Mohon tunggu...
Amri MujiHastuti
Amri MujiHastuti Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan Sekolah Dasar

Pengajar, Ibu, pemerhati pendidikan anak

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

"Gendis Sugar", Janji yang Tak Ditepati

9 Maret 2019   07:44 Diperbarui: 9 Maret 2019   07:52 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Kau akan bicara baik -- baik bagaimana? Kau akan bilang bahwa kau menghitung semua biaya hidup Gendis saat tinggal denganmu sebagai hutang dan biaya rumah sakit kakaknya dan bahwa dengan memberikan rumah mereka hutang mereka terlunasi?" Pramana bertanya dengan sinis.


 "Stop, Pram. Kau juga bersalah. Kita semua bersalah kalau kau anggap begitu.Jangan pikir aku tak tahu bahwa Sugara dan Gendis sempat saling berkirim surat. Kau tahu alamatnya tapi kenapa tak kau bawa mereka pulang ke rumah?" tanya Endriko tajam.

 "Kita sama -- sama punya kepentingan. Sudah cukup bertahun -- tahun kau tinggal di tanah dan rumah yang kau anggap bukan milikmu itu. Apapun katamu aku akan menjualnya." kata Riko menutup pembicaraan.


Sugara yang mendengar percakapan itu tak bisa berbuat apa -- apa. Dia tak bisa menjelaskan pada Gendis bahwa tuduhannya pada keluarganya salah sebab semua yang dituduhkan Bayu pada keluarganya adalah benar.

 Sekarang yang terbaik adalah dia menjauhi Gendis dan mereka tak perlu lagi saling berkirim surat sebagai teman, sahabat, teman berdiskusi dan berbagi cerita, saling menyemangati atau apapun juga. Semua itu tak mungkin lagi dilakukan. 

Sugara merasa dia yang keluarganya telah berbuat curang pada Gendis. Dia tak pantas menjadi sahabat bagi Gendis.


Sugara juga tak mungkin meminta pada papa kandungnya, Endriko untuk mengurungkan niatnya. Sugara tak bisa meminta pada papanya itu sebab hubungannya dengan Endriko masih sangat berjarak. 

Sugara sering terombang -- ambing memikirkan siapa yang dulu sewaktu dia bayi mempunyai ide untuk menitipkannya pada Pramana dan Halimah. Apakah itu papa atau mama kandungnya. Sugara selalu merasa tersiksa dengan pikiran itu meskipun semenjak dia tinggal dengan orang tuanya Sugara hanya diperlakukan dengan penuh kasih sayang dan cinta. Sugara hanya mampu memaafkannya namun tak sanggup melupakannya. Dia tak dendam, hanya merasa nyeri di hatinya.


Seandainya kelak dia menjadi seorang ayah, dia takkan melepaskan anak -- anaknya untuk alasan apapun. Seorang anak tak hanya memerlukan materi, namun memerlukan perlindungan, kasih sayang, penerimaan, dan cinta dari orang tua yang menghadirkannya ke dunia. 

Sugara sungguh tak bisa membayangkan bagaimana malangnya nasib anak -- anak yang tak diindahkaan oleh orang tuanya sendiri, alangkah malangnya nasib mereka.


Sugara kembali memikirkan Gendis yang selalu membuatnya tertawa. Gendis sejak kecil tak pernah menertawakannya, atau memandang aneh ke arahnya karena perbedaannya. Dengan Gendis, Sugara merasa dia normal dan diterima bahkan dihargai semua kelemahan, kekurangan, ataupun kebodohannya. Gendis selalu mengerti. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun