Lalu orang kemalangan (kena musibah keluarga meninggal) yang harus mengeluarkan uang hingga puluhan juta? Coba kita sedikit membayangkan, jaman nenek moyang kita dulu, ekonomi di kampung-kampung hanya bergetar jika dan hanya jika ada hari raya. Lalu ekonomi akan selooooow lagi, orang dikampung akan menunggu lagi uang berputar. Nah, menurut saya, orang kemalangan, orang dalam kegembiraan (menikah atau sunatan), orang dalam membayar nazar maka barulah EKONOMI bergetar. Dan menurut saya adat tidak boleh disalahkan bila diperdebatkan oleh prinsip-prinsip yang diajarkan agama. Adat memiliki kearifannya tersendiri, Syariah memiliki kebijaksanaannya dan Kitabullah adalah Firman-Nya. Namun memang urang awak memang memiliki rumusan 'njelimet' sehingga: Adat Bersendi Syara, Syara Bersendi Kitabullah..... luar biasa
Sayangnya, Adat dikesampingkan, tidak ada lagi ujian dari komunitas terhadap individu-individu yang terdaftar didalamnya (sehingga berkembang menjadi individu adat yang berkelas). Komunitas adat dengan mudahnya memberikan gelar kehormatan adat dan orang bisa berkelit karena tidak mengacu atau malu lagi terhadap akar rumputnya.
Kemudian apakah kita termasuk manusia beradat-kah? (terus ABG sebelah ngejawab: trus gue harus bilang WOW, Gituh?)
Wa Allahu a'lam bissawab
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI