Mohon tunggu...
Eva Farid
Eva Farid Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswi

Demak 16 September 1999

Selanjutnya

Tutup

Financial

Eksternalitas dari Kenaikan 100% Iuran BPJS Kesehatan

14 Januari 2020   14:39 Diperbarui: 14 Januari 2020   16:07 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Jokowi resmi menaikkan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100% pada hari Kamis,  24 Oktober 2019 lalu. Kenaikan iuran ini berlaku untuk peserta bukan penerima upah (PBPU)  dan peserta bukan pekerja. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Presiden nomor 75 tahun 2019 tentang perubahan atas Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2018 tentang jaminan kesehatan. Pada pasal 34 Peraturan Presiden nomor 75 tahun 2019 menjelaskan bahwa besar iuran yang harus dibayar sebesar Rp42.000 per bulan untuk kelas III,  sebesar Rp111.000 per bulan untuk kelas II, dan Rp160.000 per bulan untuk kelas I. 

Iuran ini sudah  dijalankan sejak 1 Januari 2020. Namun, kenaikan tarif iuran ini juga dikenakan kepada penerima bantuan iuran (PBI) yang pada periode Agustus -- Desember 2019 pembayaran ditanggung oleh Pemerintah Pusat terlebih dahulu untuk selisih Rp23.000 menjadi Rp42.000 atau sebesar Rp19.000. Kenaikan iuran tersebut bertujuan untuk menutupi defisit keuangan yang ada yang disebabkan adanya ketidaksesuaian antara jumlah yang dibayarkan peserta BPJS dengan uang yang dikeluarkan BPJS Kesehatan.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan tentu menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat. Rata-rata masyarakat merespon keberatan akan kenaikan iuran ini. Publik cenderung membandingkan antara kualitas pelayanan yang disuguhkan kepada mereka dinilai masih banyak masalah dengan rencana kenaikan iuran 100% tersebut.

Dari sudut keuangan publik, kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini pasti terdapat eksternalitas yang ditimbulkan. Eksternalitas adalah biaya yang harus ditanggung atau manfaat tidak langsung yang diberikan dari suatu pihak akibat aktivitas ekonomi. Terdapat dua macam eksternalitas yaitu eksternalitas positif dan eksternalitas negatif. Eksternalitas positif yaitu tindakan suatu pihak yang memberikan manfaat bagi pihak lain, tetapi manfaat tersebut tidak dialokasikan di dalam pasar. 

Contoh eksternalitas positif dari kenaikan iuran ini adalah BPJS Kesehatan tidak lagi defisit finansialnya karena iuran yang diberikan masyarakat kepada BPJS Kesehatan lebih banyak sehingga dapat menutup defisit keuangannya. Kemudian kualitas pelayanan peserta menjadi lebih baik karena semakin banyak iuran yang diterima BPJS Kesehatan, maka BPJS dapat membeli alat-alat kesehatan atau obat yang mahal dan ampuh sehingga dapat memberikan pelayanan terbaik dengan fasilitas yang terbaik, masyarakat akan cepat sembuh, dan orang lain tidak akan tertular penyakit tersebut. 

Lalu keberlanjutan program juga dapat terpenuhi dan pembayaran fasilitas kesehatan akan lebih terlindungi. Nantinya juga ada penghargaan bagi peserta BPJS Kesehatan yang rajin membayar iuran. Penghargaan yang diperoleh peserta seperti pemberian diskon pembayaran, perbaikan pelayanan di rumah sakit dengan tidak ada diskriminasi dan memperpendek antrean, perbaikan pelayanan di fasilitas kesehatan, dan perbaikan pelayanan di BPJS Kesehatan. 

Sedangkan untuk eksternalitas negatif adalah biaya yang dikenakan pada orang lain di luar sistem pasar sebagai produk dari kegiatan produktif tersebut. Misalnya eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari peristiwa ini yaitu peningkatan jumlah peserta nonaktif ikut bergabung ke BPJS akan memperbanyak antrean sehingga memperhambat penyembuhan pasien lain. 

Selain itu, peserta juga akan pindah ke kelas yang lebih rendah seiring dengan kemampuannya dalam membayar bahkan peserta bisa juga enggan mendaftarkan diri ke BPJS Kesehatan karena mereka tidak punya cukup uang untuk membayar iuran tersebut.

Agar eksternalitas yang ditimbukan dari kenaikan iuran ini dapat memengaruhi pasar menjadi efisien, maka pemerintah harus menjadikan biaya marginal sosial yang diterima peserta BPJS Kesehatan sama dengan keuntungan marginal sosial yang diterimanya juga. 

Hal tersebut seharusnya dapat dilakukan pemerintah dan manajemen BPJS Kesehatan dengan melakukan langkah-langkah strategis sebelum menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Langkah-langkah strategis yang seharusnya dilakukan itu seperti melakukan perbaikan data golongan penerima bantuan iuran (PBI) agar yang menjadi anggota BPJS Kesehatan adalah orang yang benar-benar membutuhkan bantuan tersebut. 

Jika data golongan PBI itu diperbaiki, kemugkinan biaya marginal sosial yang didapatkan akan berkurang dan keuntungan marginal sosialnya meningkat karena pembagian PBI sudah diberlakukan secara adil menurut pendapatan yang dihasilkannya. Namun, dalam kenyataannya banyak anggota PBI adalah orang-orang yang mampu atau memiliki penghasilan yang tinggi dan dekat dengan pengurus RT/RW setempatnya sehingga mudah untuk bergabung sebagai anggota PBI. 

Selain itu, pemerintah juga dapat melakukan langkah strategis dalam mengalokasi cukai rokok secara langsung kepada BPJS Kesehatan.  Jika hal tersebut dilakukan,  maka iuran BPJS tidak perlu dinaikan sehingga masyarakat dapat mengurangi pengeluaran rumah tangganya untuk kebutuhan yang lain.

Dari peristiwa kenaikan iuran BPJS kesehatan ini, masyarakat berharap pemerintah dan manajemen BPJS dapat menjamin pelayanan yang lebih baik lagi dengan tidak ada diskriminasi pelayanan terhadap pasien anggota BPJS Kesehatan dan non BPJS Kesehatan serta tidak ada lagi fasilitas kesehatan rujukan yang menerapkan uang muka untuk pasien opname.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun