Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tiada Azan Magrib di Mushola yang Mungil Itu

18 Juni 2016   02:38 Diperbarui: 5 Maret 2020   19:32 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat buka puasa tiba, Slamet segera minum teh hangat, dan segelas kolak ubi yang dibuat istrinya. Lalu bergegas ke mushola yang terpencil, di ujung gang sana untuk azan. Hari ketika itu mulai gelap, dan mendung pula. Ia harus cepat, karena Salim sudah dua hari ini sakit perut. Jadi tak ada yang menggantikannya, selain dia. Mau tidak mau tugas mulia ini ia lakukan juga. Padahal jemaah lain di mushola itu lumayan banyak, tapi kebanyakan suaranya cempreng, lebih syahdu dia, dan Salim.

Sesampainya di sana,  rupanya mushola masih gelap. Lampu belum dinyalakan, karpet masih tergulung, sementara  micropon untuk azan juga masih tercecer, dan belum terpasang. Memang biasanya di mushola ini selepas tarawih, semua colokan listrik dilepas, baik itu untuk kipas angin, amplifier dan speaker TOA. Termasuk karpet yang mesti digulung. Karuan ia mesti benahi semuanya sendirian sebelum jemaah datang.  Padahal ada sambungan kabel dari salah satu colokan itu yang isolatifnya sudah terkelupas, yang sempat diwanti-wanti Haji Mukti untuk diperbaiki.

Sementara untuk urusan yang terkait dengan aliran listrik di mushola, sebenarnya Slamet tidak pernah mau tahu, termasuk di rumahnya sendiri. Bahkan sebagai lelaki, ia tak pernah mau sekalipun hanya memasukan steker ke stop kontak. Apalagi pasang bohlam. Kata istrinya, ia takut ke setrum, sehingga sama sekali tidak pernah mau menyentuhnya.  Jadi jelang malam ini, ketimbang malu diketahui banyak orang, ia nekad utak atik sendiri itu perangkat supaya segera bisa mengumandangkan azan.

Sementara Zaid yang rumahnya 10 meter dari mushola, dan paling dekat keheranan. Sudah jam 18.10 belum juga terdengar suara azan dari  mushola. Padahal azan maghrib jam 17. 49 Wib.

“Ini kenapa belum ada yang azan. Padahal kemarin Slamet azan tepat waktu. Masa dia gak datang sih?Pikirnya. Zaid pun lalu bergegas ke mushola memastikan, sekaligus inisatif untuk segera menunaikan tugas memanggil jemaah untuk sholat maghrib.

“Ketimbang gak ada yang azan, mending gue aje deh,”bathinnya mantap.

Belum sampai di ujung gang, Zaid papasan dengan jemaah lainnya yang mau ke mushola. Juga pasang muka keheranan.

“Slamet ke mushola, bang?Tanya Salman pada Zaid. Haji Mukti, Karim, Sipon, Ujang, Zuki, dan tiga orang lainnya, termasuk Untung yang tinggi semampai yang gunakan jubah putih polos ala orang Arab, menunggu jawaban Zaid.

“Belum tahu gue, Man. Ini baru aje mau ke sono, eh udah ketemu ente semua.  Iye, pak Haji belum tahu saya,”kata Zaid pada haji Mukti yang jadi imam mushola menaruh hormat.

“Ya udah kita langsung aja ke sana,”sahut Haji Mukti.

Mereka semua lalu berbarengan menuju mushola, yang mereka lihat dari kejauhan, masih gelap juga keadaanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun