Selain menjadi tempat yang bernuansa alam yang asri, kawasan Sungai Bangek menjadi tempat favorit dari segelintir orang yang menyukai kegiatan alam. Kawasan ini terletak di kawasan Balai Gadang Kec. Koto Tangah. Dekat dengan UIN Kampus III Sungai Bangek. Namun, sebelum menuju ke kampus tersebut, terdapat penurunan di sebelah kiri dengan jalan berbatu menuju aliran sungai. Nanti akan terlihat spanduk mengarahkan ke jalan tersebut. Dari pusat kota berjarak 25 km. Lubuk Ngalauan merupakan air terjun kecil yang berada di tengah hutan. Meskipun kecil, Lubuk Ngalauan tetap memiliki pesona yang memikat. Karena di air itu seperti memiliki kolam di bawahnya.
Pada tanggal 18 Mei 2025, tepatnya di hari minggu, saya dan kedua teman saya pergi ke sana untuk sekedar minum kopi dan makan siang di Lubuk Ngalauan tersebut. Sesampainya di sana, kami membayar tiga ribu rupiah untuk karcis masuk per orang. Sebenarnya kebijakan ini baru diadakan, yaitu setelah lebaran Idul Fitri kemarin. Sebelum itu, kira hanya masuk untuk membayar parkir motor saja. Kebijakan ini katanya telah disetujui oleh masyarakat dan wali kota Padang. Semoga saja dengan adanya kebijakan ini, kendaraan tetap aman. Setelah membayar karcis, kami melanjutkan membawa motor ke tempat parkir yang berjarak kurang lebih 300 meter setelah tempat karcis tadi. Tempat parkir yang disediakan cukup luas, ada warung, dan juga tempat penyewaan benen untuk anak-anak bermain di sungai.
Kami bersiap-siap untuk menukar celana dan baju. Untuk pergi ke Lubuk Ngalauan sangat disarankan untuk memakai baju dan celana yang cepat kering. Seperti baju olahraga. Kami memulai berjalan kaki dari parkiran menuju Lubuk Ngalauan. Estimasi perjalanan adalah satu jam, tapi kami sampai di luar estimasi yang hanya memakan waktu empat puluh lima menit. Perjalanan dimulai dengan menyebrangi satu sungai yang setinggi pinggul kami. Setelah menyebrang kita disambut dengan jalan bebatuan yang di kiri ada pohon sawit dan di kanan aliran sungai. Ternyata setelah jalan yang mengiringi pohon sawit itu terdapat warung. Warung di situ sudah berdiri sejak 2010. Di hadapan warung tersebut ada sebuah aliran sungai yang memiliki kedalaman 2,5-3 meter. Namun, keunikannya aliran di sini juga seperti kolam.
Lanjut perjalanan ke Labuk Ngalauan. Penyebrangan sungai kedua yang setinggi pinggang yang membuat celana yang tadi mulai kering kembali menjadi basah. Penyebrangan sungai ini sedikit susah, namun sungai ini memiliki banyak batu besar yang bisa dijadikan pegangan. Pada penyebrangan ketiga lumayan dalam, dalamnya se dada kami. Setelah itu kami masuk hutan yang ditandakan adanya jalan setapak yang lumayan terlihat jelas. Perjalanan di hutan sangat menantang. Banyak sekali pacet yang hinggap dan menghisap darah kami. Jalan dalam hutan tersebut naik turun. Tanda jika Lubuk Ngalauan sudah dekat dengan keluarnya kita dari hutan tersebut. Tinggal sekali belok mengikuti arus sungai yang tak begitu deras dan sampailah di Lubuk Ngalauan. Sesampainya kami di sana, kami langsung memasak air untuk diminum. Lalu memakan bekal yang kami bawa. Air di sana berwarna hijau dan dingin. Setelah itu kami pun berenang di kawasan Lubuk Ngalauan tersebut.
Lubuk Ngalauan dapat dijadikan tempat untuk menenangkan jiwa dan batin. Sebab keadaan vegetasi tumbuhan memiliki keasrian yang bagus. Lelah yang diperjalankan empat puluh lima menit terbayarkan dengan suasana sejuk di air terjun tersebut. Di sana kami bertemu dengan rombongan lain, beranggotakan 4 orang. Salah satunya bung Mindra (30) yang merupakan penggiat alam yang suka mencari air terjun di tengah hutan. Menurutnya, Lubuk Ngalauan memiliki suasana tersendiri. Membuat hati tenang jika ada di sini. “Saya sering ke sini bersama teman-teman dan adik-adik saya di sini, dari tahun ke tahun saya tidak pernah bosan ke sini, kalau tidak ingin kena pacet, pakai obat nyamuk oles”. Setelah itu, kami pulang dari Lubuk Ngalauan dan kembali ke parkiran. Ternyata tidak seperti ke gunung, biasanya turun bisa setengah dari waktu pendakian. Naik 10 jam, turun bisa 5 jam. Tapi in berbeda, kita kembali memasuki hutan, menyebrangi tiga sungai dan itu memakan waktu yang sama, yaitu 45 menit. Kami sempat memesan kopi di warung parkiran itu. Waktu sudah senja, akhirnya kami pulang dengan sepeda motor.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI