Mohon tunggu...
Ernawati Widyaningsih
Ernawati Widyaningsih Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Sehari-hari berpraktik psikolog di Charisma Consulting dan Unit Konsultasi Psikologi Fakultas Psikologi UGM. Tertarik dengan kesehatan mental, pengembangan diri, gaya hidup, manajemen stres, dan psikologi positif.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Meraih Keberuntungan dengan Memberi

29 April 2021   13:28 Diperbarui: 29 April 2021   13:33 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Kira auf der Heide from Unsplash 

Seperti kita ketahui bersama, memberi adalah aktivitas yang banyak dianjurkan demi alasan kemanusiaan guna menolong sesama. Berbagai ajaran agama pun selalu mengingatkan kita untuk tak henti-hentinya beramal baik, tidak hanya mendermakan harta kekayaan yang dimiliki, namun juga melalui tenaga dan pikiran kita.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), memberi berarti menyerahkan (membagikan, menyampaikan) sesuatu, atau menyediakan (melakukan dan sebagainya) sesuatu. Secara logika, apabila pihak yang memberi menyerahkan atau menyediakan sesuatu, maka hal yang sebelumnya ia miliki akan berkurang dan berpindah pada si penerima. Karena hal ini, perilaku memberi, apalagi bila dilakukan dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan, bukanlah merupakan hal yang mudah untuk dilakukan. Meski demikian, tahukah Anda bahwa perilaku memberi ternyata tidak hanya bermanfaat bagi si penerima, namun juga bagi si pemberi?

Berikut manfaat yang didapat saat melakukan aksi memberi:

  • Meningkatkan Self-Esteem (Harga Diri)

Penelitian yang dilakukan oleh seorang psikolog bernama Jennifer Crocker dan koleganya, Amy Canevello (2011), menemukan bahwa mahasiswa yang penuh kasih sayang akan lebih responsif (dalam memahami, membantu, merawat), memiliki hubungan yang saling peduli dengan teman sekamarnya, dan menunjukkan self-esteem yang semakin meningkat. Sebaliknya, mahasiswa yang mementingkan citra dirinya sendiri tidak menunjukkan peningkatan self-esteem. Saat seseorang memberi, ia akan merasa memberikan perubahan pada orang lain. Perasaan ini dapat meningkatkan self-esteem. Meski demikian, perilaku memberi atau membantu tidak dapat menjadi booster bagi self-esteem saat hal ini dijadikan tujuan dari perilaku tersebut. Komponen penting agar perilaku memberi atau membantu dapat menjadi self-esteem booster adalah compassion (cinta kasih).  

Penelitian yang dilakukan di  Women's Philanthropy Institute (2017) menunjukkan bahwa perilaku memberi kepada organisasi amal berhubungan positif dengan kepuasan hidup. Semakin banyak persentase dari pendapatan yang disumbangkan suatu keluarga, maka semakin tinggi kepuasan hidup dalam keluarga tersebut. Hal ini berlaku pada keluarga dengan pendapatan menengah ke bawah. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa perubahan kebiasaan memberi memengaruhi pria dan wanita dengan cara yang berbeda. Bagi pria lajang, menjadi pendonor meningkatkan kepuasan hidup. Sedangkan bagi wanita (baik lajang maupun menikah), kepuasan hidup meningkat ketika mereka meningkatkan pemberian mereka.

Hasil serangkaian studi yang dilakukan oleh Lara Aknin dan rekan-rekannya (2013), menunjukkan bahwa orang lebih bahagia ketika mereka membelanjakan uang untuk orang lain (diistilahkan dengan pengeluaran "prososial") daripada untuk diri mereka sendiri. Studi yang dilakukan pada 632 partisipan pria dan wanita Amerika menunjukkan adanya tingkat kebahagiaan yang tinggi saat membelanjakan uang untuk orang lain, sementara banyaknya jumlah uang yang mereka habiskan untuk diri mereka sendiri tidak berdampak pada kebahagiaan.

Secara biologis, memberi dapat mengaktifkan wilayah di otak yang terkait dengan kesenangan, konektivitas dengan orang lain, dan rasa percaya. Saat memberikan hadiah/sesuatu kepada orang lain, otak mengeluarkan neurotransmitter atau senyawa kimia "feel good", seperti serotonin (senyawa kimia otak pengelola suasana hati), dopamin (senyawa kimia otak yang membuat perasaan nyaman), dan oksitosin (senyawa kimia otak terkait rasa kasih sayang dan keterhubungan) (Cleveland Clinic, 2020). Inilah yang menjadi alasan mengapa kita merasa senang saat akan memberikan hadiah kepada orang lain (dan mengapa kita merasa dekat dengan orang itu), atau mengapa kita merasa senang saat dalalm perjalanan pulang setelah melakukan kegiatan sukarela. 

Penelitian yang dilakukan oleh Thane M. Erickson dkk (2017) pada orang dengan gejala depresi dan/atau kecemasan klinis menunjukkan bahwa mereka melaporkan adanya konflik dan gejala depresi dan/atau kecemasan yang lebih tinggi pada hari-hari saat mereka paling mengejar target/goals yang berfokus pada citra diri. Sebaliknya, mereka merasa mendapatkan dukungan lebih tinggi serta menunjukkan gejala depresi dan/atau kecemasan yang lebih rendah saat mengejar target/goals yang lebih compassionate (berdasar pada cinta kasih). Tampak bahwa target/goals mampu memprediksi perubahan gejala 6 minggu kemudian. Berdasarkan penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa target/goals yang berfokus pada cinta kasih (seperti memberi dan menolong orang lain) memiliki relevansi pada berkurangnya gejala depresi dan kecemasan interpersonal yang dialami.

  • Meningkatkan Kesehatan Fisik dan Umur Panjang

Tidak hanya berperan pada kondisi psikologis, perilaku memberi dan membantu orang lain juga terbukti berperan pada kesehatan fisik yang lebih positif dan mengurangi risiko kematian sehingga membuat umur lebih panjang. Hal ini dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Michael J. Poulin dkk (2013). Perilaku membantu, bersamaan dengan jenis interaksi sosial lainnya, berkaitan dengan hasil kesehatan yang positif, termasuk penurunan angka kematian. Hal ini juga dinyatakan oleh Stephanie Brown dkk (dalam University of Michigan, 2002; 2003), psikolog pada U-M Institute for Social Research (ISR), bahwa memberi kontribusi pada kehidupan orang lain dapat membantu memperpanjang hidup kita sendiri. Penelitian yang dilakukan olehnya juga menunjukkan bahwa menerima bantuan dari orang lain tidak berkaitan dengan penurunan risiko kematian. Sebaliknya, perilaku memberi dapat memperpanjang umur seseorang. Dengan kata lain, temuan ini menunjukkan bahwa manfaat akan kita peroleh bukan dari apa yang kita dapatkan saat berinteraksi dengan orang lain; melainkan dari apa yang kita berikan kepada mereka.

Berbagai manfaat di atas tersebut dapat kita peroleh hanya dengan memberi dan membantu orang lain secara sukarela. Oleh karena itu, mari kita tingkatkan perilaku memberi sebagai wujud kepedulian kita kepada sesama.

 

Sumber:

Aknin, L., Dunn, E., Whillans, A., Grant, A., & Norton, M. (2013). Making a difference matters: Impact unlocks the emotional benefits of prosocial spending.

Brown, S. L., Nesse, R. M., Vinokur, A. D., & Smith, D. M. (2003). Providing social support may be more beneficial than receiving it: results from a prospective study of mortality. Psychological science, 14(4), 320--327.

Canevello, A., & Crocker, J. (2011). Interpersonal goals, others' regard for the self, and self-esteem: The paradoxical consequences of self-image and compassionate goals. European Journal of Social Psychology,41, 422-434. DOI: 10.1002/ejsp.808

Cleveland Clinic. (2020). Why giving is good for your health.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun