Mohon tunggu...
Suhadi Rembang
Suhadi Rembang Mohon Tunggu... Guru Sosiologi SMA N 1 Pamotan -

aku suka kamu suka

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menilik Modal Sosial Masyarakat Nelayan

12 April 2017   08:50 Diperbarui: 12 April 2017   16:30 1134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesona wisata bahari milik masyarakat Lasem (Sumber foto: www.wisatabaharidasun.com)

Jika menilik pola pemukiman (dahulu) di kawasan nelayan, mereka tidak mengenal politik mercusuar. Filosifi hidup mereka adalah mengalir seperti air. Semua yang ada harus di bawah pusaran air. Siapapun dan apapun yang di atasnya, akan hanyut terbawa karena air sangat benci dengan kesombongan mercusuar yang dibangunnya. Filosofi hidup ini terbangun karena pengalaman hidup mereka yang acapkali rumahnya disapu oleh ombak laut di bibir sana. Filosofi hidup ini juga terbangun dari seringnya kapal-kapal mereka disandarkan di bibir pantai, esoknya lenyap begitu saja. Dalam dokumen-dokumen klasik, rumah-rumah di pemukiman[viii] nelayan tidak mengenal prinsip  menara. Bahan dan berkakas yang digunakan adalah ramah lingkungan. Namun pola yang demikian, perlahan berubah. Bahan dan perkakas rumah nelayan sudah bertembok, berbesi, dan bertembaga. Walaupun demikian, ekspresi gotong royong dalam membangun rumah masih dapat dilihat juga. Di pemukiman nelayan Jawa Tengah bagian timur, contohnya. Setiap ada rumah yang terkenakan abrasi, seketika itu juga semua nelayan saling bergotong royong dalam membangunnya.

Dari ulasan singkat di atas, tampak keseharian nelayan cenderung masih terbangun pola solidaritas, tepatnya solidaritas mekanik. Perilaku mereka adalah kesadaran kolektif atau kesadaran bersama dalam membangun konformitas sosial yang ada. Lantas bagaimana memfungsikan ekspresi ikatan solidaritas ini dalam sebuah program perencanaan wisata bahari? Sebelum menghubungkan hal tersebut, mari kita tilik alur solidaritas yang kedua, yaitu ikatan solidaritas organiknya. Apakah solidaritas organik ada? Jika ada, apa bentuknya dan bagaimana dinamikanya? Lantas bagaimana pula menerapkan ikatan solidaritas organik dalam sebuah program perencanaan wisata bahari yang ada?

“Nyumbang” dan Hajatan Keuntungan

Selanjutnya adalah alur solidaritas organik pada masyarakat nelayan. Fenomena menarik yang masih dapat dilihat pada saat ini ada tradisi “Nyumbang” saat hajatan pernikahan pada masyarakat nelayan. Pada saat menggelar hajatan pernikahan, masyarakat nelayan acapkali menggunakan momen ini untuk mengumpulkan sumbangan yang dahulu diberikan kepada kerabat  dan tetangga dekatnya. Setiap hajatan pernikahan di gelar, begitupun dengan hajatan kelahiran dan sunatan, banyak handai-taulan berkumpul bersama. Sekaan wajib hukumnya, pranata resiprositas ini, berlangsung.

Tradisi  “nyumbang” pada masyarakat nelayan adalah bukti nyata masih berlangsungnya membagi beban dan biaya dengan keluarga dan tetangga dekatnya saat hajatan. Untuk melangsungkan hajatan, pemilik hajat tak perlu pusing  tujuh keliling. Berbekal pekabaran hajatan dari rumah ke rumah, dan dengan modal uang seadanya, hajatan dapat berlangsung cukup  meriah. Strategi melangsungkan hajatan besar ini dilakukan sebagai wujud adanya kesadaran bersama untuk saling menanggung  dana dan beragam bahan sembako hingga rokok yang diperlukannya.

Dalam mempersiapkan kenduri dan selametan pernikahan, para saudara dan tetangga dekatnya dikasih tahu terlebih dahulu bahwa yang bersangkutan akan menikahkan anaknya. Tindakan ini juga menjadi pengingat kepada keluarga dan tetangga dekatnya, bahwa yang bersangkutan dulunya pernah memberi sumbangan saat keluarga dan tetangganya melangsungkan hajatan pula. Pada saat itulah, keluarga dekat dan jauhnya, merespon dengan cepat dan sigap atas kesediaannya dalam membalas sumbangan ini dan itu. Biasanya ada yang bersedia menanggung biaya rias pengantin, biaya beras, biaya sound sistem, biaya hiburan orgen, hingga biaya rokok. Tentu kesanggupan ini sesuai dengan sumbangan dari yang bersangkutan pada saat  itu.

Terasa ringan, ketika hajatan pernikahan dilangsungkan dengan pembagian beban biaya. Inilah wujud dari fenomena shared poverty[ix]atau saling merasakan kemiskinan. Walalupun “Nyumbang” ini bernuansa meraup keuntungan, namun ketika ditilik secara mendalam, tradisi “nyumbang” ini terbangun atas ikatan solidaritas. Tanpa adanya ikatan solidaritas, tentu saja masyarakat nelayan akan berat setiap melangsungkan hajatan pernikahan. “Nyumbang” telah  menjadi ekspresi kuat dan ringannya ikatan solidaritas organik. Mengapa? Karena fenomena “Nyumbang” memiliki orientasi keuntungan, namun terlaksana atas dasar kesadaran bersama.  

Modal Sosial dan Rekayasa Wisata Bahari

Ulasan tradisi sedekah laut dan  gotong royong mendirikan rumah nelayan di atas, adalah bukti bahwa masyarakat nelayan memiliki modal sosial yang cukup. Tradisi sedekah laut dan gotong royong mendirikan rumah nelayan, telah melahirkan kesadaran bersama dalam hal menatab petaka laut yang setiap saat mendera. Lantas bagaimana menggunakan modal sosial dalam bentuk kesadaran sosial untuk difungsikan dalam mendorong terwujudnya wisata bahari?

Tradisi sedekah laut dan membangun rumah secara gotong-royong sebagai wujud ekspresi ikatan solidaritas mekanik ini, sudah saat nya tidak hanya digunakan semata-mata untuk membangun kesadaran bersama atas petaka sosial yang akan muncul di masa yang akan datang. Bagaimana dan mulai dari mana menggunakan modal sosial tersebut? Kesadaran bersama ini sudah saatnya digunakan untuk pintu masuk dalam membangun konstruksi sosial bahwa laut itu selain sumber rejeki, juga rentan dengan bencana. Setali tiga uang, modal sosial ini dapat diperluas fungsinya untuk membangun kesadaran kolektif bahwa sumber harmoni masyarakat nelayan tidak hanya dengan melaut saja. Pesona laut juga menjadi penting dijadikan instrumen dalam mewujudkan harmoni nan sejahtera.

Apakah itu pesona laut? Ruang lingkup pesona laut adalah potensi seni tradisi nelayan  dan pantai laut. Potensi seni tradisi nelayan adalah pentas sedekah laut. Potensi pantai laut adalah segala apa yang ada di pantai, mulai dari pasir, ombak, suasana, perahu, aktivitas nelayan, kuliner ikan, cahaya, angin, hingga emosi yang terbangun di laut. Hal tersebut adalah potensi dasar dari modal sosial yang dimiliki masyarakat nelayan. Potensi seni tradisi dan potensi pantai inilah yang perlu diunggulkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun