Mohon tunggu...
Evan Yulian Philaret
Evan Yulian Philaret Mohon Tunggu... Jurnalis - Copywriter

Words Composer | E-mail: evanyulian@gmail.com | Majestic yet unique creature who value ways to deliver thought too seriously.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebodohan adalah Sebuah Properti Intelektual

18 November 2019   17:30 Diperbarui: 18 November 2019   17:37 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: freepik.com

Di abad ke-21 sekarang, bentuk kepemilikan aset dari seseorang cenderung meluas. Aset seorang manusia tak hanya sesuatu yang berwujud (tangible), seperti rumah dan mobil. Namun, aset tersebut juga meliputi hal yang tak berwujud (intagible). Seperti apa sih sebenarnya aset tak berwujud itu? Contoh konkrit dari aset tak berwujud itu adalah ide, gagasan, teori, dan lain sebagainya. Semua hal itu adalah sebuah properti intelektual.

Sebagai manusia, setiap kita memiliki properti intelektual yang tertanam dalam diri. Buah pemikiran manusia menjadi salah satu aset yang tak berwujud atau properti intelektual penting yang sekarang mulai diperhitungkan. Lalu, premis ini membawa kita ke sebuah pertanyaan, "apakah berarti kecerdasan kita adalah properti intelektual?" Yes, betul sekali but no. 

Memang, kecerdasan adalah salah satu properti intelektual kita. Namun, pemikiran dari setiap individu tidaklah sesederhana itu. Ada properti lain yang harus dipertimbangkan selain kecerdasan, yaitu kebodohan. Lho kok kebodohan bisa-bisanya disejajarkan sebagai properti intelektual? Ya tentu bisa, main mu saja kurang jauh hehe.

Ada peribahasa yang berkata "orang bodoh dan jenius itu memiliki perbedaan yang tipis." Dengan premis ini kita dapat asumsikan bahwa kecerdasan dan kebodohan adalah dua sisi mata uang yang sama. Pembedanya adalah  dari sisi mana kita melihatnya. Mari kita buktikan!

Secara definisi, kecerdasan adalah properti intelektual yang kita dapatkan melalui proses pencarian kebenaran dan latihan. Semakin sering kita mengulanginya, semakin banyaklah kumpulan fakta yang kita dapat. Jadi, misal seseorang cerdas dalam berhitung, artinya dia telah menemukan kebenaran hasil berhitung dan terus mengulangnya agar fakta tersebut tersimpan di otak. Ketika si pemilik pengetahuan mempresentasikan ilmunya, orang banyak akan berasumsi kalau si pemilik pengetahuan adalah orang yang cerdas.

Di sisi lain, kebodohan adalah properti intelektual yang didapatkan melalui proses trial and error, serta didasarkan pada kreativitas. Disclaimer, kreativitas yang dimaksudkan disini adalah hal berbeda yang jauh dari batas kewajaran. Hal ini bukan berarti jika kalau kreatif maka kamu bodoh ya!

Semakin sering seseorang melakukan hal yang di luar kewajaran, semakin dianggap bodohlah orang itu. Misal, seorang YouTuber Depok yang ditangkap polisi karena membuat prank tuyul. Dia memang kreatif karena melakukan apa yang orang lain tak lakukan. Disisi lain, dia dianggap bodoh karena melakukan hal di luar kewajaran. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan dan kebodohan adalah properti intelektual yang bisa kamu raih dengan cara yang berbeda.

Orang yang melakukan kebodohan belum tentu gagal. Bisa jadi orang tersebut hanya belum berhasil saja. Sebagai contoh, sekilas, prank yang dilakukan YouTuber tersebut tergolong bodoh. Namun, jika dipahami lebih dalam, prank atau kejahilan adalah konten yang mendatangkan banyak penonton. YouTuber tersebut melakukan trial and error dan mencoba "kreatif" dengan melakukan hal yang belum dilakukan orang lain yaitu, menjadi tuyul. Karena, mana ada YouTuber Indonesia mau prank jadi tuyul?

Tujuannya? Tentu untuk meraup viewer yang melimpah dengan menampilkan konten segar di YouTube Indonesia. Eh, namun sayang, sebelum berhasil, si YouTuber diciduk polisi hehe. Akhirnya, masyarakat mencap YouTuber ini bodoh.

Ironisnya, di lain cerita, jika kebodohan di luar batas itu berhasil maka kamu akan dianggap cerdas. Contohnya adalah percobaan Benjamin Franklin. Beliau mencoba untuk menyelidiki kelistrikan dengan main layangan ditengah hujan petir pada tahun 1740. Jika dilihat dari kacamata awam, tentu tindakan ini adalah sebuah kebodohan. Ngapain main layangan di tengah hujan badai? Beruntung pada zaman itu belum ada Tim Jaguar. Kalau ada, mungkin sudah diamankan seperti YouTuber Depok tadi.

Untungnya, kebodohan itu berhasil dan menghasilkan sesuatu. Benjamin Franklin berhasil menemukan konsep penangkal petir dan dikenal dunia. Masyarakat mengakui dan menerima teorinya yang dibuktikan dengan sebuah aksi kebodohan. Bayangkan saja jika percobaan Benjamin Franklin gagal dan dia tersambar petir. Orang-orang akan mencap Franklin sebagai orang yang bodoh. Ia akan ditertawakan karena bermain layangan saat hujan badai.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun