Mohon tunggu...
Ethan Hunt
Ethan Hunt Mohon Tunggu... -

Dunia ini adalah sekolah bagi kita dalam mempelajari dan memahami kehidupan.. yang membuat kita semakin bijak, dan salah satunya adalah KOMPASIANA..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar dari Kasus ‘AQJ’ (Maut dari Pengemudi di Bawah Umur)

12 September 2013   08:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:01 1792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13789504401588994067

[caption id="attachment_278214" align="aligncenter" width="450" caption="Pelajar SD mengendarai sepeda motor, bonceng tiga dan tanpa helm / (sumber gambar: pustakadigitalindonesia.blogspot.com)"][/caption]

12092013

Kecelakaan yang terjadi di Tol Jagorawi pada hari Minggu tanggal 08 September 2013 dini hari, tidak hanya membuat pilu tetapi juga menyisakan persoalan hukum. Pengemudi mobil yang menyebabkan kecelakaan dan menewaskan 6 orang itu baru berusia 13 tahun. Persoalan hukumnya ialah siapa yang akan bertanggung jawab? Apakah sang anak yang masih dibawah umur ataukah orang tuanya?

Pengemudi berinisial AQJ, yang juga anak bungsu musikus Ahmad Dhani dan Maia Estianty itu, seharusnya mustahil mengemudikan kendaraan bermotor.

Pasal 77 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dijalan, wajib memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM) sesuai dengan jenis kendaraan. Untuk memperoleh SIM, seseorang harus berusia minimal 17 tahun. Dari sini saja, pengemudi telah melanggar pidana yang ganjarannya 4 (empat) bulan kurungan.

Lalu dengan kelalaiannya yang mengakibatkan korban tewas sesuai dengan pasal 310 Undang-Undang Lalu Lintas dan angkutan Jalan, dia dapat dihukum 6 (enam) tahun kurungan.

Kemarin, polisi memang sudah menetapkan AQJ sebagai tersangka. Namun keadilan baru terlihat dari hukuman yang dijatuhkan nanti. Dan jalan menuju keadilan itu ialah dengan mengikuti sistem hukum kita. Sesuai dengan pasal 64 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, penjatuhan sanksi memperhatikan pula kepentingan yang terbaik bagi anak. Namun, kepentingan yang terbaik itu juga harus sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi bahwa batas bawah usia anak yang bisa dimintai pertanggung jawaban pidana adalah 12 tahun. Polisi bahkan tidak cukup hanya memproses pengemudi.

Sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak, setiap orang yang dengan sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat dapat dipidana 5 (lima) tahun penjara. Undang-Undang itu merupakan peringatan bagi para orang tua agar tidak lalai dalam mengawasi anak-anak mereka.

Terlepas dari kontroversi siapa yang bertanggung jawab, polisi harus serius memperkarakan kasus ini. Pelanggaran-pelanggaran pidana yang melibatkan kalangan pejabat atau tokoh terkenal tidak jarang membuat hukum menjadi bengkok. Untuk itu, kita sekali lagi mendesak polisi dan penegak hukum lainnya agar memposisikan semua warga negara sama dihadapan hukum.

Kita memberi apresiasi Ahmad Dhani, yang dalam pernyataannya pada pers menyebutkan sepenuhnya menyerahkan kasus yang menimpa anaknya ke jalur hukum.

Kasus yang menimpa AQJ sepertinya juga menjadi momen yang menertibkan pengendara dari kalangan anak-anak dibawah usia. Kasus AQJ hanyalah sebuah potret dari jamaknya pelanggaran batas umur pengendara diberbagai kota besar.

Coba sejenak kita lihat dan amati di pagi hari, banyak anak-anak berseragam putih-abu dan putih-biru yang mengendarai kendaraan bermotor ke sekolah masing-masing. Bahkan kalau diteliti lebih lagi, anak-anak yang berseragam putih–merah juga sudah mengendarai kendaraan bermotor. Usia yang belum tepat, karena emosi mereka yang labil ketika mengemudikan kendaraan bermotor.

Para orang tua beralasan bahwa mereka mengijinkan si anak mengendarai kendaraan bermotor, karena tidak nyaman ketika menaiki kendaraan umum. Bahkan ada juga orang tua yang menyatakan bahwa si anak diijinkan membawa kendaraan sendiri agar tidak terkena macet jika harus diantar orang tuanya.

Setali tiga uang dengan aparat berwajib yang terkesan membiarkan hal tersebut terjadi. Jika memang ingin mencegah anak-anak dibawah umur mengendarai kendaraan bermotor, perlu ada tindakan tegas dari pihak kepolisian, dalam hal ini Satlantas, ketika melihat anak mengendarai kendaraan bermotor. Begitu pula ketika pengurusan SIM, harus diperketat.

Pihak sekolah juga harus melakukan pengawasan terhadap anak-anak yang mengendarai kendaraan bermotor. Karena biasanya pihak sekolah cenderung ‘diam’ melihat anak membawa kendaraan sendiri ke sekolah. Dan baru mulai ribut ketika terjadi kasus seperti yang dialami oleh AQJ.

Pemerintah sendiri juga harus berusaha memperbaiki fasilitas umum berupa kendaraan umum agar nyaman ditumpangi oleh anak-anak kemana saja. Dengan adanya kendaraan umum yang nyaman, maka anak-anak akan berbondong-bondong naik kendaraan umum. Selain aman bagi mereka, hal tersebut juga akan mengurangi kemacetan yang sudah terjadi saat ini.

Pembiaran kondisi ini sama saja dengan membiarkan bom waktu yang bisa meledak kapanpun. Namun pencegahan paling kuat harus berawal dari rumah. Tanpa itu, orang tua sama dengan menebar maut bagi anaknya dan orang lain.

Bagaimana orang tua?

Salam

(dari berbagai sumber)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun