Mohon tunggu...
Erwanda Saputra
Erwanda Saputra Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Politik UIN Jakarta

menulislah, karena tanpa menulis, engkau akan hilang dari pusaran sejarah (Pramoedya Ananta Toer)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

UU Minerba: Kepentingan Rakyat atau Korporat?

23 Mei 2020   11:57 Diperbarui: 1 Juni 2020   14:08 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemegang KK dan PKP2B dalam mengajukan permohonan IUPK sebagai kelanjutan operasi produksi Kontrak/Perjanjian dapat mengajukan permohonan wilayah di luar WIUPK untuk tahap kegiatan operasi produksi kepada menteri untuk menunjang kegiatan usaha pertambangan. Pasal ini memberikan konsesi tambahan bagi para pemegang IUPK sehingga jelas sekali memberikan keuntungan bagi para pemegang IUPK.

RUU Minerba ini dengan sangat jelas mengancam masyarakat yang lahan-lahannya hendak dijadikan wilayah pertambangan, karena dalam RUU Minerba tidak ada satu Pasal pun yang memberikan ruang bagi partisipasi warga, termasuk tidak adanya Pasal yang mengatur konsultasi pada masyarakat adat dan hak veto untuk mengatakan tidak pada saat pertambangan datang. Pemerintah lebih berpihak kepada para pengusaha dibandingkan dengan rakyat. 

Perancangan undang-undang dibuat bukan lagi demi kepentingan rakyat, melainkan demi kepentingan elit. Dewan Perwakilan Rakyat hanyalah sebuah nama saja untuk dalih keberpihakan pemerintah terhadap rakyat, tapi faktanya sama sekali tidak memperdulikan aspirasi rakyat maupun kepentingan rakyat.

Pada Pasal 169a jelas memberikan peluang bagi perusahaan tambang untuk melanjutkan operasi mereka di Indonesia. Padahal PT. Freeport Indonesia selaku pemegang Kontrak Karya (KK) seharusnya masa kontraknya habis di tahun 2021 berdasarkan ketentuan Kontrak Karya II (KK II). Namun pertambangan Grasberg merupakan termasuk pertambangan yang paling profitable di dunia. Pertambangan Grasberg juga memberikan aset yang lumayan besar bagi induk perusahaan yaitu Freeport Mcmoran (FCX). Maka dari itu, Freeport berusaha keras untuk selalu melakukan lobi-lobi politik kepada pemerintah pusat yang memiliki kendali penuh atas negara.

Dalam renegosiasi kontrak yang dilakukan oleh Presiden Jokowi pada tahun 2017, pemerintah berupaya untuk mendesak Freeport untuk mengubah KK menjadi IUPK. Dalam renegosiasi tersebut Freeport diharuskan mendivestasikan saham sebesar 51% kepada pemerintah, mempekecil luas lahan, membangun Smelter, dan membicarakan perpanjangan kontrak. Lambat laun akhirnya Freeport memberikan saham mereka untuk dikendalikan oleh pemerintah sebanyak 51%. Namun, Freeport belum sepakat mengenai pembangunan Smelter karena tidak jelasnya mengenai perpanjangan kontrak yang akan diberikan oleh pemerintah.

Jika di cermati lebih detail lagi, seharusnya pemerintah tidak harus melakukan upaya divestasi saham Freeport tersebut, mengingat masa Kontrak Karya akan berakhir di tahun 2021 yang mana secara otomatis pertambangan Grasberg akan dikendalikan 100% oleh pemerintah. Namun, yang membuat pemerintah dilematis adalah mengenai teknologi tambang untuk melancarkan pertambangan di Grasberg, terutama tambang Underground nya yang memiliki potensi yang sangat besar.   Pemerintah belum memiliki teknologi tersebut dan kurang memiliki skill dalam pertambangan khususnya tambang Underground di Grasberg. 

Pada akhirnya, pemerintah harus ketergantungan terhadap Freeport, karena mereka memiliki skill yang sangat mumpuni dalam mengoperasikan teknologi untuk mengolah tambang Underground di Grasberg. Dalam hal ini pada akhirnya pemerintah melunak kepada perusahaan tambang yang telah lama beroperasi di Indonesia tersebut. Walaupun pemeritah telah memiliki 51% saham di Freeport, tetap saja Freeport yang memegang kendali akan operasi tambang di Grasberg, karena mereka yang memiliki keahlian dalam menambang Grasberg.

Sehingga, wajar saja pemerintah secara terburu-buru ingin mengesahkan RUU Minerba yang sarat akan kepentingan perusahaan pertambangan tersebut. Di tambah lagi Freeport sudah mulai membangun Smelter di Gresik walau baru beberapa persen tahap pembangunan maka Freeport akan menagih janji pemerintah perihal perpanjangan kontrak. Mengapa Freeport selalu ingin mendapatkan perpanjangan kontrak di Indonesia? Tidak lain adalah karena tambang Underground  Grasberg yang memiliki cadangan tambang dan emas yang sangat besar yang diperkirakan akan habis di tahun 2060-an.

Jika di ulas dari sejarah awal mengenai awal mula penanaman modal asing adalah di saat masa pemerintahan awal Presiden Soeharto. Dengan UU No. 11 tahun 1967 tentang penanaman modal asing di Indonesia merupakan sebuah angin segar bagi para pengusaha global untuk berinvestasi di Indonesia. Maka mereka melakukan lobi-lobi politik dengan pemerintah sebagai langkah awal untuk memuluskan rencana mereka. Dapat dilihat sebagai contoh dengan kedekatan Robert Hill sebagai Presiden Freeport kala itu dengan Presiden Soeharto, mereka sering bermain golf bersama. Dengan adanya UU No. 11 tahun 1967 ini sudah menodai amanat konstitusi UU 1945 pasal 33 ayat 3 yang berisi "bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat".

Oleh karena itu, pemerintah saat ini seharusnya berupaya untuk merealisasikan amanat konstitusi UU 45 tersebut demi kepentingan rakyat dan kesejahteraan rakyat. Seharusnya pemerntah lebih mendesak Freeport untuk membangun Smelter di Papua bukan di Gresik agar memberikan Multipplier Effect pembangunan di Papua dan agar mengurangi gap antara Jawa dan luar Jawa dalam segi perkembangan industri. Wajar saja jika rakyat Papua berkali-kali melakukan pemberontakan terhadap pemerintah maupun Freeport, karena mereka merasa di rugikan dan tidak ada kebepihakan dari pemerintah pusat kepada Papua. 

Maka dari itu, alangkah lebih baiknya pemerintah lebih mengutamakan kepentingan rakyat Papua dengan mendesak Freeport untuk membangun Smelter di Papua agar memberikan Multipplier Effect bagi pembangunan di Papua. Jika tidak, maka besar kemungkinan akan terjadi gelombang pemberontakan selanjutnya di Papua untuk mendeklarasikan kemerdekaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun