Mohon tunggu...
Eunike Marhaeny
Eunike Marhaeny Mohon Tunggu... Mahasiswa

Sedang mengkonsumsi tulisan dan pemikiran.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bagaimana Pajak Karbon dapat Mempengaruhi Masa Depan Indonesia?

7 Februari 2025   23:28 Diperbarui: 7 Februari 2025   23:28 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Berakhirnya tahun 2024 berarti kita sudah memasuki generasi yang baru, yaitu Generasi Beta. Lahir dari tahun 2025, Generasi Beta akan hidup di lingkungan yang memudahkan penyakit merajalela. Dalam Climate Outlook 2025 oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), memprediksi bahwa dengan suhu udara yang hangat, curah hujan yang cukup tinggi, dan kelembaban udara yang tinggi dapat mempengaruhi perkembangan hidup vektor yang dapat menularkan penyakit (vector-borne diseases). Adapun perkembangan siklus hidup nyamuk pada kondisi iklim yang optimal memicu peningkatan jumlah kasus penyakit, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD) yang biasanya terjadi puncak jumlah kasus 6 sampai 8 minggu setelah puncak musim hujan.

Salah satu pemicu kondisi tersebut adalah peningkatan penggunaan karbon. Indonesia merupakan penghasil emisi karbon terbesar di Asia Tenggara. Pada tahun 2015 sampai 2019, emisi karbon dioksida Indonesia sendiri sudah meningkat drastis dari 491,46 Mton menjadi 625,66 Mton.

Jadi, apa itu pajak karbon? Pajak karbon adalah pajak yang dikenakan atas setiap produk yang menghasilkan emisi karbon, seperti bahan bakar fosil. Pajak karbon diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target yang ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Lama Pembangunan Nasional. Tahun 2025 menjadi tahun implementasi perdagangan karbon secara penuh di Indonesia, sesuai dengan roadmap pajak karbon di Indonesia.

Bagaimana Cara Pajak Karbon Bekerja?

Berbeda dengan pajak lainnya, pajak karbon memberikan batas emisi perusahaan atau skema cap and tax. Jika sebuah perusahaan melebihi batas tersebut, perusahaan harus membeli izin emisi dari perusahaan lain yang emisinya di bawah batas. Jika tidak, perusahaan harus membayar pajak karbon atas kelebihan emisi tersebut. Perusahaan juga akan mendapatkan keringanan atas pengurangan emisi per tahunnya.

Tarif pajak karbon di Indonesia sendiri terhitung relatif kecil dibandingkan negara maju, yaitu Rp30.000,00 per ton karbon dioksida. Perhitungannya adalah dengan mengalikan total pengeluaran emisi perusahaan dalam satu tahun dengan tarif pajak karbon, yaitu Rp30.000,00 per ton karbon dioksida. Jika perusahaan telah berhasil mengurangi total emisi, maka total emisi yang berhasil dikurang dapat dikalikan dengan tarif pajak karbon, lalu hasil awal pajak dapat dikurangi dengan hasil pajak pengurangan emisi.

Pajak karbon dikenakan pada seluruh aktivitas yang menggunakan bahan bakar fosil (seperti batu bara, solar, dan bensin) dan aktivitas yang melepaskan emisi karbon dioksida (seperti aktivitas pabrik dan kendaraan bermotor).

Apa Dampak Pajak Karbon dalam Kehidupan?

Tentu saja dengan adanya pajak, biaya produksi maupun harga jual akan meningkat pada industri yang terkait. Tetapi dengan adanya pajak karbon, perusahaan akan berinvestasi lebih dalam green technology. Karena investasi ini dapat berujung pada pengurangan pajak karbon perusahaan. Dalam jangka panjang, Indonesia menargetkan pengurangan emisi karbon hingga 41% pada tahun 2030.

Penerimaan yang didapatkan dari pajak karbon dapat dialokasikan dalam proyek-proyek penanganan dampak negatif emisi karbon di Indonesia. Sehingga membentuk sebuah cycle yang sehat antara input dan output pajak karbon.

Beberapa negara telah menerapkan pajak karbon dan terbukti memberikan dampak positif terhadap emisi karbon. Salah satunya adalah Finlandia, yang sudah menerapkan pajak karbon dari tahun 1990 sampai tahun 1998, dan berhasil menekan emisi karbon sebesar 7% dari total emisi yang dihasilkan. Dilanjutkan pada tahun 2000 sampai tahun 2018, berhasil menekan emisi karbon Finlandia sebesar 19,49%. Perlu diketahui bahwa Finlandia menerapkan pajak karbon dengan salah satu tarif tertinggi di dunia, yaitu sebesar $85,1 per ton karbon dioksida.

Penerapan pajak karbon diharapkan dapat menurunkan emisi karbon di Indonesia dan memotivasi para pelaku usaha untuk beralih ke penggunaan green technologies. Pada tahun 2030, Indonesia diharapkan mencapai penurunan sebesar 31,89%. Dan pada tahun 2060, Indonesia diharapkan mencapai Net Zero Emission (NZE).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun