Mohon tunggu...
Erna Manurung
Erna Manurung Mohon Tunggu... Penulis - Sedang bermukim di kampung halaman (Serang, Banten)

Senang menulis hal Ikhwal masalah-masalah kesehatan jiwa, sesekali jalan-jalan di sekitar rumah lalu melaporkannya ...

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Main-main ke Perpustakaan Kota

26 Mei 2021   17:17 Diperbarui: 18 Juni 2021   16:18 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

"Di Serang ada makanan khas apa saja? Pernah ke sini nggak, atau ke sana?" tanya mendiang Eyang Sri ketika saya menjenguk beliau di RS Mintoharjo beberapa tahun lalu.

Sumpah, saya tidak ingat tempat-tempat yang disebut Eyang Sri kala itu. Meskipun Serang adalah kampung halaman pertama saya, tapi saya lebih hafal seluk-beluk kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Saya bahkan jauh lebih hafal sejarah kota Kendari dan Sulawesi Tenggara ketimbang Banten. O ya, saya memang pernah tinggal di Kendari lebih dari sepuluh tahun.

Jadi saya tersipu waktu mendengar ada orang yang bukan penduduk kota Serang lebih banyak tahu  my home town ketimbang saya sendiri.

Tapi baiklah, supaya tidak terlalu gagap lagi kalau ditanya orang ada apa saja di sini, saya ingin menjelajah tipis-tipis kotaku tercinta ini. Yang pertama, mengunjungi perpustakaannya. Saya senang berkunjung ke perpustakaan. Sebab, semua jenis bacaan ada di sana. Apa yang ada di perpus belum tentu ada di media digital/online.

Jadi hari ini saya mendatangi perpustakaan provinsi yang letaknya persis di seberang terminal bis Pakupatan; terminal bis antar kota dan angkutan dalam kota. Bagi mereka yang pernah jadi warga DKI Jakarta, tinggal di kota kecil seperti Serang lumayan menyenangkan. Tidak ada macet, dan kemana-mana dekat. Dari rumah saya naik ojek online yang tarifnya paling murah, hanya delapan ribu rupiah untuk jarak sekitar 3 km.

Ketika tiba di lokasi, saya agak heran karena pelatarannya sepi. Petugas jaga agak kikuk ketika menyambut saya. Ia minta maaf karena perpustakaan tutup sejak pandemi. Yah, kurang lebih setahun inilah, kata dia.

"O begitu, padahal saya lagi butuh banget buku-buku sejarah Banten, Mas, " kata saya.

"Iya bu, sudah banyak mahasiswa yang ke sini mau ambil data skripsi tapi tidak bisa. Perpustakaan ditutup untuk mencegah penularan Covid," kata si mas lagi.

"Sampai kapan tutupnya?"

"Belum tahu, soalnya perintah penutupannya dari Pusat," jelas dia lagi.

"Okelah Pak, saya datang lagi deh dua minggu lagi, siapa tahu sudah buka," pungkas saya. Tak lupa, saya meminta informasi alamat perpustakaan kota Serang. O ya, perpustakan besar yang saya datangi ini adalah perpustakaan tingkat provinsi.  

Saya melanjutkan perjalanan menuju ke pusat kota. Kali ini tak perlu naik ojek online, cukup naik angkutan kota dan membayar 4000 -- 5000 rupiah saja, sudah bisa.

Perpustakaan kota Serang letaknya persis di seberang kampus IAIN di Jl. Jend. Sudirman. Kantornya berada di lingkungan Dinas Dukcapil. Untunglah perpusnya buka. Semoga buku yang saya cari ada di sana.

Saya kemudian masuk tapi dengan sedikit was-was. Ruangannya kecil dan sangat tertutup, tetapi beberapa pengunjung dan petugas di loket tidak memakai masker. Alamat singgah sebentar nih, batin saya.

Oke, saya masuk ke dalam dan berkeliling mencari buku tentang Banten Lama. Oh, tidak ada. Mau tidak mau cari di internet sajalah. Di You Tube juga bisa. Kalau mau, saya bisa mencarinya di Perpustakaan Nasional. Tapi saat ini sedang tidak ada jadwal ke Jakarta.

Waktu yang hanya 20 menit saya manfaatkan untuk berkeliling ruangan. Ow, saya tergoda untuk membaca sambil lesehan. Tapi demi melihat beberapa anak muda duduk dan mengobrol dari jarak dekat tanpa masker, saya mengurungkan niat. Kapan-kapan saya datang lagi kalau ada buku atau arsip yang saya perlukan.

Eh, tapi ngomong-ngmong, barangkali mengasyikkan juga kalau di perputakaan kota seperti di Serang ini ada pojok/rak khusus berisi koleksi all about Banten. Mulai dari yang klasik sampai yang kekinian. Entah itu sejarahnya, kulinernya, karya sastra, wisata, budaya, tradisi, kain, kerajinan, dan muatan loal lainnya. Tidak harus selengkap di perpustakaan provinsi sih.

Saya pulang sambil berharap tidak lama lagi perpustaakan besar dibuka untuk umum. Tentu dengan penerapan prokes yang memadai. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun