Kita butuh sistem pendidikan yang tidak hanya mengejar kelulusan, tapi benar-benar mendampingi tumbuhnya kemampuan dasar termasuk membaca.Â
Kita butuh kurikulum yang tidak hanya berisi konten, tapi juga kesempatan. Kesempatan bagi anak-anak untuk membaca hal yang mereka suka, dengan irama mereka sendiri.
Dan lebih dari itu, kita butuh mendengarkan. Mendengarkan guru di lapangan, mendengarkan siswa yang tertinggal, dan mendengarkan suara-suara kecil yang selama ini luput dari berita.
Karena kadang, anak-anak yang tidak lancar membaca itu bukan tidak mau. Mereka hanya belum bertemu seseorang yang cukup sabar untuk duduk di sebelah mereka, membuka buku, dan berkata, "Ayo, kita baca sama-sama."
Kita Semua Punya Peran
Jadi, ini bukan soal siapa salah. Tapi soal siapa yang mau peduli. Apakah kita cukup berani untuk jujur melihat keadaan? Apakah kita bisa berhenti menilai hanya dari tampilan luar, dan mulai menyelami kenyataan yang lebih dalam?
Dan kalau kamu membaca tulisan ini sampai akhir, mungkin kamu adalah bagian dari harapan itu. Harapan bahwa suatu hari nanti, tak ada lagi anak yang lulus tanpa sungguh-sungguh bisa membaca. Bahwa literasi bukan lagi hak istimewa, tapi nafas kehidupan bersama.
Pertanyaannya tinggal satu: maukah kita duduk lebih lama, dan membaca bersama mereka yang masih belajar membaca dunia?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI