Anak cerdas finansial tidak lahir dari teori rumit, tapi dari obrolan jujur di meja makan. Inilah kisah reflektif tentang bagaimana mengajarkan manajemen keuangan sejak dini, dengan kasih dan kesadaran.
Saat inflasi melonjak dan isu literasi keuangan kembali jadi sorotan di banyak media, saya justru menemukan pelajaran paling penting soal uang bukan dari seminar, bukan dari buku motivasi, tapi dari mulut kecil anak saya, sambil mengunyah makanan di meja makan.
"Pa, uang itu dari mana?"
Pertanyaan itu datang tiba-tiba. Tanpa jeda. Tanpa aba-aba. Di antara sisa makanan yang hampir habis, saya terdiam. Karena saya tahu, pertanyaan itu bukan sekadar soal uang. Tapi soal arah. Soal nilai. Soal bekal hidup. Dan saya belum tentu siap menjawabnya.
Uang Jajan Bukan Sekadar Nominal
Saya lahir dari keluarga sederhana. Kami tidak miskin, tapi juga tidak punya ruang untuk membicarakan uang. "Anak kecil belum saatnya tahu," begitu kata Ibu. Dan kami pun belajar diam. Tapi diam tidak membuat kami paham.
Kini, ketika saya menjadi orang tua, saya sering bertanya-tanya: apakah diam itu membuat kami dewasa secara finansial? Atau justru sebaliknya mewariskan kebingungan yang sama dari generasi ke generasi?
Anak saya berbeda. Ia ingin tahu. Dan saya tidak ingin mengulang pola diam yang dulu saya warisi. Saya ingin ia tumbuh dalam budaya yang terbuka, di mana membicarakan uang bukan hal yang tabu, tapi bagian dari kehidupan.
Celengan Kucing dan Nilai dari Menunggu
Kami mulai dari hal kecil. Sebuah celengan plastik berbentuk kucing. Saya belikan dari warung dekat rumah. Warnanya kuning menyala, seperti semangatnya setiap kali memasukkan koin seribu dari uang jajan.
Setiap Sabtu sore, kami hitung bersama. Ia tahu: sebagian boleh dipakai, sebagian ditabung, sebagian disisihkan untuk berbagi. Saya tidak ingin ia hanya tahu "cara menyimpan uang", tapi juga belajar: untuk siapa uang itu seharusnya bekerja. Bahwa uang bukan hanya soal membeli, tapi soal memilih. Tentang prioritas. Tentang makna.
"Kalau bantu bersihin rumah, boleh minta bayaran nggak?"