya, karena membiarkan id-nya, Oedipus mengawini ibunya? tentu ia akan dianggap hina. Namun tidak dengan Zarathustra, ia dianggap bijaksana. 

Zarathustra mengalami metempsikosis, kontiunitas kepribadian, yang tentu saja sama dengan semangat postmodernisme. Yang memberitahukan kepada kita bahwa Zarathustra anti, ia anti kepada apa yang terdapat pada sistem sosial yang berlaku kemudian memilih jalannya sendiri, yang dianggap tidak biasa oleh orang banyak. Namun ditempuh dengan pencarian kebijaksanaan yang terus menerus. 

Sekilas metempsikosis Jung pada Zarathustra memang sejalan pada klaim-klaim pengakuan bahwa ia adalah orang yang bijaksana, paling tidak menurut Nietszche, kepribadian mereka terus bertumbuh seiring kebijaksanaannya, kepribadiaan yang bersinambungan dengan proses mendalam pencarian pengetahuan. Psikologi pun rupanya selalu berdiri pada analisis-analisis dari yang laten pada kepribadiaan manusia. 

Sikap menerima yang dipaksakan kadangkala merepresi keresahan sehingga mengendap menjadi sesuatu yang laten lalu ia bisa saja muncul disituasi yang berbeda, seperti seseorang cenderung menceritakan keresahannya terhadap orang lain tidak dihadapan orang itu. Istilah kita adalah bergosip yang tidak terang-terangan. Berbeda pada Zarathustra endapan itu menjadi hasrat untuk berbeda dari yang lainnya, sikap kritis mereka bukan saja tidak menerima apapun secara gampangan tapi juga menjauhi dan menghindari.

ELABORASI

Persis seperti maksud Deleuze tentang hasrat yang banyak ia bahas dalam bukunya Anti-Oedipus, dan A Thousand Plateaus. Metempsikosis bukan saja endapan laten yang pada akhirnya berhasrat pada kebijaksanaan, namun mengamati Zarathustra paling tidak kita bisa tebak di sisi mana kontiunitas kepribadiaannya mengarah. Pada saat Buddha ditanya oleh murid-muridnya mengenai apakah ada kontinuitas kepribadian atau tidak, ia tidak pernah memberikan jawaban. 

Jung pun tidak memberikan penjelasan panjang mengenai kontinuitas kepribadiaan itu, dikarenakan memang begitu luas karena mencakup seluruh hal yang berkaitan dengan kepribadian, namun masih pada aspek metempsikosis, masih ada aspek-aspek lainnya yang menjadi bagian dari konsep kelahiran-kembali. Aspek lainnya ada reinkarnasi, kebangkitan, kelahiran-kembali, dan transformasi.

Terkait yang laten dan yang nampak, seolah-olah ini adalah sesuatu yang bisa dipisahkan, padahal sebenarnya saling berkaitan, terhubung karena kepribadiaan yang nampak sebagian dipengaruhi dari yang laten menurut Psikologi. Ia bukan dua hal dan bisa dipisahkan melainkan ia satu hal yang tidak bisa dipisahkan. Lalu keberatan yang ditimbulkan adalah bahwa kontinuitas kepribadiaan mungkin juga disebabkan dari pelatihan dan pembelajaran. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun