Mohon tunggu...
M. Daffa Fahada Lubis
M. Daffa Fahada Lubis Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN, Prodi Manajemen Keuangan Negara Sarjana Terapan. Tax and Fiscal Enthusiasm.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dari Layar untuk Negara: Optimisme Digitalisasi Perpajakan

28 Agustus 2025   18:50 Diperbarui: 28 Agustus 2025   18:46 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah derasnya arus digitalisasi, Indonesia sedang menapaki jalan baru menuju sistem perpajakan yang lebih adil, transparan, dan inklusif. Pajak bukan lagi sekadar kewajiban formal, melainkan jembatan emas yang menghubungkan rakyat dengan cita-cita pembangunan bersama. Hal tersebut ibarat sungai besar dimana setiap tetes kontribusi warga mengalir menuju bendungan APBN, lalu dipompa kembali menjadi aliran listrik pembangunan, pendidikan, dan kesehatan. Optimisme inilah yang menjadi fondasi masa depan penerimaan negara di era digital.

Pajak dan Optimisme Ekonomi Digital

            Revolusi digital telah mengubah denyut nadi ekonomi kita. Dari warung daring yang berjualan di marketplace, usaha mikro di media sosial, hingga perusahaan raksasa e-commerce lintas negara, semua menjadi mata rantai baru dalam perputaran ekonomi. Pertanyaannya sederhana tapi penting, apakah seluruh aktivitas ini sudah tercermin dalam penerimaan negara? 

Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati kerap mengingatkan bahwa pajak adalah “The price we pay for civilization”, sebuah kutipan klasik dari Oliver Wendell Holmes. Di era digital, makna kalimat itu kian nyata dimana setiap klik, transaksi, dan langganan aplikasi adalah bagian dari peradaban modern yang wajib kita rawat bersama.

Faktanya, langkah ini sudah menunjukkan hasil. Pajak digital dari perusahaan teknologi dan pelaku usaha daring domestik telah menjadi warna baru dalam struktur penerimaan negara. Siaran pers DJP mencatat, hingga akhir 2024 silam, penerimaan dari sektor ekonomi digital mencapai Rp32,32 triliun, terdiri dari PPN PMSE sebesar Rp25,35 triliun, pajak kripto Rp1,09 triliun, fintech Rp3,03 triliun, dan SIPP Rp2,85 triliun. Angka ini adalah bukti bahwa Indonesia tidak hanya menjadi konsumen dalam ekonomi digital global, tetapi juga menegaskan kedaulatan fiskalnya di tengah persaingan dunia.

Teknologi: Dari Administrasi ke Kepercayaan

Banyak orang dulu memandang pajak sebatas administrasi dengan formulir yang rumit, antrian panjang, dan laporan manual. Namun, seiring digitalisasi menggeser paradigma tersebut, pajak kini bertransformasi menjadi instrumen kepercayaan. Menurut siaran pers resmi DJP, Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto juga menegaskan tentang bagaimana reformasi sistem digital seperti Coretax dan PSP AI-driven, bertujuan untuk memperkuat digitalisasi, transparansi, dan efisiensi administrasi pajak nasional. Inilah pergeseran penting dimana digitalisasi perpajakan tidak lagi sekadar ‘mesin pencatat’, melainkan kompas penuntun arah. Bayangkan sebuah rumah sakit daerah yang berdiri dan jalan desa yang menghubungkan dusun terpencil dengan pasar kota karena APBN yang sehat. Digitalisasi menjadikan semua itu lebih mudah ditelusuri, siapa membayar, kemana disalurkan, dan apa hasilnya. Transparansi ini adalah ujung tombak bagi kepercayaan rakyat.

Manfaat Nyata pada Kehidupan

Optimisme digital baru terasa kuat ketika manfaatnya menyentuh kehidupan sehari-hari. Angka-angka dalam APBN bukan sekadar statistik, melainkan denyut nadi masyarakat. Di sektor kesehatan, misalnya, Antara News melaporkan bahwa pemerintah harus menggelontorkan Rp312,4 triliun untuk menangani pandemi Covid-19, melonjak tajam dari rata-rata Rp132 triliun sebelum pandemi. Dana tersebut sebagian besar bersumber dari pajak, memungkinkan pengadaan lebih dari 400 juta dosis vaksin dan insentif bagi tenaga kesehatan. Tanpa sistem digital yang cepat, birokrasi bisa saja memperlambat aliran dana dan setiap menit keterlambatan berarti taruhannya adalah nyawa.

Di sektor pendidikan, data Kemendikbudristek mencatat program Kartu Indonesia Pintar (KIP) hingga 2024 telah menjangkau lebih dari 18 juta siswa dari keluarga kurang mampu. Dampaknya terlihat jelas bahwa angka putus sekolah menurun dari 83.700 anak pada tahun ajaran 2020/2021 menjadi 76.835 anak pada 2022/2023. Sementara pada sektor infrastruktur digital, dikutip dari Wikipedia, proyek Palapa Ring telah menghubungkan lebih dari 500 kabupaten/kota dengan jaringan serat optik sepanjang 35.000 kilometer. Hasilnya terbilang nyata dimana nelayan di Maluku kini bisa menjual ikan lewat aplikasi, UMKM Papua memasarkan kerajinan ke luar negeri, dan siswa di Nusa Tenggara bisa ikut kelas virtual tanpa harus berburu sinyal ke bukit terdekat. Digitalisasi perpajakan menjelma menjadi jembatan baja yang menghubungkan yang jauh menjadi dekat, yang terisolasi menjadi terhubung.

 Anak Muda, Motor Pajak Masa Depan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun