Mohon tunggu...
Ervina Husnaini
Ervina Husnaini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Semester 4 Universitas Pakuan Program Studi Ilmu Hukum

Dengan membaca merupakan kunci dari problem solving yang akan menjadi solusi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Aspek Perlindungan Hukum Terhadap Bisnis Waralaba di Indonesia

23 Maret 2023   16:25 Diperbarui: 23 Maret 2023   16:29 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

C. Penyelesaian sengketa dalam perjanjian waralaba.

Dalam pemahaman pendirian, terkadang ada hal-hal yang terbengkalai atau bahkan yang paling mengerikan adalah terjadinya wanprestasi karena sebagian dari hal-hal tersebut hilang bagi penerima atau franchisor yang tidak sesuai dengan pemahaman dasar atau naluri manusia, menjadi gangguan khusus.
Apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan tersebut, pemberi waralaba wajib membuat pemberitahuan terlebih dahulu sebagai surat pemberitahuan terlebih dahulu kepada penerima waralaba untuk jangka waktu tertentu, apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan tidak ada perbaikan. Jadi franchisor perlu memberikan teguran terakhir.
Menurut pandangan hukum, teguran kecerobohan itu penting untuk memenuhi ketentuan pasal 1238 Kitab Undang-undang Hukum Umum yang mengatur bilamana salah satu majelis dianggap lalai (wanprestasi).
Setelah peringatan ini disampaikan, namun pemilik waralaba tidak memberikan reaksi yang memadai, pemilik waralaba dapat memutuskan untuk mengambil langkah yang sah untuk mengakhiri perjanjian.

Setelah perjanjian selesai secara sah, pemilik waralaba kemudian perlu mendidik pemilik waralaba untuk berhenti menggunakan kebebasan merek dan inovasi berlisensi dari pemilik waralaba, jika setelah menyelesaikan pedoman ini pemilik waralaba masih menggunakan hak istimewa merek atau inovasi berlisensi dari pemilik waralaba, maka, pada saat itu, perbuatan pemberi waralaba merupakan pelanggaran terhadap Pasal 90 Peraturan Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dan dapat dikenakan sanksi kurungan paling lama 5 (lima) tahun atau dapat dikenakan denda sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Dalam tindakan dakwaan tuntutan pelanggaran Pasal 90 Peraturan Nama Merek, polisi serta kantor pemeriksa mengharapkan tersedianya pilihan pengadilan terbatas dan terakhir yang menentukan bahwa perjanjian antara pemilik waralaba dan penerima waralaba telah selesai dan dengan demikian sejak saat itu. akhirnya franchisee tidak memiliki hak istimewa untuk menggunakan tanda franchisor. Penetapan pengadilan tersebut diperlukan agar pelaku perambahan merek tidak dapat mengelak dengan menyatakan bahwa yang bersangkutan masih memenuhi syarat untuk menggunakan merek tersebut berdasarkan kontrak pendirian. Pilihan pengadilan sehubungan dengan berakhirnya perjanjian pendirian dapat ditangani di Pengadilan Negeri, yaitu pengadilan daerah tempat kedudukan penerima waralaba atau pengadilan daerah lain yang biasa diselesaikan secara musyawarah atau melalui mediasi.
Masalah yang terlihat dalam siklus ini adalah titik di mana pemilik waralaba perlu mengajukan permohonan jaminan berakhirnya kontrak pendirian melalui pengadilan umum. Dalam proses di Peradilan Umum yang dapat diselang-seling, termasuk di Pengadilan Negeri, maka pada saat itu dalam hal ada pihak yang mengajukan bujukan kepada Pengadilan Tinggi, dengan anggapan telah dicatat kasasi dan pemeriksaan didokumentasikan dengan Kejaksaan. Pengadilan Tinggi, akan membutuhkan waktu lama agar keputusan tersebut dapat ditegakkan secara sah. Jika demikian, maka pada tahun-tahun ini franchisor yang ceroboh mungkin akan membuat kenangan panjang untuk tetap menggunakan citra franchisor untuk mempertahankan bisnisnya. Dalam kondisi ini, pemilik waralaba menjadi seperti tawanan strategi sah yang tidak menyenangkan.

Untuk menghindari bahaya yang disebutkan di atas, khususnya dengan pernyataan, konsep pengadilan intervensi yang konklusif dan cepat akan memberikan produktivitas waktu kepada franchisor untuk dapat segera mendapatkan kebebasannya.

Putusan arbitrase bersifat konklusif, menyiratkan bahwa itu hanya pada tingkat pertama dan tidak menerima permintaan atau kasasi dan akibatnya dapat dengan cepat sampai pada keputusan terakhir dan membatasi. Dengan mengajukan permohonan jaminan berakhirnya perjanjian melalui lembaga mediasi, dalam jangka waktu yang umumnya singkat pemberi waralaba akan mendapatkan pilihan yang membatasi sehubungan dengan berakhirnya kontrak pendirian, dan kemudian dapat melibatkan pilihan tersebut sebagai alasan. untuk mendokumentasikan tuduhan pidana mengingat Pasal 90 UU Hak Cipta.
Bagi pemilik waralaba untuk memutuskan untuk mengajukan permohonan jaminan akhir perjanjian pendirian kepada organisasi diskresi, kontrak pendirian yang dibuat antara pemilik waralaba dan pemilik waralaba harus menentukan intervensi sebagai pertanyaan pilihan tujuan (pasal 7, pasal 9 bagian 1 dan pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Tujuan Mediasi dan Perdebatan Pilihan). Pasal ini sehubungan dengan syarat mediasi harus dibuat terlalu dan setepat mungkin sehingga kewenangan yayasan arbitrase untuk menyelesaikan kasus-kasus sehubungan dengan perjanjian menjadi jelas dan tidak disinggung.
Akibatnya dalam pemahaman yang mapan, ketentuan mengenai tujuan debat seringkali berubah menjadi persoalan yang berbeda. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Mediasi dan Pemilihan Tujuan Pertanyaan Pilihan, untuk hal ini majelis memiliki keputusan dalam memutuskan pembahasan tujuan debat. Sehingga putusan soal tujuan melalui diskresi bisa menjadi pilihan selain melalui pengadilan.
Akomodasi yang diberikan oleh peraturan intervensi ini termasuk, selain hal-hal lain, proses tujuan pertanyaan yang relatif lebih cepat, hemat dan menjaga privasi dari upaya pertemuan pertanyaan. Banyak pemilik waralaba yang tidak dikenal memutuskan untuk melibatkan ketentuan tujuan pertanyaan melalui pernyataan karena alasan bahasa, di mana melibatkan bahasa Inggris dalam pertemuan mediasi dalam menyelesaikan perselisihan dapat dibayangkan. Salah satu pertemuan diskresi terkemuka di Indonesia adalah Dewan Pernyataan Publik Indonesia.
Sejumlah besar pertemuan untuk pemahaman pendirian suka memilih pengadilan sebagai diskusi tujuan pertanyaan. Salah satu alasannya adalah karena dalam penyelesaian kebijaksanaan, jika majelis tidak menyetujui keputusan arbitrase, maka upaya terakhir tetap harus melalui pengadilan.

D. Perlindungan Hukum Para Pihak dalam Praktek Bisnis Waralaba

Untuk situasi ini, lebih bersifat rahasia, namun negara seharusnya ikut serta dalam memberikan keamanan yang sah kepada organisasi-organisasi mapan. Otoritas publik juga untuk situasi ini mengontrol beberapa pedoman sah yang ada untuk situasi ini, diversifikasi mencakup peraturan umum karena bersifat pribadi, hanya antara badan atau yayasan terkait yang mengatur hubungan hukum dan berakhir dengan hasil yang sah juga.
Sejalan dengan itu, berikut adalah beberapa pedoman hukum yang mengatur dalam hal ini adalah.

Pengaturan pasal 5 Undang-Undang Unres No. 42 Tahun 2007, pengertian pendirian pada pokoknya memuat keterangan yang menyertainya:

A. Nama dan alamat pertemuan;

B. Jenis keistimewaan inovasi berlisensi;

C. Latihan bisnis;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun