Dan itu harus dilakukan pagi-pagi hari sebelum tim bergerak lagi masuk taman dengan agenda harian memotret sesi burung Rangkong jantan yang pulang sore untuk membeir makan betinanya di dalam batang pohon. Sekedar info, ini adalah sesi foto / moment berharga yang paling di cari.
Malam itu aku tidur dengan perasaan orang timur yang sensitive akan harga diri, prinsip hidup dan keyakinan yang terluka oleh seorang bule keturunan monyet.
Besoknya aku terbangun sudah jam 08.00. Astaga! Jangan-jangan Thomas sudah masuk lokasi, batinku karena tak mendengar suara apapun. Tanpa cuci muka dulu saya lalu melonggok keluar. Tak ada orang. Dengan agak mengendap aku keluar dari kamar. Pandanganku focus pada pintu kamar Thomas yang tertutup rapat. Sepi sekali, pikirku. Tiba-tiba, "Hi my good friend, Franklin!" aku membalik badan dan ia berdiri disana. Tepat satu meter di depan ku. Tangannya terentang lebar, seolah seorang kekasih yang berpisah lama dan rindu untuk  menumpahkannya dalam pelukan hangat. Benar saja. Ia serius sekali. Ia mendekapku erat sekali dan terperangkap seperti tikus dalam pipa kecil.
Ada semburan api naga di mulut ku, ada tatapan tak suka seekor banteng yang terluka, lirik-lirik sair penolakkan dan keangkuhan seorang manusia ciptaan Tuhan dan bukan turunan monyet. Semua itu sudah aku persiapkan untuk menghadapinya pagi ini sebelum dengan ketus meminta upah kerjaku selama 3 hari. Itu hakku. Tapi bibirku kelu. Kerongkonganku tercekat. Mata ku mulai panas lagi. Aku jadi seperti wanita melankolis yang semalam baru lempar-lemparan piring dengan suami kemudian diajak rujuk pada pagi harinya lewat permintaan maaf dan setangkai rosi segar.
"Don't remember last night. It has passed." Katanya, jangan ingat semalam. Itu sudah lewat. Haaaddeeeehhh!!! Â Imajinasiku langsung menayangkan adegan aku mengenakan sarung tinju dan menghajar perut dan mulutnya beberapa kali.
Tapi akhirnya aku bilang. "Thomas in Indonesia, the words from last year can kill you today." Artinya, Thomas. Di Indonesia, kata-kata pada tahun lalu bisa membunuhmu pada hari ini." Aku melihat lagi perubahan di wajah ceria itu, ia agak tersugesti. "Oh ya?" katanya nyaris tak terdengar. Lalu aku tersenyum sambil menggeleng untuk menghiburnya. Itu juga bentuk perkataan maaf dari ku. "Ah. You just believe it. That's just my boast." Kataku, Ah, kau percaya saja, itu hanyalah bualanku.
Lalu kami tertawa bersama dengan keras membuat tamu lain yang ada di home stay ini menoleh dari kamar mereka. dalam hati ku ada rasa sedih dan juga galau. Ah, Thomas. Kalau saja kau tahu. Bahwa memang seperti itu keadaan orang-orang di bangsaku. Kata-kata tahun lalu bisa membunuh seseorang hari ini.
Masih banyak orang yang begitu gampang tersinggung dan melukai bahkan membunuh hanya karena hal yang sangat sepele. Thomas, Thomas. Kalau saja kau bukan turunan monyet. Maaf bercanda lagi. Maksudku kalau saja kau tidak bilang bahwa kau sangat percaya dengan evolusi Darwin, aku pasti meminta engkau berdoa juga untuk bangsaku agar masyarakat kami semakin hari semakin dewasa dan tak gampang tersinggung oleh hal kecil yang tak perlu ditanggapi. Tapi adakah di dunia ini masyarakat yang dewasa? @Mdo-03.00, subuh/suara burung diluar menitip damai kecil di hati@ Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI