Mohon tunggu...
Evaldo Aryasatya Faadihilah
Evaldo Aryasatya Faadihilah Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Haloo saya Evaldo, seorang pemuda yang memiliki minat besar dalam penulisan serta mengeksplorasi berbagai ilmu pengetahuan. Kompasiana ini menjadi wadah saya untuk menuliskan berbagi sudut pandang, mencatat perjalanan pemikiran, menyuarakan keresahan, atau sekadar menuangkan cerita. Saya percaya bahwa tulisan yang jujur dapat menginspirasi, dan bahwa setiap orang punya cerita yang pantas dibagikan. Mari bertukar pikiran—karena dari dialog, kita bisa tumbuh. 📬 Kontak/Sosial Media: 085216118968/IG @aryastef_ 📍 Berdomisili di Ponorogo, Jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Balap

IMM dan Ferrari: Mesin, Misi, dan Makna

5 Juni 2025   11:20 Diperbarui: 5 Juni 2025   11:17 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hah? IMM dan Ferrari?

Pasti kalian bertanya-tanya tentang judulnya yang membahas IMM dan Ferrari.

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah atau yang kerap disingkat menjadi IMM disandingkan dan dikorelasikan dengan Ferrari- salah satu tim di Formula 1, padahal keduanya tidak ada kaitannya sama sekali. Keduanya berdiri di dunia dan hidup di cerita yang berbeda.

Pada 2025, keduanya baik IMM dengan gerakannya atau Ferrari bersama pembalapnya menjadi tahun yang sibuk sekaligus sulit karena berbagai dinamika internal dan eksternal terus datang layaknya badai salju. Seperti di Ferrari saat ini yang berlaga di ajang Formula 1 atau F1 kini sedang amat struggle di setiap balapannya.

Musim ini tim pabrikan asal Italia tersebut kedatangan salah satu pembalap terhebat sepanjang sejarah dunia balap yakni Lewis Hamilton, driver berkebangsaan Inggris yang telah mengoleksi 7 kali juara dunia. Ia berada di puncak karirnya saat bersama Tim Mercedes beberapa tahun lalu, namun karena satu dua hal Ferrari menjadi timnya saat ini.

Kedatannya tentu membawa harapan baru disaat Ferrari sudah lama tidak merasakan gelar baik drivernya menjadi Juara dunia ataupun Ferrari sendiri menjadi juara konstruktor dunia. Dengan pengalaman serta jam terbang Lewis Hamilton dan semangat dari pembalap utama mereka, Charles Leclerc, Tifosi- sapaan fans Ferrari bisa berharap lebih.

Namun, semuanya tidak berjalan mulus. Drama kerap muncul di tiap balapan. Hingga kini, baik Lewis Hamilton maupun Charles Leclerc masih kesulitan bersaing di papan atas. Tim-tim lain seperti Mclaren, Mercedes, Red Bull, bahkan Williams kerap merecoki Ferrari.

Lalu, ada dengan IMM di tahun ini? Apa yang mereka hadapi?

Organisasi dimata Mahasiswa saat ini bukanlah tempat yang "seksi" lagi bagi mereka untuk belajar. Maraknya tempat dan fasilitas berkembang seperti volunteer ataupun magang menjadi ladang yang lebih hijau dibandingkan menghabiskan waktunya di organisasi.

Seperti namanya, IMM pada dasarnya adalah organisasi mahasiswa yang berada dibawah naungan salah satu organisasi islam terbesar di dunia yakni Muhammadiyah. Sebuah wadah untuk mencetak kader-kader yang anggun dalam moral dan unggul dalam intelektual.

Tentu permasalahan tersebut menjadi topik yang perlu diperhatikan agar eksistensi sebuah organisasi tidak semakin memudar, perlunya strategi dan branding yang lebih baik agar Mahasiswa kembali menjadikan organisasi menjadi salah satu tempatnya menuliskan cerita.

IMM dan Ferrari

Keduanya berada di nafas yang sama yakni tentang ketekunan.

Ferrari bukan hanya seonggok mobil balap berwarna merah dengan segala kebadutannya, namun ia adalah simbol dari kerja keras, simbol jatuh bangun dalam usaha menjadi nomor 1. Sama dengan IMM, sebuah "kendaraan" dalam jalur religiusitas, humanitas, dan intelektualitas.

Kader IMM jika diumpamakan dalam dunia mobil balap F1 adalah drivernya, mereka tak hanya berjalan lurus namun harus melewati berbagai tanjakan perbedaan, tikungan tajam konflik, dan lubang permasalahan. Namun, itulah makna perjuangan.

Setiap tahun, Ferrari dan IMM bertarung dengan ambisi besar mereka. Mereka gagal, bangkit, gagal lagi. Namun yang membuat keduanya dihormati bukanlah karena selalu menang, tap karena mereka tidak pernah berhenti mencoba.

Seorang pembalap Ferrari tahu, satu detik bisa mengubah segalanya. Begitu pula kader IMM tahu, satu langkah kecil bisa berdampak selamanya. Maka mereka belajar. Mereka berpikir. Mereka bertindak. Dan di atas segalanya, mereka terus berjalan, karena berhenti berarti mati.

"Obviously I am not happy but they can throw what they want at me, I will come back stronger."
 --- Lewis Hamilton

Mesin Ferrari dirancang agar optimal saat panas. Begitu pula kader IMM, ditempa agar matang di tengah tekanan. Suhu politik, tekanan akademik, dan tantangan sosial bukan menjadi penghalang, tapi justru itulah bahan bakar mereka.

Dan di akhir hari, bukan hanya siapa yang tercepat yang akan dikenang. Tapi siapa yang terus bergerak, melampaui batas dirinya, demi sesuatu yang lebih besar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Balap Selengkapnya
Lihat Balap Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun