Untuk itu dalam konteks pemilihan gubernur dan wakil gubernur di Daerah Khusus Jakarta ini hendaknya tetap dilangsungkan pemilukada sebagai manifestasi bangunan demokrasi dan ketatanegaraan yang sudah tumbuh dan berjalan selama ini.
Paling tidak, Jakarta sebagai kota yang multikultural telah merepresentasikan kemajemukan dalam segala segi, sehingga partisipasi masyarakat lewat pemilukada tidak perlu diutak atik lagi.  Meski pun banyak pihak disinyalir masih menggunakan alasan hukum yang memungkinkan untuk hal itu lewat dalih Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 yang  mengatur bahwa kepala daerah harus dipilih secara demokratis.
Juga putusan Mahkamah Konstitusi No.072-073/PUU-II/2004 serta putusan No. 97/PUU-XI/2013, mengenai arti "demokratis" di mana tidak selalu merujuk pada pemilihan langsung.
Karenanya baik, pemilihan langsung maupun tidak langsung, bisa dikategorikan sebagai pemilihan yang demokratis dan hal ini menjadi open legal policy bagi pembentuk undang-undang untuk mengatur tata cara pemilihan kepala daerah.
Apalagi terdapat ketentuan Pasal 18 B UUD NRI 1945 yang menyebut bahwa negara mengakui dan menghormati satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau istimewa.
Dari hal itu pula bisa diartikan bahwa, setiap daerah yang memiliki kekhususan dan keistimewaan memiliki kebebasan untuk menentukan mekanisme pemilihan kepala daerahnya.
Namun begitu apapun yang bakal diputuskan oleh Pemerintah dan DPR terkait pembahasan RUU Daerah Khusus Jakarta ini tetap dan mesti  merujuk pada aspirasi masyarakat Jakarta yang majemuk ini.
Entah Jakarta akan dijadikan pusat perekonomian nasional, kota global, bahkan kota budaya dan wisata sekaligus sebagai kekhususannya. Sementara  gubernur dan wakil gubernurnya tetap dipilih secara demokratis melalui pemilukada. Sebab kalau ditunjuk langsung kuatir bakal disebut Gubernur Jenderal seperti zaman VOC di Batavia dulu.
Penutup
Status dan kedudukan hukum pemerintah Jakarta masih bisa dikatakan Jakarta sebagai ibukota negara sepanjang belum adanya perubahan UU No 29 tahun 2007 tentang pemerintahan daerah khusus ibukota negara.
Hal ini telah dinyatakan dalam pasal 39 UU IKN pada ketentuan peralihan bahwa Kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara tetap berada di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sampai dengan tanggal ditetapkannya pemindahan Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara dengan Keputusan Presiden.