Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Jalan Terjal Pembuktian Hukum Acara di Mahkamah Konstitusi

3 April 2024   12:38 Diperbarui: 3 April 2024   12:41 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagaimana diketahui usai KPU menetapkan hasil suara Pilpres dari ketiga pasangan capres dan cawapres itu, pasangan Prabowo-Gibran telah mengungguli raihan suara dari pasangan AMIN, dan Ganjar-Mahfud.

Karena itu tidak lebih tiga hari, dua pasangan calon yang kalah tersebut menjadikannya sebagai objek permohonan perselisihan hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Hal ini sejalan dengan  Pasal 5 Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 4 tahun 2023 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang menentukan bahwa objek permohonan PHPU Presiden dan Wakil Presiden adalah penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan secara nasional oleh KPU yang mempengaruhi;

pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berhak mengikuti putaran Kedua Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; atau

terpilihnya pasangan calon sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Dengan kata lain objek PHPU ini dilandasi oleh ketentuan huruf b yang diduga oleh pemohon pasangan capres/cawapres yang kalah suara itu, di mana  hasil perhitungan suara KPU  antara lain tidak sesuai menurut versinya, dan terindikasi banyak kecurangan.


Aspek Pembuktian

Dalam perjalanannya, sidang perselisihan hasil pemilu (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden Pemilu 2024 sudah berlangsung sejak 27 Maret 2024, dan dijadwalkan selama 14 hari ke depan.

Saat ini telah dan sedang berlangsung pemeriksaan saksi dan saksi ahli, serta pengesahan alat bukti, baik dari pemohon (dari pasangan capres/cawapres  yang kalah) maupun termohon (pasangan capres/cawapres yang unggul suara).

Dalam proses pemeriksaan ini saksi-saksi yang dihadirkan masing-masing pihak, baik pemohon maupun termohon, memberikan keterangannya di muka persidangan di bawah sumpah, atas apa yang dilihat, didengar, dan diketahui secara langsung jalannya proses penyelenggaraan pemilu 2024. Atau sekurang-kurangnya yang dipandang oleh saksi pemohon terindikasi adanya kecurangan dalam proses penyelenggaraan pemilu tersebut yang dikenal dengan sebutan terstruktur, sistematis, dan masif.

Pemeriksaan yang berjalan ini ditujukan untuk menemukan fakta-fakta yang relevan sehingga didapat atau menjadi alat bukti yang sahih untuk meyakinkan majelis hakim di muka persidangan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 38 PMK  alat bukti dalam perselisihan hasil Pemilu berupa;

surat atau tulisan;

keterangan para pihak;

Keterangan saksi;

keterangan ahli;

Keterangan pihak lain 

Alat bukti lain dan/atau

Petunjuk

Alat bukti surat atau tulisan berdasarkan ketentuan Pasal tersebut adalah yang memiliki keterkaitan langsung dengan objek perselisihan hasil Pemilu yang dimohonkan ke Mahkamah Konstitusi.

Alat bukti surat atau tulisan tersebut dinyatakan pula dalam Pasal 39 yakni (1) Alat bukti berupa surat atau tulisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a, berupa;

Keputusan Termohon tentang rekapitulasi hasil penghitungan suara;

Keputusan Termohon tentang penetapan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden beserta lampirannya;

Keputusan Termohon tentang penetapan nomor urut pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden beserta lampirannya;

Berita acara dan salinan rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh penyelenggara Pemilu sesuai dengan tingkatannya;

Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) atau Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN);

Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) atau Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN);

KPU/KIP kabupaten/kota;

KPU/KIP provinsi; dan/atau

KPU

Tentang alat bukti sebagaimana tersebut sudah jelas dinyatakan dalam pasal-pasal berikutnya di PMK. Pada prinsipnya alat bukti surat itu  terkait langsung dengan objek perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden yang dimohonkan kepada Mahkamah, sekaligus keabsahan perolehannya harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.  Terlebih alat bukti sebagaimana pasal 38 PMK itu satu sama lain memiliki keterkaitan erat di dalam proses pemeriksaan perkara selama persidangan. Bila satu saja bukti-bukti yang diajukan dipandang tidak terpenuhi dari segi keabsahannya oleh majelis hakim, maka akan menjadi sandungan bagi pembuktian yang lainnya sehubungan dengan PHPU ini. 

Karena itu melihat dari putusan PHPU terdahulu pilpres 2014 dan 2019, Mahkamah Konstitusi biasanya akan lebih mempertimbangkan pihak-pihak yang mampu menghadirkan alat bukti yang sahih.

Dalam hal PHPU, alat bukti sahih tersebut adalah kertas penghitungan hasil suara, baik berupa versi penyelenggara Pemilu, pengawas Pemilu, dan saksi-saksi.

Apabila masing-masing kertas penghitungan tersebut dapat dibuktikan keasliannya oleh para pihak, maka Mahkamah Konstitusi akan mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan sebagai bahan dasar dalam merumuskan putusan.

Oleh karena itu pihak pemohon atau yang kalah dalam jumlah suara pada pilpres tersebut dibebankan untuk membuktikan kesahihannya bahwa apa yang dimohonkan memang sesuai dengan fakta-fakta, tentang adanya hasil penghitungan suara yang tidak sesuai menurut versinya.

Jadi prosedur dan aturan main beracara di Mahkamah Konstitusi dengan demikian tetap berpijak dan dilandasi oleh UU No. 24 tahun 2003 Jo UU No.8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi, termasuk kewenangan MK maupun proses beracara melalui PMK menyangkut perselisihan hasil penghitungan suara pilpres.

Pelanggaran Azas Pemilu Luber dan Jurdil

Namun demikian banyak pihak menyiratkan pesan bahwa majelis hakim MK perlu untuk membuka ruang bagi tercapainya keadilan yang subtantif dalam pemeriksaan maupun putusannya kelak. Tidak melulu dan terbatas pada pemeriksaan hasil penghitungan suara semata.

Tapi juga diperhatikan aspek lain sehubungan dengan proses penyelenggaraan pemilu, dan rangkaian peristiwa yang punya kaitan langsung atau tidak langsung dengan pemilu presiden yang terjadi sebelumnya.

Dalam konteks ini bukan tidak mungkin MK juga bisa memberikan penilaian atas hal tersebut. Namun begitu fokus perhatian majelis hanya terhadap pelaksanaan pemilu yang baik atau tidak, yang sesuai atau tidak dengan azas Luber dan Jurdil.

Bila azas pemilu dipandang pemohon telah dilanggar dan bertentangan dengan semangat konstitusional maka mesti juga dibuktikan di muka persidangan sesuai alat bukti sebagaimana tersebut di atas.

Setidaknya,dalam hal ini bisa dibuktikan oleh pemohon adanya pelanggaran pemilu dari pihak penyelenggara pemilu, baik itu oleh KPU, KPU Propinsi, KPU Kabupaten/Kota.

Sedangkan menyangkut adanya fakta-fakta selain fokus pemeriksaan PHPU yang mengemuka di persidangan bisa dipandang sebagai cara atau strategi pemohon maupun termohon untuk menarik perhatian majelis hakim, seperti dipersoalkannya proses dan tahapan pemilu, Bansos, pencalonan Gibran, si rekap, dan lain sebagainya. Kendati akhir dari perdebatan dan silang pendapat itu ada di putusan majelis hakim. Entah itu permohonan tidak dapat diterima atau permohonan dikabulkan.

Penutup

Dari persidangan PHPU di Mahkamah Konstitusi ini tampak tidak lepas dari munculnya asumsi-asumsi, pandangan-pandangan, hingga terjadinya perdebatan antara kuasa pemohon, kuasa termohon, saksi, maupun saksi ahli. Bisa dibilang semua itu dinamika beracara di Mahkamah Konsitusi.

Sebagai penikmat dari apa yang terjadi di persidangan PHPU ini, biar bagaimanapun bisa  menambah wawasan pengetahuan dari persidangan ini, entah itu perdebatan yang melebar di ranah kedaulatan rakyat dan demokrasi, Pemilu Jurdil, kepastian hukum, dan keadilan, sampai pada teknis para pihak menyajikan bukti-bukti otentik di muka persidangan itu.

Namun demikian ujung dari persidangan ini barangkali akan tidak jauh berbeda dari putusan pilpres 2014, dan 2019 lalu. Kecuali bukti-bukti yang diajukan dari pemohon khususnya itu valid dan terverifikasi kesahihannya, sehingga majelis hakim MK dibuat terpukau olehnya.

Referensi:

UU MK  dan Peraturan Mahkamah Konstitusi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun