Mohon tunggu...
Evi Ratna
Evi Ratna Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Berbicara dengan pikiran dan hati, bukan latah atau doktrin

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Refleksi Sumpah Pemuda: Cerita Cinta Tanah Air Versi Saya

28 Oktober 2011   04:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:24 5115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 28 Oktober selalu diperingati dengan Upacara Sumpah Pemuda di beberapa daerah di Indonesia. Tapi, apakah hanya berhenti pada upacara dan pembacaan 3 butir dari sumpah pemuda itu sendiri? Itulah penampakan yang terjadi. Namun, mungkin saja, ada sesuatu yang meletup pada diri pemuda pemudi Indonesia. Sesuatu yang meletup itu, salah satunya, cinta tanah air.

Cinta tanah air itu gampang-gampang susah. Gampang untuk diucapkan, namun susah untuk dilakukan dalam makna sesungguhnya. Siapapun bisa mengatakan kalau "Aku cinta tanah airku, Indonesia". Anak TK pun bisa melakukannya dengan mudah. Tapi, memaknai "cinta tanah air" bukanlah sesuatu yang cukup mudah. Apakah cinta tanah air cukup hanya dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya setiap upacara? Apakah cinta tanah air hanya berhenti pada dukungan pada tim-tim Indonesia yang maju ke pentas internasional? Bisa jadi! Cinta tanah air memang tak kenal batas dan ukuran. Setiap orang bisa memaknai "Cinta tanah air" versi mereka.

Saya sendiri, jika ditanya tentang bagaimana cinta tanah air itu, saya akan menjawab, mencintai segala kelebihan dan kekurangan tanah air saya, Indonesia. Cinta pada tanah air tidak berbeda dengan ketika kita mencintai orang tua, kekasih, dan sahabat kita. Saya mencintai Indonesia beserta apa yang ada di dalamnya, baik manusianya, kekayaan alamnya, keanekaragamannya, dan kepribadiannya.

Manusia Indonesia seutuhnya tidak hanya kita yang tinggal di bumi Indonesia, tapi juga yang tinggal di bumi lain dengan kecintaan yang besar pada Indonesia. Kita yang tidak pernah seragam, namun memahami makna bergandeng tangan. Kita yang beradu argumen, namun sepakat dengan "NKRI Harga Mati!". Kita yang berwarna-warni, namun berhati merah putih.

Kekayaan alam Indonesia yang melimpah ruah. Meski bukan rahasia lagi, kita dijarah asing besar-besaran. Kita menjadi kuli atas kekayaan yang kita miliki sendiri. Bahkan, kita miskin karena dirampok sampai akar. Tapi, sebagai "future leaders", seharusnya kita terlecut pada kenyataan ini!

Keanekaragaman Indonesia tak perlu diragukan lagi. Kita memiliki ribuan pulau dengan berbagai perbedaan satu sama lainnya. Suku, agama, budaya, dan bahasa yang berbeda. Dari ujung Sabang sampai Merauke, kita lebih dari sekedar pelangi. Jika pelangi hanya memiliki 7 warna, maka kita memiliki puluhan warna yang tersebar.

Kepribadian Indonesia adalah gotong royong. Meskipun kini tak lagi bisa memaknai gotong royong secara harfiah, setidaknya, kita masih terketuk untuk bersama-sama mengulurkan tangan ketika satu dari kita berada dalam susah.

Itu cerita saya tentang cinta tanah air, bagaimana dengan ceritamu tentang cinta tanah air?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun