Mohon tunggu...
fadjar pratikto
fadjar pratikto Mohon Tunggu... Editor - Jurnalis

Tenaga Ahli di DPR RI

Selanjutnya

Tutup

Money

Hilirisasi Industri Tambang

7 Juli 2012   17:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:12 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13416829291835990208

Dibentuk Konsorsium Untuk Membangun Smelter

[caption id="attachment_199392" align="alignnone" width="177" caption="Ketua Asosiasi Nikel Indonesia, Shelby Ihsan Saleh"][/caption]

Asosiasi Nikel Indonesia (ANI) berencana hendak membentuk suatu konsorsium untuk membangun smelter. Perusahaan yang tergabung dalam Asosasi akan membangun sekitar 40 smelter dengan berbagai macam kapasitas dengan total kapasitas 10 juta ton per tahun, di Morowali dan Banggai, Sulawesi Tengah. Seluruh smelter tersebut diharapkan selesai akhir 2013.

“Pembentukan konsorsium ini akan mengatasi ketidakmampuan sebagian besar pelaku usaha tambang dalam membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral," jelas Ketua ANI, Shelby Ihsan Saleh usai acara Diskusi Publik yang digelar Fraksi Gerindra DPR RI di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta, Kamis kemarin (5/07/2012).Total kapasitas smelter yang akan dibangun sepertiga dari total volume ekspor bijih nikel dari perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam asosiasi, yaitu sekitar 30 juta ton per tahun.

Dengan sistim konsorsium, perusahaan tambang menengah kecil yang tidak mampu membangun smelter bisa bergabung bersama untuk melakukan pengolahan dan pemurnian mineral, serta mengekspornya ke luar negeri. “Kalau ini berjalan akan mengatasi persoalan tenaga kerja yang dikuatirkan akan mengalami dampak dari kebijakan hilirisasi industri tambang,” ujar pengusaha yang juga dikenal sebagai dosen teknik metalurgi.

Seperti diberitakan, dampak dari diterbitkannya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No. 7 Tahun 2012 yang selanjutnya direvisi dengan Permen ESDM No. 11 Tahun 2012, banyak pengusaha tambang yang akan menutup usahanya. Kewajiban untuk mengolah dan memurnikan mineral, serta dibebankannya bea keluar sebesar 20% dianggap membebani perusahaan, sehingga terpaksa merumahkan pekerjanya. Sedikitnya 10 juta orang akan kehilangan lapangan pekerjaan di sektor pertambangan.

Diakui Shelby, banyak perusahaan tambang menengah ke bawah yang tidak mau repot berinvestasi dalam pembangunan smelter karena keterbatas dana. Pembangunan smelter membutuhkan investasi dengan ongkos peralatan standar minimal sekitar US$ 50 juta. Akibatnya banyak pengusaha yang mulai menjual Ijin Usaha Pertambangan (IUP)-nya kepada perusahaan asing  dengan nilai ratusan miliaran rupiah. “Kalau itu terjadi akan banyak perusahaan asing yang membangun smelter di daerah pertambangan Indonesia,” ujarnya.

Selain melalui konsorsium, perusahaan yang dipimpin oleh Shelby, PT Integra Mining Nusantara, juga akan membangun smelter di Sulawesi dan Surabaya. Selama beberapa tahun ini, perusahaan tambangnya memproduksi nikel masing-masing sebesar 1 juta ton yang diekspor ke China. Namun, sejak tahun 2011 lalu perusahaan ini tidak memproduksi nikel lagi, produksinya masih ditahan sampai proses pembangunan smelter-nya selesai. Shelby optimistis pembangunan pabrik pemurnian itu dapat dilakukan sebelum 2014.

Sejauh ini, kata Shelby, kendala yang masih dihadapi dalam pembangunan smelter adalah ketersediaan infrastruktur, khususnya listrik. Oleh karena itu, pihaknya sedang meminta pemerintah memberikan insentif bagi perusahaan tambang yang membangun fasilitas smelter. Satu di antaranya adalah insentif dalam pembangunan pembangkit listrik sebagai sumber energi utama untuk pengoperasian smelter. Sebab untuk mengolah dua juta ton bijih nikel menjadi feronikel setidaknya butuh pembangkit listrik dengan kapasitas 60 megawatt.

Menurut Shelby, terdapat sisi positif dari pembangunan smelter yaitu penerimaan dari ekspor bahan tambang olahan dapat mencapai tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan dalam bentuk bahan mentah. Namun, ada juga kelemahannya, yaitu menyangkut besarnya investasi dan risiko terhadap lingkungan. "Contohnya di China, sebanyak 300 smelter ditutup karena terbukti mencemari lingkungan dan meracuni masyarakat. Jadi semua syarat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) harus dipenuhi," ujarnya.

(Fadjar)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun