Mohon tunggu...
Erniwati
Erniwati Mohon Tunggu... ASN Yang Doyan Nulis dan Makan, Penyuluh Hukum Kanwil Kemenkum NTB

Traveling dan dunia tulis menulis adalah hal yang paling menyenangkan. Memberi manfaat kepada masyarakat melalui edukasi adalah hobby.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Tradisi Uang Jajan untuk Anak Sekolah, Wajibkah?

16 Oktober 2025   13:42 Diperbarui: 16 Oktober 2025   15:47 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akan berbeda lagi jika boarding school yang hingga sore, tentu MBG saja tidak cukup. Ada yang tetap dibekali makanan dari rumah, ada juga yang diberikan uang jajan jika tak sempat dimasakin di rumah.

Setiap anak akan berbeda-beda dalam menyikapi existensi uang jajan ini. Dan semuanya ternyata kembali pada bagaimana pola asuh dan teladan yang ditanamkan orangtua kepada si anak. Sedikit berbagi cerita, contohnya anak-anak saya.

Sedari kecil anak-anak saya tidak boleh pegang uang jajan sampai kelas 4/5 SD, dan hanya saya buatkan bekal. Isi bekalnya lengkap mulai dari buah, karbo, yang sedikit manis dan air mineral. Namun sepanjang penerapan budaya bawa bekal ini, saya edukasi juga apa fungsi makanan sehat.

Eits, jangan bilang "mbak enak, ga kerja" karena faktanya saya adalah PNS yang pergi pagi pulang sore, bangun jam 4 dinihari dan tidur jam 10 malam. Hayooo, mau bilang apalagi? Saya tidak bermaksud membandingkan apalagi menggurui, murni ingin berbagi.

Saya terangkan juga ke anak saya bagaimana dampak buruknya jika tubuh banyak mengkonsumsi makanan manis, junk food dan yang tidak bersih. Bukan untuk menakut-nakuti, tapi mengajarkan mereka menyadari fakta di luar sana. Dan ternyata pola asuh seperti ini membuat mereka terbiasa tidak pegang uang jajan.

Bahkan si sulung yang sudah kelas 3 SMA pun, tetap membawa bekal. Ada MBG pun tetap minta makanan rumah untuk bekal, tak jarang ia tak jajan karena memang paham pentingnya kesehatan. Sesekali anak-anak saya juga beli camilan, namun mereka sudah tahu jenis camilan sehat atau minimal tak mengandung banyak zat aditif berbahaya. 

Termasuk si anak tengah dan si bungsu, yang meskipun masih SD, namun tahu betul berapa nilai bekal yang mereka bawa. Tak pernah bahkan minta uang jajan setiap ke sekolah, karena camilan sehat pun sudah tersedia di rumah. Ini sudah menjadi kebiasaan pada akhirnya, polanya sama dan dipaksa demikian.

Menu MBG Seharusnya Pangan Lokal

Menu MBG seharusnya pangan lokal, agar sesuai dengan tujuan awal. Mencegah stunting, dan memberikan makanan bergizi seimbang pada anak sekolah. Namun faktanya hari ini malah kebanyakan makanan junk food yang terekspos.

Mulai dari makanan gaya eropa seperti pizza, burger dan spagethi, hingga ke junk food berjudul nugget dan sosis. Ah pertanyaan saya, memang menu lokal kita kurang variatif ya?

Padahal dengan adanya MBG seharusnya uang jajan juga jadi berkuranglah minimal, jika tak bisa seperti saya yang memang tidak ngasi duit jajan ke anak-anak saya. Tapi jika model menunya seperti ini, dimana nilai sehatnya?

Nilai gizi mana yang akan kita bicarakan dan takar dengan menu MBG yang mengusung modernitas ini? Padahal jika mau jujur menu tiap-tiap daerah itu begitu variatif, tampilan menarik, rasa sedap dan nyentrik. Apalagi camilan tradisionalnya, bikin mata saya selalu ngiler.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun