Ngaduman, 2025 -Â Kabut pagi perlahan menyelimuti Dusun Ngaduman, sebuah dusun kecil di Desa Tajuk, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Udara dingin yang menggigit bercampur harum kopi Arabika yang dijemur di rak bambu. Suara mesin huller baru sesekali terdengar di sudut dusun, beradu dengan tawa anak-anak muda yang menyiapkan kedai sederhana untuk akhir pekan.
Di meja kayu panjang, Bayu, seorang barista muda, menyiapkan seduhan hangat, "Ini Damalung, kopi dusun kami. Silakan dicoba," ujarnya ramah. Di dekatnya, Pak Barji memeriksa biji kopi yang dijemur. Wajahnya teduh, penuh rasa bangga. "Dulu kami hanya menjual cherry mentah. Sekarang, kopi kami bisa ikut lomba, bahkan dikenal orang banyak," katanya sambil tersenyum.
Inilah wajah baru Ngaduman. Dari lereng Merbabu, kopi Damalung kini bukan hanya cerita tentang tanaman sambilan, melainkan tentang perjalanan panjang petani desa yang akhirnya mengangkat nama dusun mereka di panggung nasional.
Konsistensi yang Teruji
Petani Ngaduman bukan pemain baru di dunia kopi. Mereka sudah lama menanam dan bahkan mencoba ikut kontes. Hasilnya naik-turun, kadang lolos, kadang tidak. "Kami sering ikut kontes kopi, tapi hasilnya belum stabil. Tapi kami tidak pernah berhenti mencoba," kenang Pak Barji.
Ketekunan itu membuahkan hasil lebih baik. Tahun 2024, Damalung masuk 15 besar Kontes Kopi Spesialti Indonesia XVI dengan skor 88,66.
Setahun kemudian, Agustus 2025, Damalung kembali tampil di Green Bean Competition 2025 di Hotel Loman Park, Yogyakarta. Dari 150 sampel kopi yang dikirim dari seluruh Indonesia, dinilai oleh 12 juri internasional bersertifikat dengan standar Specialty Coffee Association (SCA), Damalung berhasil menembus 10 besar nasional.
Pada 5--7 September 2025, biji kopi petani Ngaduman bahkan ikut dilelang di Jogja Coffee Week di Jogja Expo Center (JEC), sejajar dengan kopi-kopi unggulan Nusantara.