Kesimpulan: Nyali yang Hilang
RUU Perampasan Aset bukan lagi soal cocok atau tidak cocok dengan hukum. Ini soal nyali.
Nyali untuk melawan kepentingan sendiri.
Nyali untuk menutup ruang para koruptor menyelamatkan harta.
Nyali untuk berpihak pada rakyat.
Dalih hukum hanyalah kamuflase. Yang benar-benar hilang adalah keberanian politik. Selama nyali itu absen, koruptor akan terus punya waktu untuk menyelamatkan hartanya, dan rakyat hanya bisa menjadi penonton harta negara berpindah tangan.
Penutup
Publik tidak boleh diam. RUU ini bukan sekadar teks hukum, melainkan cermin keberpihakan negara: berpihak pada rakyat atau pada mereka yang menyembunyikan harta hasil kejahatan.
Suara rakyat mungkin tidak bisa langsung mengubah keputusan politik, tetapi diam hanya akan memperpanjang kelambatan. Karena itu, publik perlu terus mengingatkan: bahwa proses hukum yang lambat selalu merugikan rakyat, bahwa alasan teknis tidak boleh jadi tameng untuk menunda keadilan, dan bahwa keberanian politik hanya tumbuh jika ada tekanan moral dari masyarakat.
Mengawasi jalannya pembahasan, bersuara melalui ruang publik, dan memberi dukungan moral pada lembaga penegak hukum adalah cara sederhana namun penting untuk menjaga agar isu ini tidak lenyap ditelan waktu.
Melawan korupsi bukanlah pekerjaan satu institusi semata. Ia adalah ukuran harga diri bangsa. Dan harga diri itu hanya bisa tegak bila publik tidak diam.